ISI Denpasar Akan Tampilkan “Evolusi Gamelan Bali” Dalam Festival Kesenian Indonesia (FKI) ke-6 di Jakarta

ISI Denpasar Akan Tampilkan “Evolusi Gamelan Bali” Dalam Festival Kesenian Indonesia (FKI) ke-6 di Jakarta

LIM_6776-copy Denpasar-Satu momentum penting akan kembali digelar oleh Badan Kerja Sama –  Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS-PTS) se-Indonesia pada tanggal 5 s.d. 24 Oktober  2009, yaitu Festival Kesenian Indonesia (FKI) ke-6 yang akan berlangsung di Institut  Kesenian Jakarta (IKJ). FKI ke-6 ini juga bertaraf internasional setelah kesuksesan pada  FKI ke -5 yang diselenggarakan di ISI Denpasar pada tahun 2007 yang pertama kali  menggelar FKI ke-5 bertaraf internasional. Tema yang diusung dalam FKI ke-6 adalah  “Exploring Root of Identity” yang menekankan pada suatu dialog inter-cultural dan cross  discipline untuk memperkaya pengalaman dan pemahaman peserta melalui kolaborasi  penciptaan seni, dialog kultural dan kerjasana serta upaya pewacanaan lainnya. Berbagai  kegiatan akan dilaksanakan diantaranya pertunjukan, pameran seni visual, festival film,  seminar, workshop, dan kegiatan untuk mahasiswa serta street festival.

ISI Denpasar yang 2 tahun lalu sebagai tuan rumah sudah memulai persiapan latihan yang diawali dengan upacara nuasen (28/08/2009). Menurut Ketua Jurusan Karawitan, I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn, upacara nuasen bertujuan agar segala kegiatan untuk persiapan FKI ke-6 ini dapat berjalan dengan lancar. Latihan pertama disaksikan oleh Rektor ISI Denpasar, Pembantu Rektor II, Pembantu Rektor IV, serta para dosen Karawitan ISI Denpasar. Dalam arahan Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., menyampaikan bahwa ISI Denpasar mendapat kehormatan untuk tampil dalam konser gamelan bersama dengan ISI Surakarta. Konser gamelan akan menjadi acara pertama yang secara resmi membuka rangkaian kegiatan FKI 6 2009. Konser ini diawali dengan pemutaran film pendek mengenai festival gamelan bersejarah yang terjadi di Vancouver, Kanada pada saat berlangsungnya World Expo 1986.

Sementara Pembantu Rektor II ISI Denpasar, I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum, menyampaikan bahwa ISI Denpasar akan menampilkan “Evolusi Gamelan Bali”, dimana dengan durasi 30 menit ISI Denpasar akan menyajikan 3 pase garapan, yaitu yang pertama pase alam yang akan menampilkan suling atau musik-musik perintis, pase kedua adalah spiritual/ klasik yang menampilkan Selonding dan Semarpagulingan, dan pada pase terakhir adalah pase hiburan yang diwakili oleh gamelan Gong Gede. I Gede Arya Sugiartha yang juga sebagai Pembina tabuh menambahkan salah satu tujuan FKI adalah untuk menunjukkan pencapaian puncak keberhasilan masing-masing perguruan tinggi seni, sehingga rombongan ISI Denpasar tentunya akan memberi suguhan yang baik guna menyukseskan acara FKI ke-6 ini.

Hal senada juga disampaikan Pembantu Rektor IV ISI Denpasar, I Wayan Suweca, S.SKar., M.Mus.. Pihaknya menyampaikan ISI Denpasar akan mengirimkan sekitar 55-60 orang dari dua Fakultas yaitu Fakultas Seni Pertunjukan dan Fakultas Seni Rupa dan Desain. Konser gamelan akan berlangsung tanggal 6 Oktober 2009 bertempat di Graha Bhakti Budaya, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. I Wayan Suweca menambahkan konser gamelan merupakan suatu pergelaran komposisi gamelan dari berbagai daerah nusantara, sehingga persiapan latihan selama sekitar satu bulanan ini diharapkan cukup melatih mahasiswa Karawitan semester lima untuk nantinya tampil maksimal.  Selain itu latihan ini sebagai persiapan dimana pada tanggal 6 September pihak panitia pusat akan meninjau kegiatan latihan, guna melihat sejauh mana perkembangan latihan dari ISI Denpasar.

