Mahasiswa FSRD mengikuti Promosi Seni Budaya di Belanda

Mahasiswa FSRD mengikuti Promosi Seni Budaya di Belanda

Kiriman Hery Budiyana, Staf FSRD ISI Denpasar

Kegiatan Promosi Seni Budaya di Belanda yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag, Belanda merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mempererat hubungan seniman muda Indonesia dan Belanda dengan membina dan memperkenalkan hasil karya seniman muda berbakat Indonesia kepada masyarakat Belanda, adapun kegiatan tersebut melingkupi: pameran di pasar malam, melukis dibawah bimbingan 2 pelukis Belanda, bertemu dan berdiskusi dengan seniman Belanda, mengikuti kursus/kuliah seni, mengunjungi galeri/museum seni di Belanda, mengajar di sekolah Indonesia-Belanda, serta mengadakan pameran.

Setelah menyelesaikan Promosi Seni Budaya di Belanda yang berlangsung dari tanggal 29 maret hingga tanggal 6 juni 2011 di Negara Belanda, salah satu mahasiswa yang terpilih untuk mewakili kegiatan ini adalah Dewa Ayu Eka Savitri Sastrawan yang merupakan mahasiswa Seni Rupa Murni minat Lukis, kembali ke kampus ISI Denpasar dengan diterima oleh Dekan Fakultas Seni Rupa dan Design dan Pembantu Dekan I, II, dan III. Dalam kesempatan ini Savitri begitu biasanya ia disapa menceritakan pengalamannya selama di Belanda dan menjelaskan usaha-usaha yang telah ia lakukan untuk mempromosikan budaya dengan mengikuti keseluruhan kegiatan itu,  Selama disini saya akhirnya memutuskan untuk terjun ke simbolisme, spiritualitas dan tradisi di dalam bentuk abstrak. Abstrak sendiri disini tidak berarti memusingkan penikmatnya namun dengan membentur elemen serta subjek tertentu maka sesuatu akan ditemukan dan kadang tidak disadarkan bahwa itu lebih membuka mata kita akan realitas. Kemudian dalam kolaborasinya dengan dua seniman di Belanda Savitri telah bereksperimen dengan cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan karya-karyanya, dia berusaha memadukan elemen-elemen dan cerita Wayang Kamasan Bali yang memiliki makna yang simbolik terutama dari karakter yang merepresentasikan karakter manusia sendiri yang kadang tak pernah kita ketahui. Dan hal Inilah yang menjadi inspirasi utamanya selama berkarya di residensi ini.

Ibu Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain pun menyampaikan kegembiraannya karena Savitri telah menuntaskan program ini dengan baik serta berharap kedepannya untuk membagi pengalaman-pengalaman berharga yang didapat selama disana kepada teman-teman di jurusannya. Tak lupa juga beliau menambahkan untuk selalu menjaga nama baik institusi dimanapun berada.

Nilai  Estetik Dari Patung Tradisi

Nilai Estetik Dari Patung Tradisi

Kiriman: Gede Martana Eka Saputra, Mahasiswa PS. Kriya Seni ISI Denpasar.

Kita tahu bahwa patung tradisi bali sangat unik dan menarik untuk dijadikan sumber artikel yang akan dibuat ini, karna pada patung ini tersimpan berbagai pertanyaan dari yang menikmatinya. Di desa Seraya Singapadu terkenal dengan kerajinan yang terbuat dari batu atau pun  dari paras. Patung-patung tradisi ini banyak kita jumpai didaerah Seraya Singapadu, patung-patung ini banyak dijual dipingiran jalan daerah Seraya Singapadu. Patung patung yang dibuat banyak mengambil bentuk bentuk tradisi bali pada umumnya, ukurannya juga bervariasi. Di kios Ibu Jiwi di Jalan Seraya Singapadu.

