ISI DENPASAR MASUK OCTOFINAL & RAIH “BEST SPEAKER” DI NUDC PONTIANAK

ISI DENPASAR MASUK OCTOFINAL & RAIH “BEST SPEAKER” DI NUDC PONTIANAK

Kiriman : Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S.,M.Hum

Tim debat Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar berhasil melaju ke tingkat nasional pada lomba National University Debating Championship (NUDC) 2015. Setelah meraih kemenangan di tingkat regional kopertis wilayah VIII pada lomba yang diselenggarakan di kampus Universitas Dhyana Pura dari tanggal 29-30 Juli 2015, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bersama tujuh universitas lainnya, yaitu UNUD, Undiknas, Stikes Bali, PNB, Stiba Saraswati, Universitas Nusa Cendana, dan Universitas Mataram mewakili Kopertis wilayah VIII melaju ke NUDC tingkat nasional yang diselenggarakan di  Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Lomba Debat Bahasa Inggris tingkat nasional tersebut diadakan pada tanggal 19-24 Agustus 2015.

Lomba debat  ini diikuti 336 orang peserta mahasiswa dari 110 kampus pemenang, perwakilan 14 wilayah Indonesia. Jika ditotal peserta termasuk para official , pembina dan pendamping tim juri maka ada 500 orang yang bertandang di Bumi Khatulistiwa pada NUDC 2015 di kampus Untan. Berangkat ke Pontianak dari ISI Denpasar, debater ISI Denpasar Nita Ayu Kartika Sari dan Muliawati Moeliono  serta  Paramita Hariswari sebagai adjudicator, dengan pendamping dosen Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S.,M.Hum.  Para debater berjuang dalam tujuh rounds  selama lima  hari, hingga berhasil masuk babak octofinal (babak perdelapan besar) dalam peringkat 32 besar dengan posisi ke-25. Prestasi gemilang ini tentu merupakan kebanggaan bagi ISI Denpasar, dengan peringkat ke 25 dari 110 universitas dari seluruh Indonesia.

Selain meraih peringkat 25, ISI Denpasar dengan debater Muliawati Moeliono juga masuk sebagai salah satu dari the  best 10 novice speakers, dengan membawa pulang piagam dan medali. Keberhasilan tim ISI Denpasar ini mendapat apresiasi dari Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum. Tim debater didampingi Pembantu Rektor bidang kemahasiswaan diterima Rektor di ruang kerjanya pada hari Kamis, 27 Agustus yang lalu. “Keberhasilan tim debat ISI Denpasar merupakan kebanggaan bagi kita, dan terima kasih atas kerja kerasnya selama di NUDC Pontianak. Kita akan bentuk UKM Debat Bahasa Inggris, dan tim debat ini bisa mengajarkan pada mahasiswa lainnya, untuk meneruskan keberhasilan kalian,” ujar Rektor ISI.

Muliawati sangat berterima kasih kepada semua civitas akademika ISI Denpasar yang telah membantu dan mendoakan agar ia dan timnya memperoleh yang terbaik. Sementara itu, Nita Kartika anggota tim debat serta Paramitha adjudicator mengaku senang dan bangga karena mendapat kesempatan mengikuti lomba sampai di tingkat Nasional.

Perkembangan Batik dan Peran Serta Tokoh Budayawan Batik Di Indonesia

Perkembangan Batik dan Peran Serta Tokoh Budayawan Batik Di Indonesia

Kiriman : Aning Septiana Saputri (Mahasiswi Desain Fasion)

