Tijauan Estetis dan Artistik Petulangan

Feb 9, 2010 | Artikel, Berita

Oleh I Dewa Made Pastika

Karya petulangan di samping fungsinya sebagai tempat pembakaran juga memiliki nilai–nilai keindahan dalam seni. Pembuatan petulangan merupakan suatu pengorganisasian atau susunan elemen-elemen bentuk, permukaan dan masa yang muncul dari berbagai jenis ornamen, warna hingga mewujudkan karya yang utuh dan harmonis menghasilkan sensasi yang menyenangkan. Sedangkan ketiadaan susunan akan menyebabkan ketidakpuasan, kekecewaan dan kemuakan. Perasaan atas hubungan-hubungan adalah perasaan keindahan sedangkan sebaliknya ialah perasaan ketidakbaikan. Tidak jauh berbeda dengan karya seni lainnya bahwa pembuatan petulangan didukung oleh rasa kesenangan yang dihubungkan dengan rasa keindahan, menyangkut bentuk, hiasan, pewarnaan serta jenis materialnya. Untuk menilai keindahan bentuk petulangan dapat dilihat dari bentuk secara keseluruhan atau global, menyangkut perbandingan antara bagian-bagian, seperti kepala dengan badan, badan dengan kaki dan lainnya. Untuk itu penting diperhatikan oleh seorang sangging petulangan tentang ukuran.proporsi dan anatomi, untuk bisa mencapai kesempurnaan karya. Sebagaimana yang disebutkan dalam estetika barat bahwa seniman bila berkarya dapat menilai kesempurnaan karya berdasarkan rasa proporsi dan ukuran (measure). Seniman apabila ingin berkarya sebaik-baiknya harus mengetahui dasar-dasar ukuran. Dan bagi setiap seni adalah seni mengukur, tanpa adanya ini tidak mungkin adanya seni. Seorang sangging di Bali menentukan ukuran bangunan dan prorporsinya berdasarkan lontar Asta Kosala Kosali. Lontar ini memuat petunjuk-petunjuk membuat bangunan mulai dari cara waktu penebangan kayu, merancang bangunan serta pelaksanaan upacaranya. Satuan ukuran yang disebut dalam lontar tersebut diambil dari ukuran anggota badan dengan istilah: depa, asta, lengkat, cengkang, musti sangga, nyari, guli madu, leklet. Istilah ini menentukan ukuran panjang dari suatu bentuk dan petunjuk-petunjuk ini sangat ditaati oleh para sangging dan undagi dan dipercaya dengan mengikuti petunjuk tersebut akan menghasilkan karya indah dan berjiwa. Disamping ukuran yang telah disebutkan di atas ada pula istilah pengurip. Pengurip adalah petunjuk yang terbuka bagi sangging untuk menambah atau mengurangi dari ukuran yang telah ditentukan dengan maksud memenuhi selera dari para sangging yang mengerjakan karya seni. Ukuran perbandingan yang umum di Bali ialah ukuran yang disebut: a bah bangun. A bah bangun adalah ukuran perbandingan yang digunakan untuk mengukur panjang dan lebar sebuah bangunan atau bentuk sebuah karya seni. Panjang atau tinggi sebuah bentuk sama dengan diagonal dari bentuk bujur sangkar dari lebar atau dasar bangunan. Jenis perbandingan ini ada persamaan dengan fungsi dan proporsi geometris dari jaman Yunani Kuno di Eropah yang disebut: The Golden Section. The Golden Section itu digunakan untuk menentukan perbandingan antara pajang dan lebar sebuah pintu, pigura, serta buku-buku atau majalah. Malahan konon biola yang baik juga mengikuti hukum itu. Salah satu hukum The Golden Section menyebutkan memotong garis tertentu sehingga perbandingan potongan yang pendek dengan yang panjang sama dengan yang panjang dengan seluruh garis itu. Menurut hukum itu potongan garis yang dimaksud kurang lebih berbanding 2 : 3 sama dengan, 5 : 8 sama dengan 8 : 13, sama dengan, 13 : 21 dan seterusnya.

