Latar Belakang

Pusat Dokumentasi Seni LATA MAHOSADHI adalah unit pelaksana teknis Institusi Seni Indonesia Denpasar yang berfungsi untuk menunjang kegiatan akademik penelitian dan pengabdian masyarakat. Pusdok ini menangani koleksi perangkat keras cabang- cabang seni, guna memperluas dan memeperdalam pengetahuan civitas akademika dan masyarakat. Untuk melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut, ISI Denpasar mempunyai misi untuk menjadi pusat pengkajian seni budaya dan berperan untuk menggali, melestarikan serta mengembangkan seni budaya.

Dipandang dari sudut etimologi, LATA MAHOSADHI terdiri dari dua kata yaitu LATA yang berati tumbuh tumbuhan dan MAHOSADHI berarti obat mukjizat. Dengan demikian, LATA MAHOSADHI merupakan tumbuh tumbuhan sebagai obat penawar yang mukzijat. Nama tersebut diangkat dari epos Ramayana yang menggambarkan kasiat Lata Mahosadhi yang mampu menyembuhkan Laksamana dari ancaman kematian setelah tertusuk senjata Rahwana. Hanoman yang diperintahkan Rama untuk mencari tumbuhan obat tersebut merasa kebingungan untuk memilih diantara tumbuh tumbuhan lainnya. Maka untuk dapat menyelamatkan jiwa Laksamana, Hanoman memebawa sebuah gunung kehadapan Rama. Kemudian Rama memisahkan Mahosadhi dari tumbuh tumbuhan lainnya untuk dipakai menyembuhkan Laksamana. Arti filasafat dari kata Lata Mahosadhi ini memberikan makna bahwa kemujaraban pusat dokumentasi seni dalam beragam benda koleksi seni dapat menghilangkan kesusahan dan kejenuhan bagi pengunjung. Cerita tersebut divisualkan dalam sebuah relief batu padas yang berdiri di belakang pintu masuk pusat dokumentasi seni ini.

Gedung Lata Mahosadhi berdiri megah diatas tanah berukuran 4000 meter persegi yang dibangun dlam dua lantai oleh arsitek Ida Bagus Tugur, atas prakarsa ketua STSI, I Made Bandem. Sebagai pusat dokumentasi seni untuk menggelar berbagai ragam seni budaya bangsa, pada bagian depan bangunan dilengkapi dengan kanopi berbentuk bajera atau genta besar. Bangunan ini diresmikan oleh menteri pendidikan dan kebudayan, Prof. Dr. Wardiman Djoyonegoro pada tanggal 16 juni 1997. Lata Mahosadhi memiliki berbagai koleksi benda-benda seni yang meliputi beragam jenis gamelan, busana tari, topeng dan lukisan, sebagai kekhasan dari museum museum lainnya di Indonesia. Selain itu dibangun sebuah pura taksu, sebuah teather kecil untuk tujuan seminar, pemintasan film, video dan demonstrasi seni tari.

GAMELAN YANG TERPAJANG :

1. Gong kebyar : Termasuk gamelan golongan baru yang diciptakan oleh I gusti Nyoman Panji, sekitar tahun 1915 di daerah Bungkulan, Singaraja. Instrumen tersebut sebagai ciptaan baru dalam perkembangan musik Bali yang muncul di Bali Utara karena disana lebih terbuka terhadap pengaruh modern. Disebut gong kebyar karena semua instrumen dipukul serentak dalam satu waktu hingga menimbulkan suara yang keras dan kompak secara bersamaan, dengan laras pelog paca nad. Seorang tokoh kebyar di Jagaraya berhasil menciptakan tari kebyar legong yang kemudian disempurnakan menjadi tari Terunajaya. Sampai dewasa ini jenis gamelan gong kebyar yang paling banyak dijumpai hampir di setiap banjar, karena fungsinya yang multidimensional.

2. Gong Gede : termasuk gamelan golongan madya yang berfungsi untu mengiringi upacara Dewa Yadnya dan tari tarian upacara, seperti tari Baris, rejang dan lainnya. Instrumen ini memakai gangsa jongkok dengan laras pelod panca nada dan pada umumnya terdiri dari musik pukul yang dipukul secara lambat karena alat pukul dan instrumentnya lebih besar dari alat pukul gamelan lainnya. Sebagainya pengiring Dewa yadnya, masih aktif dijumpai di Batur dan Sulahan (Bangli), Sebatu, dan Tampaksiring (Gianyar).