ABSTRAK

1Batik dari zaman dahulu sampai saat ini mempunyai sejarah dan cerita yang panjang dari masa ke masa. Banyak pakar serta tokoh budayawan yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian, dan sejarah perkembangan batik dari masa ke masa. Salah satu tokoh yang mengungkapkan pendapatnya tentang batik adalah Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta yang menyatakan bahwa sebelum masuknya kebudayaan India bangsa Indonesia telah mengenal teknik membuat kain batik (Widodo, 1983 : 2). Begitupun yang diungkapkan oleh Yudoseputro (2000 : 98) bahwa batik berarti gambar yaang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Perkembangan batik di Indonesia tentunya tidak lepas dari kontroversi. Beberapa tahun yang lalu, batik Indonesia pernah di klaim sebagai warisan budaya milik negara tetangga yaitu Malaysia. Hal ini sempat membuat kedua negara tersebut hampir mengalami pertikaian. Namun pada akhirnya hak cipta batik dimenangkan oleh negara Indonesia. Meskipun telah melalui masa yang panjang, batik zaman dahulu sampai saat ini tidah banyak mengalami perubahan baik dari segi bahan, cara pembuatan, motif serta teknik pembuatannya. Setiap daerah maupun kota di Indonesia memiliki ciri khas yang berbeda baik dari warna serta motifnya. Ada begitu banyak kota penghasil batik yang terkenal di Indonesia seperti Solo, Pekalongan, Jogjakarta serta masih banyak lagi kota penghasil batik yang terkenal di Indonesia. Beberapa kota di Indonesia penghasil batik tersebut tentunya memiliki ciri khas pada  motif, serta warna pada batiknya. Batik yang dikenal dari dulu sampai saat ini tentunya mempunya banyak jenis motif dan nama-nama yang berbeda pada setiap daerahnya. Nama-nama batik tersebut bahkan telah menjadi maskot atau ikon di tiap-tiap daerah kota asalnya, seperti Batik Mega Mendung, Batik motif Truntun, Batik Jlamprang, dan Batik Motif  Sido-Mukti. Seiring populernya batik di kalangan masyarakat saat ini, tentunya batik mempunyai sejarah dan perkembangan yang panjang, khususnya di Indonesia. Batik pada zaman dahulu dan saat ini pun telah memiliki banyak makna, fungsi, serta kegunaan yang berbeda. Jika pada zaman dahulu batik dikenakan  hanya oleh kalangan bangsawan, maka saat ini batik dapat dikenakan oleh berbagai macam kalangan masyarakat baik dari golongan menengah kebawah maupun golongan menengah keatas di berbagai kesempatan. Ada juga satu tokoh yaitu Iwan Tirta yang mendedikasikan  dirinya pada salah satu warisan budaya Indonesia ini yaitu batik. Beliau adalah seorang perancang busana asal Indonesia yang sangat dikenal melalui rancangan-rancangan busanannya yang menggunakan unsur-unsur batik.

Kata Kunci : Batik, sejarah batik,budaya Indonesia, tokoh batik

PENDAHULUAN

Batik adalah salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Batik dewasa ini juga merupakan salah satu hasil produksi bangsa Indonesia yang tengah popular dan digandrungi oleh segala jenis lapisan masyarakat Indonesia baik dari kalangan menengah kebawah sampai kalangan menengah keatas. Ada beberapa batik Indonesia yang namanya sudah melambung tinggi hingga bahkan ke mancanegara. Batik-batik tersebut terkenal karena motif, warna serta tingkat kesulitan pembuatannya batik yang dikenal dari dulu sampai saat ini tentunya mempunya banyak jenis motif dan nama-nama yang berbeda pada setiap daerahnya.  Nama-nama batik tersebut bahkan telah menjadi maskot atau ikon di tiap-tiap daerah kota asalnya, seperti Batik Mega Mendung, Batik motif Truntun, Batik Jlamprang, dan Batik Motif  Sido-Mukti.

Batik sendiri mempunyai cerita dan sejarah yang panjang di Indonesia. Banyak tokoh yang mengungkapkan pendapatnya tentang sejarah Batik di Indonesia. Mereka mengungkapkan bahwa batik dikenal bahkan pada zaman prasejarah dan batik tidak mengalami banyak perubahan pada proses pembuatannya hingga saat ini. Sebagai salah satu warisan budaya yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia tentunya kita sebagai bangsa Indonesia harusnya menjaga dan melestarikan batik tersebut. Hal ini dapat kita lakukan melalui upaya-upaya kecil yang dapat kita lihat dari beberapa tokoh ahli yang memilih mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi pada Indonesia dengan cara melestarikan warisan budaya kita yaitu batik melalui tindakan serta karya-karyanya.

