Pengumuman CPNS ISI Denpasar 2009 Final

Pengumuman CPNS ISI Denpasar 2009 Final

Tutwuri Handayani

Tutwuri Handayani

Berdasarkan Surat Kepala Biro Kepegawaian Depdiknas Nomor: 7771/A4/KP/2009 tanggal 11 Nopember 2009 perihal  Pengumuman  PNS Tahun 2009, bersama ini kami umumkan daftar nama pelamar CPNS Institut Seni Indonesia Denpasar Tahun 2009 yang dinyatakan lulus (terlampir).  Peserta yang dinyatakan lulus agar segera menghubungi Sub Bagian Kepegawaian sej ak tanggal ditetapkan. Demikian untuk maklum.

Pengumuman Rektor

Daftar peserta yang dinyatakan lulus

Perayaan Tumpek Krulut di ISI Denpasar,  Pemujaan Seni Menuju Harmonisasi Alam

Perayaan Tumpek Krulut di ISI Denpasar, Pemujaan Seni Menuju Harmonisasi Alam

Tumpek klurut

Tumpek klurut

Denpasar- Sebagai sujud syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa,  dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara atas terciptanya suara-suara suci/tabuh dalam keindahan dan seni, maka pada hari Sabtu, kliwon, wuku Krulut (28 November 2009), ISI Denpasar mengadakan upacara persembahyangan bersama yang berlangsung setiap 6 bulan sekali. Dalam masyarakat, ‘tetabuhan’ sangat identik dengan “Gong”, bukan dengan istilah ‘gamelan’. Oleh karena itu pada hari ini juga sering disebut dengan Odalan Gong. Tujuannya adalah agar perangkat suara untuk kelengkapan upacara tersebut memiliki suara yang indah dan “taksu”. Dari alunan nada tersebut akan melahirkan gerak-gerak nan indah sebagai unsur seni. Dari keindahan itu, seni menjadi hiburan yang bertujuan untuk menyeimbangkan hidup.

Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., yang hadir disela-sela upacara mengungkapkan bahwa upacara Tumpek Krulut ini penting dilaksanakan, selain sebagai bentuk syukur juga untuk menyatukan hati dengan keindahan, sehingga kedamaian dunia lewat seni dapat terwujud. Perayaan ini sebagai revitalisasi spirit Tumpek Krulut.Pemahaman Tumpek Krulut adalah mendalapi spirit tetabuhan sehingga melahirkan kekuatan dan keteduhan. Nada dan bunyi memiliki kekuatan spiritual, dan alunan nada-nada merupakan proses menuju harmonisasi alam. Guna mewujudkan hal tersebut diperlukan perenungan dan menghaturkan syukur kepada Tuhan dalam menifestasinya sebagai Siwa.

Dengan menyatunya gamelan/ tari dan seniman itu sendiri, maka sebuah hasil karya seni yang luar biasa diharapkan terus lahir di kampus ISI Denpasar, sebagai kampus pencetak seniman akademik.

Humas ISI Denpasar Melaporkan

Dari Gladi Kotor Garapan Ekperimental Tari Baris dan Lawung “Kebo Iwa”,  Mampu Tingkatkan Intergrasi Bangsa

Dari Gladi Kotor Garapan Ekperimental Tari Baris dan Lawung “Kebo Iwa”, Mampu Tingkatkan Intergrasi Bangsa

IMG_4402Denpasar– Guna lebih memantapkan hasil pementasan garapan eksperimental Tari Baris dan Tari Lawung dengan judul “Kebo Iwa”, tadi pagi (29/11/2009) digelar gladi kotor yang bertempat di Panggung Terbuka Nertya Mandala ISI Denpasar. Garapan yang mempertemukan dua tradisi tari klasik dari dua budaya yang berbeda yaitu Bali dan Jawa ini berdurasi sekitar 1 jam, dengan melibatkan 18 orang Penata Tari,  14 orang Penata Kostum,    12 orang Penata Karawitan dan didukung oleh  sekitar ratusan orang seniman tari dan seniman tabuh. Penciptaan kolaborasi tari yang berjudul “Oratorium Tari Kebo Iwa Sebuah Eksperimen Tari” lebih menekankan pada garapan gerak tari, dan dibalut dengan cerita Kebo Iwa yang mengandung nilai keberagaman dan kesatuan untuk menjalin persatuan dan integrasi bangsa.