Pembukaan Pameran Seni Rupa “MERDEKArt” Mahasiswa Seni Rupa Murni ISI Denpasar

Pembukaan Pameran Seni Rupa “MERDEKArt” Mahasiswa Seni Rupa Murni ISI Denpasar

IMG_6840 copy Denpasar-Malam minggu (29/8) di Museum Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi,  Renon-Denpasar tampak berbeda dari biasanya. Tampak banyak orang berkumpul dan  spanduk yang terbentang di depan monumen kebangaan masyarakat Denpasar ini.  Rupanya sedang digelar pembukaan pameran seni rupa murni oleh mahasiswa seni rupa  murni angkatan 2007 yang tergabung dalam kelompok “Prasasti”. Untuk tema yang dipilih  untuk pameran kali ini ialah “MERDEKArt” yang selain menyambut hari kemerdekaan  Republik Indonesia yang ke-64 juga menyiratkan kemerdekaan/kebebasan mereka    berekspresi dalam media seni rupa sesuai dengan disiplin ilmunya, ungkap Ketua Panitia  Pameran I Putu Gde Wahyu Pramartha.

Mahasiswa asal Tulikup-Gianyar juga menjelaskan bahwa untuk pameran kali ini dipamerkan karya seni rupa murni angkatan 2007 ISI Denpasar yang dinamakan kelompok “Prasasti” dengan perincian 5 orang dari Jurusan Patung  dengan karya patung 6 buah dan 11 Orang Jurusan Lukis dengan karya lukis 27 orang. Ini adalah pameran kali kedua dari kelompok Prasasti dimana pameran yang pertama telah dilakukan setahun yang lalu. Harapannya dengan dilaksanakannya pameran ini menurut Wahyu, adalah agar bisa eksis, menambah wawasan dan mengasah keilmuan dalam bidang seni rupa sehingga kedepannya direncanakan tiap tahun kelompok ini akan berpameran.

Penjabat Dekan FSRD ISI Denpasar Dra. Ni Made Rinu, MSi dalam sambutannya mengharapkan dalam pameran ini dapat membangun dialog seni serta dapat meningkatkan penghayatan dan apresiasi seni bagi seniman, pencinta seni, pengamat seni dan masyarakat pada umumnya. Pameran ini juga merupakan penjelajahan mahasiswa dalam mengembangkan bakat ilmiah yang kemudian berproses maju, dan berkelanjutan. Proses penempaan diri ini dilakukan melalui penempaan di bangku kuliah yang hasilnya diharapkan dapat melahirkan pengkaji seni, praktisi seni yang professional mandiri, berkepribadian dan secara holistik mampu menunjukkan jati dirin melalui hasil karya seninya. Kepala UPT Museum Perjuangan Rakyat Bali yang pada kesempatan ini diwakilkan oleh Kepala Bimas, mengungkapkan bahwa kegiatan berpameran memang wajib dilakukan oleh seniman akademis dalam konteks untuk melestarikan seni budaya kita. Apalagi pada saat sekarang dimana kegiatan klaim-mengklaim karya seni menjadi isu yang mengglobal, jadi menjadi tugas senimanlah untuk terus aktif berkarya untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya warisan leluhur. Kepala Bimas MPRB juga mengungkapkan bahwa ISI Denpasar merupakan institusi yang paling sering menggunakan fasilitas MPRB sehingga kedepannya  diharapkan agar lebih ditingkatkan lagi, sesuai dengan makna tujuan pembangunan gedung yaitu mengingatkan bagaimana perjuangan rakyat Bali dalam memperoleh kemerdekaan. Nah sebagai generasi penerus kita harus terus berjuang sesuai dengan bidang ilmu kita masing-masing untuk membangun negara dan bangsa yang sangat kita cintai ini.