Ukuran a bah bangun di Bali dapat dipakai menentukan perbandingan antara, panjang, lebar dan tinggi ukuran kepala petulangan. Seperti kepala petulangan singa adalah: 3 :2 : 2. sedangkan ukuran kepala petulangan lembu: 2 : 1 : 1. Panjang dan tinggi petulangan dengan perbandingan: 1 : 1 yang disebut perbandingan yang sama (amrepatan). Ukuran perbandingan ini adalah ukuran yang dianggap paling ideal dan indah selama ini. Dengan mengikuti perbandingan itu disertai dengan cita rasa yang tinggi akan tercipta karya petulangan yang mengandung unsur keindahan bentuk dan proprsi yang sempurna yang bersumber pada keindahan alam. Keindahan ini rupanya masih dibayangi oleh keindahan klasik yang memandang bahwa nilai keindahan tertinggi ialah berbentuk sempurna, berproporsi sempurna, mulia dan tenang yang merupakan bentuk idealis dari bentuk manusia.

Ditinjau dari unsur hiasan petulangan, ukuran disesuaikan penempatannya dengan bentuk petulangannya. Unsur-unsur hiasan berfungsi untuk menambah keindahan dengan mengikuti kaedah-kaedah ornamen misalnya hiasan ditempatkan seserasi mungkin pada bagian-bagian tertentu sehingga dapat menambah keindahan dan memperkuat bentuk. Hiasan takep pala dan takep piah ditempatkan di antara badan dan paha, dapat memperkuat bentuk badan dan paha. Fungsi lain dari hiasan ialah menciptakan keseimbangan (balance) antara bagian-bagian yang sangat dominan pengaruhnya menjadi lebih serasi. Misalnya hiasan badong pada leher, hiasan takep jit (tutup pantat), kuer dan sebagainya. Hiasan badong yang digantungkan di leher, diperhatikan tingginya agar leher tetap baik kelihatan dan tidak tertutup semuanya. Demikian pula hiasan lainnya pemasangan harus memperhatikan ukuran, bidang yang dihiasi untuk memperoleh keseimbangan keharmonisan antara bidang dan hiasannya, sehingga pengaruh dominan atau kontrastik dapat diserasikan. Disamping keindahan bentuk proporsi anatomi dan hiasan keindahan warna, tekstur sangat menarik pula kesadaran keindahan kita. Hubungan antara warna kain pembalut petulangan dengan kertas emas yang sangat mengkilap menimbulkan kesan yang kontras. Kesan kontras warna dari kedua bahan itu dapat didamaikan atau dinetralisir dengan warna benang yang berfungsi sebagai pinggiran bentuk hiasan (pengampad), yang berada disampingnya. Benang yang dari bahan katun selain sebagai pinggiran ukiran, dipakai pada lingkaran mata. Benang dengan berbagai warna berdekatan, keharmonisan dapat dicapai dan kesan kontras dihindarkan. Lingkaran mata tampak membulat dengan pancaran yang terang dan tajam memberikan kesan lebih hidup pada petulangan. Hiasan tanduk pada petulangan lembu hanya dibalut dengan kertas emas yang diremas, dengan guratan yang melingkar-lingkar mirip dengan guratan tanduk sapi, menimbulkan tekstur terpecah, memancarkan sinar berkelip-kelip sebagai kilauan batu permata. Hiasan lain seperti rambut petulangan bentuk singa dari bahan alami yaitu dari akar pakis. Tampak berombak, warna hitam lembut alami tanpa ada tambahan bahat cat, berkesan menyatu dengan warna bok api dari kertas prasban (kertas emas), dengan warna pembalut petulangan dan dengan warna benang, menimbulkan warna yang serasi. Semua hiasan yang terdiri dari berbagai material, warna dan tekstur yang berbeda, setelah berada dalam bentuk petulangan, merupakan satu kesatuan yang harmonis, mengandung nilai estetitik dan artistik tersendiri yang menarik perhatian bagi masyarakat.

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...