Proses garapan ini diawali dengan eksplorasi, improvisasi, forming, selanjutnya melakukan penuangan gerak melalui latihan sektoral tari dan latihan sektoral karawitan secara mandiri. Setelah terwujud baru selanjutnya diadakan latihan gabungan, disesuaikan dengan gerak atau tema yang diangkat. Setelah sesuai dengan ide garapan, dilanjutkan dengan gladi kotor dan gladi bersih. Sebagai puncaknya dilakukan Pementasan dan Perekaman Audio/Visual, kemudian hasilnya ditransfer ke dalam VCD/DVD sebagai wujud pelaksanaan Program Hibah Kompetisi B- Seni jurusan Seni Tari. Hibah Penciptaan ini diharapkan sebagai dokumentasi seni pertunjukan Nusantara bagi jurusan Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar sebagai Pusat Dokumentasi Seni Pertunjukan Indonesia.

Prof. Dibya sebagai Penata Artistik Garapan Oratorium Kebo Iwa

Prof. Dibya sebagai Penata Artistik Garapan Oratorium Kebo Iwa

Garapan yang akan dipentaskan pada 1 Desember 2009 nanti, merupakan Model Sosialisasi multimedia melalui penciptaan karya seni tari. Membuat karya seni kolaborasi berdasarkan seni tradisi nusantara untuk tujuan peningkatan integrasi bangsa. Menurut Penata Artistik Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST.MA, dalam karya ini akan digarap kolaborasi seni tari Jawa dan Bali dengan gerak-gerak tari lawung dan tari Baris yang akan dipadukan untuk mendapatkan sebuah gerakan kreasi baru atau model baru. Keduanya merupakan tari kepahlawanan yang menggunakan senjata tombak. Garapan ini merupakan sebuah eksperimen untuk mempertemukan tari Baris dengan tari Lawung. Dalam dance and drama disebutkan bahwa eksperimen menunjukkan kedekatan antara tari Baris dengan tari Lawung.

Garapan ini dilatar belakangi dengan dua wilayah budaya yang berbeda (Jawa dan Bali), namun sejak berabad-abad yang lalu, telah memiliki interaksi kultural yang sangat akrab. Oleh sebab itu banyak perwujudan ekspresi budaya yang datang dari kedua daerah ini memiliki kedekatan walaupun secara fisik Nampak berbeda. Baris dan Lawung adalah dua jenis tari klasik/ tradisional dengan latar belakang budaya yang berbeda; Baris dari Bali, Lawung dari Jawa Tengah. Dibalik perbedaan wujud fisik dari keduanya, terdapat beberapa kedekatan rasa estetis yang kiranya dapat dipertemukan untuk menghasilkan suatu garapan tari yang bernafaskan Jawa-Bali sebagai satu strategi untuk melahirkan tari-tarian yang bernafaskan Nusantara.

Ekperimen tari “Baris Lawung” pada dasarnya sebuah upaya kreatif untuk mempertemukan unsur-unsur dua budaya Indonesia yang berbeda. Garapan ini lebih mengutamakan olah tari, dengan mengedepankan bahasa gerak, dari pada bahasa verbal. Oleh sebab, kisah Kebo Iwa hanya dijadikan “tali” untuk menjalin rangkaian tari yang dihasilkan dari pengolahan kembali terhadap untus-unsur tari Baris dan Lawung.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Selamat Datang di LP2M ISI Denpasar