Rektor ISI Denpasar yang pada kesempatan ini diwakilkan oleh Pj. Pembantu Rektor III Drs. I Made Subrata, MSi menjelaskan bahwa kegiatan berpameran ini merupakan salah satu contoh pendidikan soft skill diluar ilmu yang didapat di bangku kuliah. Soft skill merupakan pengetahuan tambahan yang bersifat kewirausahaan. Dimana mahasiswa sebagai calon seniman tidak hanya bisa berkarya saja, namun belajar untuk memanage  sebuah event, mempromosikan karya dll. Ini merupakan bekal untuk mahasiswa kedepannya, agar tidak hanya mencari pekerjaan namun dapat menciptakan lapangan kerja sendiri. Juga pentingnya seorang seniman untuk memahami pengetahuan HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) sebagai payung hukum atas karya-karyanya sehingga menjamin kesejahteraannya nanti

Materi Mata Kuliah: Apresiasi Seni Oleh Arya Sugiartha

Materi Mata Kuliah: Apresiasi Seni 2008, Oleh: Arya Sugiartha,

Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar

Istilah “seni” yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris art, sebenarnya usianya masih sangat muda (istilahnya). Ditinjau dari segi etimologi, istilah ini masih sulit untuk dijelaskan.

Sebelum abad ke-15 istilah seni digunakan untuk menyebutkan apa saja yang punya peraturan. Ada istilah Seni berperang, seni memasak, seni bercinta, dokter yang belum praktek namanya Semi Art.

Perkembangan selanjutnya istilah art diklaim oleh seni rupa. Art hanya digunakan dalam bidang seni rupa, hal itu dapat dilihat dari buku-buku art semuanya tentang seni rupa, demikian juga Art Departement pada perguruan tinggi di Barat yang dikelola hanya seni rupa. Hal itu disebabkan karena daerah jelajah seni lainnya semua sudah punya nama seperti misalnya music, dance, theatre, drama dan sebagainya..

Ada yang menyebutkan istilah Seni berasal dari kata ”sani” dalam bahasa sansakerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan, atau pencarian dengan hormat dan jujur. Ada juga yang menyebutkan istilah seni berasal dari bahasa Belanda ”genie” yang artinya jenius.

Istilah ”seniman” merupakan istilah yang baru populer di masyarakat kita. Soalnya pekerjaan ini dahulu belum merupakan suatu profesi, yaitu spesialisasi yang dikerjakan oleh dalam sebagian besar masa hidupnya.

Definisi yang paling bersahaja menyebutkan bahwa, Seni adalah keindahan yang dibuat oleh manusia.

Everyman Encyclopedia menyebutkan bahwa, Seni adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh orang bukan atas dorongan kebutuhan pokoknya, melainkan adalah apa saja yang dilakukannya semata-mata karena kehendak akan kemewahan, kenikmatan, ataupun karena dorongan kebutuhan spiritual.

Perkataan “apresiasi”berasal dari kata asing “appreciatie”(Belanda),” appreciation”(Inggris), dan menurut kamus-kamus inggris ,”to apreciate” yaitu bentuk kata kerjanya, berarti: to judge the value of; understand or enjoy fully in the right way (Oxford); to estimate the quality of; to estimate rightly; to be sensitively aware of (Webster); dan masih ada yang menambahnya dengan …to be sensitive to the aesthetic value of.

Materi mata kuliah apresiasi seni

The Distortion of Imaginary Shapes to Achieve Harmony By Bendhi Yudha

The Distortion of Imaginary Shapes to Achieve Harmony By Bendhi Yudha

Abstrack

Bhendi Yudha dan Lukisannya

Bhendi Yudha dan Lukisannya

Art is an expression of feeling and soul. It is the crystallization of an idea that derives from imaginative soul experience through observation, deep thinking on the phenomena of social environment. Then, through intellectual ability and internal or external motivation raises an intuitive vibration that stimulates inner emotion to be artistically expressed through the language of visual art work.