Selain itu ada beberapa nilai estetik yang dapat diambil dari bentu patung tradisi ini yaitu berupa awalan dari patung ini dari bentuk kisah pewayangan punakawan yang terkenal Di tengah relief dan topografi pulau Bali. Dimasa lalu patung dijadikan sebagai berhala, simbol Tuhan atau Dewa yang disembah. Tapi seiring dengan makin rasionalnya cara berfikir manusia, maka patung tidak lagi dijadikan berhala melainkan hanya sebagai karya seni yang memiliki daya tarik bagi peminatnya terutama patung tradisi ini. Fenomena pemberhalaan patung ini terjadi pada agama-agama atau kepercayaan-kepercayaan yang politheisme seperti terjadi di Arab sebelum munculnya agama samawi. Lihat juga arca. Mungkin juga dalam Hindu kuno di India dan Nusantara, dalam agama Buddha di Asia, Konghucu, kepercayaan bangsa Mesir kuno dan bangsa Yunani kuno. Hal ini membuktikan bahwa patung tradisi memiliki nilai estetik dalam perkembangan jaman, Budaya mematung di Bali sudah ada sejak zaman primitif, jauh sebelum kedatangan para pendeta India yang membawa agama Hindu masuk ke Bali pada abad pertama Masehi. Dahulu, penduduk asli Bali menganut agama politeisme yang memuja banyak dewa, dan mereka biasa mengukir patung untuk pemujaan. Ketika agama Hindu datang ke Bali, maka budaya ukiran dan patung semakin berkembang pesat. Di Bali, hingga kini, dapat kita temui patung dan ukiran di segala tempat: mulai dari patung penjaga rumah, altar pemujaan, elemen ukiran di setiap sudut rumah, hingga gambar epik Ramayana atau Mahabharata.

Dalam perkembangannya patung tradisi masih tetap mejadi simbol dalam perwujudanya sebagai bentuk yang memiliki sisi baik dan sisi jelek, hal ini dituangkn dalam bentuk patung baik besar maupun yang kecil, patung tradisi ini menjadi wadah dalam seni dibali. Tapi akhir-akhir ini peminat seni dalam bentuk tradisi sudah mulai menurun, hal ini membuat tradisi menjadi bergser ke modern. Hal ini menjadi persoalan yang perlu kita cari solusi agar anak-anak dan remaja cinta akan tradisi yang yang sudah diturunkan oleh nenek moyang kita, banyak diatara mereka yang lebih suka dengan patung yang bentuknya lebih modern karna dalam pembuatanya mengunakan bentuk simple dan sesuai apa yang dipikirkan pembuatnya. Sedangkan patung tradisi terkesan lebih susah untuk dipelajari karna masih mengguanakan pakem-pakem tradisi terdahulu. Ada seniman yang mencoba tetap bertahan menggumuli tradisi leluhurnya, namun tidak sedikit pula seniman yang terpaksa alih profesi. Jika kondisi ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan seni patung tradisi Bali nan adiluhung itu tinggal kenangan manis semata. Sebelum “kematian” permanen itu tiba, pemerintah wajib melakukan langkah-langkah penyelamatan. Upaya penyelamatan yang tidak hanya memberikan penyuluhan tapi memberikan bantun dana swayada dalam pembelian sarana dan prasarana dalam pembutan patung tradisi di daerah-daerah penghasil seni patung tradisi. Namun, yang terpenting lagi adalah bagaimana menjaga  dan mempertahankan tradisi yang ada.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan dan perkembangan seni kerajinan patung tradisi di daerah Seraya Singapadu, dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung sebagai penyangga kebudayaan, seperti adanya lembaga adat, institusi pemerintah maupun lembaga kesenian lainnya, yang masing-masing mengambil peran sesuai bidangnya. Demikian juga  terjalinnya hubungan yang baik antara perajin-perajin patung dan lingkungan masyarakat, adanya waktu untuk bekerja, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh komunitas perajin patung, juga turut mendukung terhadap perkembangan dan perubahan seni patung tradisi yang ada. Dengan demikian eksistensi seni patung tradisi di daerah Seraya Singapadu di tengah masyarakat pendukungnya sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman. Sesuai amatan dilapangan faktor yang memengaruhi terjadinya perkembangan seni patung tradisi di daerah Seraya Singapadu di pengaruhi oleh dua faktor yakni faktor ekstenal dan faktor internal. Dari eksternal adalah kostituen lingkungan dan dukungan masyarakat, sedang dari isternal adalah motivasi masyarakat perajin dan penguasaan keterampilan. Sedampak terhadap masyarakat ternyata berdapak negatif terhadap aktivitas sosial dan berdampak postif  terhadap meningkatnya perekonomian masyarakat. Perkembangan Seni Kerajinan patung tradisi  didaerah Seraya Singapadu ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan seni kerajinan patung tradisi didaerah Seraya Singapadu , meliputi: perubahan dan perkembangan bentuk serta fungsi produk, juga mengenai faktor yang mempengaruhi perubahan dan perkembangannya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan multidisiplin, yakni pendekatan sosiologis, dan estetik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kwalitatif, dengan analisis deskriptif analitik. Sample ditetapkan berdasarkan teknik purposive sampling, data dikumpulkan melalui studi pustaka, observasi dan wawancara. Data tersebut kemudian diidentifikasi, klasifikasi, seleksi,  selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi sesuai teks dan konteksnya.