Kepala Pengabdian pada Masyarakat memberi pengarahan pada MC

Perkembangan dunia seni dewasa ini sudah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu karena didukung oleh perkembangan teknologi tinggi. Seseorang tidak lagi hanya bertumpu pada kemampuan manual untuk berkarya seni, namun telah ditawarkan dalam berbagai pilihan teknologi yang dapat membantunya. Seni selalu eksis mengikuti perkembangan tersebut. Ke depan, Indonesia sebagai negara berkembang, sumberdaya alam yang dimiliki akan disubstitusikan dengan bahan-bahan yang terdapat di negara maju. Oleh karena itu mayarakat, bangsa dan negara Indonesia di­tuntut untuk lebih mandiri dan lebih mampu bersaing, baik secara regional maupun internasional, dengan kekuatan dan kemampuannya sendiri. Seni adalah salah satu sumber daya yang mampu memenangkan persaingan tersebut, jika dikelola dan dikembangkan dengan baik.
Mengacu pada kondisi tersebut, maka perlu disadari pentingnya pe­ran seni  dalam pembangunan nasional, karena seni merupakan salah satu factor penting dalam proses pem­bangunan bangsa di masa yang akan datang. Riset merupakan kegiatan utama untuk menghasilkan dan mengembangkan seni. Secara umum kegiatan penelitian dan penciptaanyang dilakukan di perguruan tinggi, khususnya di Institut Seni Indonesia Denpasar diarahkan untuk menjalankan fungsi pengembangan institusi. Termasuk di dalamnya adalah peningkatan kuali­tas peneliti, menciptakan inovasi dan pengembangan seni di institusi dan masyarakat.
Agar penelitian dan penciptaanyang dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang diinginkan, diperlukan suatu pedoman pelaksanaan yang dapat digunakan oleh semua unsur dalam mengajukan proposal dan pelaksanaannya dilapangan.

CALONARANG MASIH MENYIHIR MASYARAKAT BALI

CALONARANG MASIH MENYIHIR MASYARAKAT BALI

Copy (2) of DSC05838Dulu, teater Calonarang lazimnya mengerang di halaman luar Pura Dalem dalam sebuah ritual keagamaan. Kini, drama tari ini juga tampil garang di ruang-ruang pribadi keluarga lewat tayangan televisi. Penampilannya dalam konteks ritual keagamaan disangga oleh suasana yang komunal religius, sedangkan ketika tersaji dalam layar profan televisi, seni pertunjukan Calonarang mensejajarkan dirinya dengan sinetron, reality show, konser musik dan program hiburan lainnya, yang, tentu saja disimak pemirsa dalam suasana rumahan, santai dan tak formal.

Bali TV adalah salah satu stasiun televisi yang sejak berdiri hingga kini sering menayangkan teater Calonarang. Biasanya Calonarang yang disuguhkan oleh televisi swasta pertama yang bersiaran di Bali itu diangkat dari pementasan-pementasan di tengah masyarakat. Kamis (17/9) malam lalu misalnya, lewat program Lila Cita-nya, disuguhkan Calonarang yang direkam di Pameregan Pemecutan, Denpasar. Seperti halnya dalam pagelaran Calonarang di jaba pura Dalem pada sebagian besar desa-desa di Bali, tayangan drama tari Calonarang dalam layar kaca itu cukup mendapat perhatian besar penonton bila dibandingkan dengan sajian seni pentas tradisional Bali yang lainnya.

Perhatian masyarakat menyaksikan Calonarang di televisi dengan menonton pertunjukan langsung di tengah masyarakat berbanding sejajar. Seni pentas yang tak begitu sering digelar ini senantiasa disaksikan masyarakat dengan penuh perhatian, bila perlu hingga menjelang pagi. Tradisi mementaskan drama tari Calonarang serangkaian dengan odalan di Pura Dalem Gede Desa Sukawati, Gianyar, misalnya telah sejak dulu menjadi pagelaran seni yang ditunggu-tunggu masyarakat. Mungkin karena apresiasi masyarakat yang besar itu yang menyebabkan teater ini lestari di desa Sukawati dan di tengah masyarakat Bali pada umumnya.

Teater Calonarang diduga muncul pada tahun 1825 pada zaman kejayaaan dinasti kerajaan Klungkung.  Lakonnya bersumber dari cerita semi sejarah dengan seting kejadian pada  abad XI, zaman pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Dalam wujudnya sebagai seni pertunjukan Bali, disamping tetap mengacu kepada sastra sumbernya, terjadi pula mengembangan dan penyimpangan. Misalnya muncul tokoh penting yang disebut Rangda yang merupakan siluman Calonarang dalam wujud yang menakutkan. Padahal yang dimaksud rangda dalam sastra sumber adalah janda—Calonarang adalah seorang janda sakti dari Dirah.