For Balinese, rerajahan is one of literature works which has a value and symbolic meaning of the all life aspects both on macro and micro cosmos. It is also depicting the energy that is a symbol of gods and evil character. These all are the reflection of dualistic.  These concepts which are overlapping and interdependent to each other must be kept appropriately in order to maintain the harmony.

The concept of harmony that exists in rerajahan seems neglected or even left behind when we compare with the phenomena life in society. This can be seen on the inappropriate acts either to the nature or human life. As we know, an exploitation of natural resources, the inappropriate authority acts of particular parties or people, gender, discrimination on law and human rights, and inappropriate acts of state administration.

These phenomena generally make the increase of ecological crisis and the degradation of human moral or get the level of social poverty even worse.  At present, these inappropriate acts are getting out of control because the spread takes place both on the low and elite levels.  So, these are very complex phenomena just like a messy thread that needs to be solved holistically. The comprehension of all the above values have brought some ideas regarding on the life meanings in which  its philosophical concepts in an abstract way astatically  are implemented into the painting art work by combining both the representative and abstractive concepts.  It is also implemented in term of applying varied line, color, and textures. It is hope that impasto technique can represent certain symbol and meaning in order to give the value of the authenticity of the art work which has an artistic personal values and novelty.

Key word : Painting art work, distortion of imaginary shape and harmony

Download click here

The Function Of Water (Tirtha) In Balinese Hindu Rituals By Ida Ayu Made Puspani and Ni Wayan Sukarini

The Function Of Water (Tirtha) In Balinese Hindu Rituals

By

Ida Ayu Made Puspani and Ni Wayan Sukarini

e-mail:[email protected]/[email protected]

Waters in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion

3rd SSEASR Conference, Bali Island, Indonesia

June 3-6, 2009

I. INTRODUCTION

The Balinese belief and worship of Hindu Dharma in Bali governs all the activities of the daily life of the Balinese. The three basic fundamentals of Hindu Dharma are Yadnya (rituals), Tattwa (philosophy) and Susila (moral behaviour), which are interacted to form Balinese culture.

Hindu religion is originated from India. The practice of the Philosophy in the Balinese Hindu in Bali is almost similar to the practice of Hindu in India whereas in Balinese Hindu is more  attached to the local culture. Basic practice of rituals are based on the Vedas (Holy Manuscript) and the philosophy of Yadnya (rituals ) are also referring to it. There are  five types of Yadnya

( means holy sacrifice with a pure heart)  in Balinese Hindu: 1)Dewa Yadnya: to the Gods and Goddesses as manifestations of the Supreme Being. 2)Pitra Yadnya: to the ancestors who give the people guidance in life and gave them the opportunity to be born. 3) Manusa Yadnya: to protect our lives and those of future generations 4)Rsi Yadnya: to the priests who guide us all on our spiritual journey. 5) Bhuta Yadnya: to any other beings (visible and invisible) to ensure that there will be harmony and unity in nature.

In Hindu believers there are important elements of nature to be considered as the guideline of rituals in retaining the harmonious living of the human being (Nair,2009). Those elements comprise of: earth, water, fire, air, and ether or sky ( which are called as panchamahabhuta).  Among the five elements water is represented by a circle symbolises fullness based on the graphical depiction of panchamahabhuta. Primarily water is the building block of life and all the living beings are at the mercy of God, for the water.

In India as well as in Bali water has been an object of worship from time immemorial, which signifies the non-manifested substratum from which all manifestation arise. This leads the practice of utilizing water as the purification of all rituals. In conducting every religious rite, the presence of holy water is the most important part of all Balinese ceremonies (Agastia, 2007). Holy water accompanies every act of Balinese-Hindu worship from individual devotion at household shrine to island-wide ceremonies.

Download click here

Loading...