Setengah Abad Pesona Sendratari Ramayana Bali

Nov 27, 2015 | Artikel

Kiriman : Kadek Suartaya, SSKar., M.Si (Dosen Jurusan Karawitan ISI Denpasar)

Bagi orang Bali dan masyarakat Indonesia, tahun 1965 dikenang sebagai era genting dan getir. Suasana politik yang membara, memicu kehidupan sosial yang gerah. Nilai rupiah yang ambruk mengguncang kehidupan ekonomi masyarakat terjungkal ke titik nadir. Akan tetapi tahun 1965 yang penuh duka nestapa itu juga memercikan bulir keindahan yang bersemai dalam jagat seni. Di salah satu sudut kota Denpasar (Badung) lahir sebuah cipta seni, Sendratari Ramayana, karya I Wayan Beratha. Berbeda dengan peristiwa G30S tahun 1965 yang hingga sekarang masih berselimut kabut, Sendratari Ramayana melenggang cerah monumental.

            Kini, sudah setengah abad (50 tahun) Sendratari Ramayana berkiprah mengisi perjalanan kesenian Bali. Sebagai sebuah pertunjukan baru saat itu, seni pentas yang pada awalnya dibawakan oleh  siswa-siswa Kokar (Konservatori Karawitan) Bali, diterima dengan antusias di tengah masyarakat Bali yang pada umumnya cukup intim dengan cerita Ramayana. ASTI (Akademi Seni Tari) Denpasar yang berdiri tahun 1967 juga ikut menyajikan Sendratari Ramayana hingga ke pelosok-pelosok desa, sehingga membuat seni pertunjukan ini semakin populer. Pada tahun 1970-an, Sendratari Ramayana yang dibawakan Kokar dan ASTI menjadi salah satu seni tontonan favorit masyarakat Bali.

      Sendratari Ramayana karya Wayan Beratha yang kurang begitu dikenal oleh generasi muda masa kini tersebut, 3 Januari 2015 lalu, disuguhkan di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Melalui tajuk Mengenang Mpu Seni Karawitan Bali I Wayan Baratha ,   tiga karya  Pak Beratha—demikian secara hormat almarhum disebut, dibeber kepada khalayak, dan sendratari Ramayana menjadi pamuncak. Pagelaran sendratari “klasik“ itu  dibawakan oleh para seniman senior yang pernah mengecap ilmu dari almarhum. Diantaranya,  Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST, MA (Anoman), Cokorda Raka Tisnu, SST, M.Si (Rahwana), dan Cokorda Putra Padmini, SST, M.Sn (Sita). Sementara itu para penabuh yang akan tampil adalah Dr. I Nyoman Astita, MA,  I Ketut Gede Asnawa, S.S.Kar, MA, I Nyoman Windha, S.S.Kar, MA, I Wayan Suweca, S.S.Kar, M.Si, I Wayan Suweca, S.S.Kar, M.Mus dan lain-lainnya, termasuk Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.S.Kar, M.Hum.

       Sejatinya, sebelum menciptakan Sendratari Ramayana, Wayan Beratha telah menciptakan Sendratari Jayaprana pada tahun 1962. Sendratari yang mengangkat lakon legenda romatik-tragik daerah Bali Utara itu adalah sendratari pertama Bali setelah munculnya seni pentas dengan prinsip estetik yang sama (Sendratari Ramayana Prambanan) di Jawa Tengah pada tahun 1961. Wayan Beratha juga menciptakan Sendratari Mayadanawa (1966) dan Sendratari Rajapala (1967) yang sempat dikenal masyarakat di tahun 1970-an.     

Empu seni I Wayan Beratha yang memiliki sumbangsih penting pada seni pertunjukan Bali, telah berpulang pada hari Sabtu 10 Mei 2014 dalam usia sepuh 91 tahun. Dalam rentang perjalanan hidupnya, maestro seni karawitan dan tari yang dilahirkan pada tahun 1923 di Banjar Belaluan, Denpasar, ini telah mementaskan kesenian Bali ke berbagai perjuru dunia. I Wayan Beratha dikenal sebagai tokoh pembaharu gamelan kebyar dan pencetus lahirnya sendratari Bali, sehingga sangat pantas diusung sebagai Bapak sendratari Bali. Bali telah kehilangan seniman besar yang rendah hati.

Selengkapnya unduh disini

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...