Dari adanya faktor internal dan eksternal inilah perlu adanya sosialisasi yang menyeluruh kepada perajin-perajin muda di bekali keterapilan khusus mengenai patung tradisi yang ada, untuk menujang seni tradisi yang ada, karna pada patung tradisi ini memiliki nilai estetik yang menarik untuk dijadikan bahan untuk membuat sebuah artikel karna banyak sekali nilai estetika dalam pembutan, bentuk dan karakteristik yang menarik untuk diamati. Dalam pembuatan dan bentuknya, patung tradisi memiliki aturan-aturan yang disebut pakem pada pembuatanya, patung tradisi ini dibuat dan bentuk dari cerita pewayangan, dewa-dewi maupun raksasa dan hal ini menjadikan bentuk patung tradisi sebagai simbol dalam tradisi dibali. Dalam karakternya patung tradisi menojolkan sifat-sifat baik dan buruk dari karakter patung yang dibuat, karaker ini sesuai dengan pengambaran bentuk situasi dalam keadaan suatu kejadian.

Peran serta masyarakat dan pemerintah juga membantu dalam pengembangan patung tradisi yang sudah mulai bersaing dengan patung modern, dengn peran serta dan partisipasi masyarakat dan pemerintah dapat meningkatkan nilai estetik dari patung tradisi yang hampir hilang akibat persaingan yang begitu besarnya dalam bidang seni. Dari nilai estetik dalam patung tradisi dapat dipertahankan dalam pesaingannya sebagai hasil seni untuk kemajuan seni dimasa mendatang. Dengan dasar nilai estetik yang terkandung dalam patung tradisi ini dapat disimpulkan bahwa patung tradisi merupakan warisan seni yang menjadi warisan untuk kita agar kita senantiasa hidup dalam tahapan-tahapan dan berprilaku yang sewajar-wajarnya sesuai dengan nilai tergambar pada patung tradisi yang ada demi kemajuan bali dimasa mendatang dalam hal seni.

Nilai  Estetik Dari Patung Tradisi, Selengkapnya

Satya Pati

Satya Pati

Penata

Nama                         : I Kadek Sumiarta

Nim                            : 200701018

Program Studi       : Seni Tari

Sinopsis :

Mengisahkan kekuatan  cinta Sampik dan Ing Thai yang tak tergoyahkan……..yang tak pupus oleh keegoisan orang tua Ing Thai. Meski dalam kehidupannya cinta mereka teruji begitu berat. Namun kekuatan cinta yang tulus mempersatukan mereka di dunia akhir, yang membuktikan bahwa kasih sayang mereka abadi selamanya.

Pendukung Tari      :

1. I Gusti Ayu Sri Widhya Ningsih

2. I Made Nova Antara

Penata Iringan                 : I Wayan Ary Wijaya, S.Sn

Pendukung Iringan           : Palawara Music Company

Ujian Tugas Akhir FSP Gelombang I Tahun 2011

Tahap Ngelehan, Manggur dan Ngelaras dalam proses pembuatan Pencon

Tahap Ngelehan, Manggur dan Ngelaras dalam proses pembuatan Pencon

Kiriman I Putu Juliartha, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Ngelehang atau pemangguran merupakan tahapan yang dilakukan di luar prapen atau disisi, artinya proses ini dilakukan tanpa mempergunakan api. Dengan kata lain setiap tahapan pemangguran tidak diikuti dengan pemanasan dan pembakaran trompong. Pada proses ini dititikberatkan pada pembersihan dan penghalusan bagian sisi trompong sambil melakukan penyeteman suara atau pelarasan trompong.