3. Gamelan Semar Pegulingan : sebagai gamelan golongan madya, memiliki instrumen lebih kecil dari gong kebyar dan lebih manis karena dilengkapi dengan gender rambat, tidak memiliki reyong dang gangsa yang besar, serta memakai laras pelog 7 nada. Digunakan sebagai instrumentalia dan biasa dipakai mengiringi tarian legong. Gamelan yang kuno terdapat di Kamasan (Klungkung), Teges (Gianyar), Binoh dan Pagan (Denpasar).

4. Gamelan Pelegongan : dipakai khusus untuk mengiri tari legong dan diduga dikembangkan dari gamelan gambuh dan semar peguligan yang termasuk golongan madya. Gamelan ini menyerupai Semar pegulingan hanya tanpa terompong dan memakai laras pelog panca nada.

5. Gamelan Selonding : merupakan gamelan sacral yang tergolong tua yang berasal dari tenganan (Karangasem). Kata selonding diduga berasal dari kata salon dan ning yang berarti tempat suci. Gamelan ini dikeramatkan dan dipukul sewaktu waktu yang berhubungan dengan upacara tertentu di tenganan yang dapat berfungsi sebagai instrumentalia, mengiringi perang pandan dan teri rejang.

6. Gamelan Gambang : salah satu dari gamelan sakral di bali yang dipergunakan untuk kepentingan upacara, baik untuk upacara odalan atau dewa yadnya maupun untuk ngaben (Pitra Yadnya). Gamelan gambang dibuat dari bamboo yang bilahnya panjang panjang berlaras pelog. Terdiri dari empat buah instrumen gambang yang dimainkan dengan kedua tangan serta dua buah saron terbuat dari kerawang. Gambang masih dijumpai di tenganan, bebandem (Karangasem), Singapadu, Blahbatuh (Gianyar), Kerobokan, Sempidi (Badung) dan lainnya.

7. Gamelan Angklung : sebagai gamelan tergolong tua dipakai untuk mengiringi upacara kematian (Pitra Yadnya) yang memakai laras slendro. Dibeberapa daerah dipakai mengganti fungsi gong gede untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya. Angklung bamboo merupakan instrumen yang terkenal di jawa barat yang memakai nada diatonis. Gamelan angklung terdiri dari empat bilah dan sekaligus mempunyai empat nada. Di bali utara terdapat sejenis angklung yang memakai tujuh nada dan disebut tembang kirang. Selain untuk mengiringi upacara kematian,juga dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian upacara seperti Baris dan Rejang.

8. Gamelan Gandrung : gamelan yang dipakai untuk mengiringi tari gandrung, joged pingitan dan leko, terbuat dari bamboo yang berlaras pelog. Adapun barungannya terdiri dari dua buah rindik pengugal sebagai pemegang melodi, duah buah barangan, dua buah jegogan, dua buah jublag, dan dilengkapi dengan sebuah kemplung, kendang, cengceng, kajar dan gong komodong untuk finalis.

9. Gamelan Wayang : dikalsifikasikan ke dalam musik golongan tua yang terdiri dari dua sampai empat buah gender yang berlaras slendro, untuk mengiringi Wayang Kulit Parwa dan Wayang Lemah. Bila untuk mengiringi Wayang Kulit Ramayana dan Wayang Wong, gender gender itu ditambah dengan sepasang kendang, sebuah ceng-ceng, kajar, kelenang dan kempur.

Disamping jenis gamelan bali, terdapat pula pajangan beberapa gamelan dari daerah lain di Indonesia, seperti seperangkat gamelan jawa, Angklung Sunda, Rebana dari Lombok dan jawa timur serta talempong Sumatra.

Dilantai dua dilengkapi dengan berbagai jenis seni pertunjukan dalam bentuk patung peraga memakai busana tari legong, tari lepas, topeng dan gambuh. Juga terdapat Barong ket, Barong Landung, Barong Bangkal, Barong Macan serta tapel-tapel Wayang Wong.

Loading...