Sudah lazim dalam konsep kreativitas seniman Bali yang menjadikan sastra  sumber sebagai  bingkai  intrinsik saja.  Implementasi dan transformasi tata  pentasnya  dicangkokkan  dengan pola-pola,  idiom-idiom, atau kebiasaan-kebiasaan  yang  berlaku dalam   seni pertunjukan tradisional Bali. Namun dalam teater Calonarang, yang selalu bahkan harus ditonjolkan, adalah  sub-tema sihirnya yang disebut leak tadi.

Adalah Antonin Artaud, seorang dramawan terkemuka Prancis, sempat sangat terpesona dengan drama tari Calonarang.  Ceritanya pada tahun 1931,  Artaud dan para pekerja seni pertunjukan di Eropa sempat digemparkan pementasan Calonarang oleh para seniman Bali yang dipimpin oleh Cokorda Gede Raka Sukawati di arena Paris Colonial Exhibition. Karya Artaud seperti No More Master Sieces dan The Theatre and Plague dikenal kental bernuansa drama tari Calonarang. Seorang koreografer terkenal Indonesia, Sardono W. Kusumo, juga pernah menggarap drama tari Calonarang  dengan tajuk Dongeng dari Dirah.

Kajian ilmiah menyangkut teater Calonarang juga cukup banyak, baik hasil penelitian para sarjana asing maupun Indonesia sendiri.  Beryl de Zoete & Walter Spies dalam bukunya Dance and Drama in Bali (1931), Urs Ramseyer dalam The Art and Culture of Bali (1977), Soedarsono dalam Jawa dan Bali, Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia (1972), I Made Bandem & Fredrik deBoer dengan Kaja and Kelod Balinese Dance in Transition (1981), dan lain-lainnya mengupas dan menempatkan drama tari Calonarang sebagai the drama of magic.

Sub tema sihir memang selalu ditonjolkan dalam teater Calonarang.  Di tengah arena panggung ditancapkan gedang renteng di depan sebuah tingga. Gedang renteng adalah sejenis pepaya yang buahnya bertangkai panjang—asosiasi buah dada menggelayut nenek sihir Calonarang. Dibawah pohon itulah Calonarang dalam wujud Rangda mengangkang dan menjerit-jerit memamerkan kesaktiannya. Sedangkan tingga adalah sejenis rumah panggung yang dibuat agak tinggi di sisi arena yang merupakan simbol sarang si janda Dirah. Di rumah panggung inilah Pandung, patih andalan Raja Airlangga, bergumul menancapkan kerisnya bertubi-tubi ke tubuh Calonarang yang trance yang membuat penonton tampak tegang.

Adegan yang membuat penonton bergidik adalah saat mengisahkan akibat teror ilmu hitam Calonarang pada rakyat Airlangga. Di tengah panggung ditampilkan adegan madusang-dusangan (memandikan  mayat). Orang yang  jadi   mayat-mayatan dimandikan dan diupacarai lengkap dengan sesajennya seperti orang mati sesungguhnya  di  Bali.  Sementara madusang-dusangan ini berlangsung, muncul gangguan leak, makhluk jadi-jadian para anak buah Calonarang. Adegan yang menyeramkan ini mengkili-kili nyali penonton.

Pertunjukan teater Calonarang di televisi tentu saja tidak memberi efek menyeramkan bila dibandingkan dengan atmosfer pementasan dalam konteks yang sesungguhnya. Tetapi karena muatan subyektifitas masyarakat Bali tentang nilai-nilai religius dan ketakutan pada dunia mistik begitu kental ditransformasikan dalam teater ini, membuat penonton televisi seperti hanyut secara emosional. Bisa jadi karena kuatnya subyektifitas itulah menyebabkan presentasi artistik dan representasi kultural teater Calonarang dalam pagelaran langsungnya di tengah komunalitas masyarakat Bali, selalu mampu menyihir penonton.

Kadek Suartaya

Loading...