Tahapan dalam proses ngelehang dan ngelaras adalah sebagai berikut:

  1. Narik atau nyok-cokin yaitu meratakan sisi muka trompong atau menghilangkan bekas-bekas pukulan palu yang masih tersisa akibat proses sebelumnya. Dilakukan dengan cara dipukul pada bagian basang atau muka trompong menggunakan palu tampel dan palu penarikan dengan memakai alas landesan paron, dengan posisi trompong nempel sangat rapat dengan landesan. Untuk menghindari agar trompong tidak pecah atau retak saat narik dilakukan. Trompong dalam keadaan hitam dan tidak panas bersifat tidak lentur saat dipukul dan agak rentan pecah, oleh sebab itu narikin dilakukan sangat hati-hati. Hasil proses ini adalah tangkar dan kalor trompong terlihat lebih rata.
  2. Mapar atau ngeracap lambe trompong, dilakukan dengan mengikir pada ujung lambe yang diletakkan di atas selundagan kayu. Mapar bertujuan untuk membuat bagian tersebut lebih rata dan lebih rapi.
  3. Nebah adalah membersihkan muka trompong dengan menggunakan panggur, ditekan sangat keras pada bagian kalor dan tangkar yang sekaligus bertujuan membesarkan nada trompong.
  4. Ngikir dilakukan setelah proses nebah sudah selesai. Ngikir dilakukan mempergunakan kikir biasa yang dilakukan pada semua bagian trompong yaitu dimulai pada bagian lambe kemudian kepejungut, kalor dan tangkar kemudian pada bagian moncol. Kecuali pada gelang moncol kikir yang dipakai adalah berupa kikir yang sisinya bundar yang disebut kikir gilik sehingga gelang moncol tidak akan padah. Hasil dari pengikiran ini adalah semua bagian trompong terlihat jelas, rapi semua sudut maupun garis lingkaran pada usuk nampak jelas.
  5. Manggur lambe yaitu pemangguran yang dilakukan pada bagian lambe, bertujuan menghilangkan bekas kikiran pada lambe.
  6. Manggur lambe yaitu pemangguran yang dilakukan pada bagian lambe, bertujuan menghilangkan bekas kikiran pada lambe.
  7. Nyudsud merupakan tahap pembersihan yang paling akhir dengan proses pemangguran. Nyudsud dilakukan pada semua bagian trompong dengan kekuatan tekanan panggur yang tidak keras karena tahapan ini merupakan tahap penghalusan bekas-bekas kikir pada semua sisi trompong.
  8. Matutang atau ngelaras adalah mengatur tinggi rendahnya nada atau bunyi. Nada trompong diatur sedemikian rupa sesuai dengan urutan maupun ukuran yang sudah diperhitungkan terlebih dahulu, disesuaikan dengan selera dan aturan-aturan yang mampu menghasilkan suara trompong yang enak dan indah untuk didengar.
  9. Ngesongin atau membuat lubang gegorok, lubang gegorok dibuat sebanyak empat buah lubang dalam sebuah trompong yang posisinya terletak pada bagian bawah lambe berjarak ½cm di atas pengilat dan ukuran lubang tersebut antara 1 atau 1½cm. Lubang gegorok ini berfungsi sebagai tempat memasukkan tali jika nantinya trompong yang sudah selesai dibuat akan dipasang di atas pelawah trompong, digantung atau direntangkan secara berderet. Alat untuk membuat lubang gegorok adalah dengan mempergunakan andar, pada ujung andar tersebut sudah dipasang sebuah besi urik-urik yang berfungsi untuk melubangi.

Tahap Ngelehan, Manggur dan Ngelaras dalam proses pembuatan Pencon, selengkapnya

Loading...