SEJARAH BATIK

Batik di Indonesia merupakan salah satu warisan budaya yang senantiasa harus kita jaga dan kita lestarikan. Batik ini pun telah lama dikenal bahkan ketika zaman prasejarah dalam bentuk prabatik dan mencapai hasil proses perkembangannya pada zaman Hindu. Sesuai dengan lingkungan seni budaya zaman Hindu seni batik merupakan karya seni istana. Dengan bakuan tradisi yang diteruskan pada zaman Islam. Hasil yang telah dicapai pada zaman Hindu, baik teknis maupun estetis, pada zaman Islam dikembangkan dan diperbaharui dengan unsur-unsur baru (Yudaseputro, 2000 : 97).

Menurut  Prof. M. Yamin maupun Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta, mengemukakan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya, Tiongkok pada zaman dinasti Sung atau T’ang (abad 7-9). Kota-kota penghasil batik, antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, Banyumas, Purbalingga, Surakarta, Cirebon, Tasikmalaya, Tulunggagung, Ponorogo, Jakarta, Tegal, Indramayu, Ciamis, Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolali, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Kudus, dan Wonogiri (Widodo, 1983 : 2-3).

Kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus berkembang  hingga  kerajaan  berikutnya.  Meluasnya  kesenian  batik  menjadimilik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap dikenal baru setelah usai Perang Dunia I atau sekitar 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia. Batik adalah  salah  satu  cara  pembuatan  bahan  kain.  Selain  itu  batik  bisa mengacu  pada  dua  hal.  yang  pertama  adalah  teknik  pewarnaan  kain  dengan menggunakan  malam,  teknik  ini  adalah  salah  satu  bentuk  seni  kuno  yang berguna  untuk  mencegah  pewarnaan  sebagian  dari  kain.  Dalam  literature Internasional,  teknik  ini  dikenal  sebagai  wax-resist  dyeing.  Pengertian  kedua adalah   kain   atau   busana   yang   dibuat   dengan   teknik   tersebut,   termasuk penggunaan  motif-motif  tertentu  yang  memiliki  kekhasan.  Batik  Indonesia sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta  pengembangan motif dan budaya yang terkait.

Batik  juga  termasuk  jenis   kerajinan  yang  memiliki  nilai  seni  tinggi  dan  telah menjadi   bagian   dari budaya   Indonesia    (khususnya   Jawa)   sejak   lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam  membatik  sebagai  mata  pencaharian,  sehingga  di  masa  lalu  pekerjaan membatik   adalah   pekerjaan   eksklusif   bagi   kaum   perempuan.   Semenjak industrialisasi dan globalisasi,  yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis   baru   muncul,   dikenal   sebagai   “Batik   Cap   dan   Batik   Cetak”,   yang memungkinkan  masuknya  laki-laki  ke  dalam  bidang  ini.  Pengecualian  bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat   pada   corak   “Mega   Mendung”,   dimana   di   beberapa   daerah   pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan  menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Tradisi   membatik   pada   mulanya   merupakan   tradisi   yang   turun   temurun, sehingga  kadang  kala  suatu  motif  dapat  dikenal  berasal  dari  batik  keluarga tertentu.  Beberapa  motif  batik  dapat  menunjukkan  status  seseorang.  Bahkan sampai  saat  ini,  beberapa  motif  batik  tradisonal  hanya  dipakai  oleh  keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.

Sejarah  batik  yang  tepat  tidak  dapat  dipastikan  tetapi  artifak  batik  berusia lebih  2000  tahun  pernah  ditemui.  Dari  manapun  asalnya,  hasil  seni  ini  telah menjadi warisan peradaban dunia. Jenis corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing   daerah   yang   amat   beragam.   Khas   budaya   Bangsa   Indonesia   yang demikian   kaya   telah   mendorong   lahirnya   berbagai   corak   dan   jenis   batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri. Pemakaian   batik   dalam   busana   tradisi   mempunyai   sejarah   yang   lama berlangsung  dari  zaman  awal  tamadun  Melayu.  Dipakai  oleh  semua  golongan, dari raja ke bangsawan sampai rakyat jelata, batik menzahirkan dirinya sebagai seni  asli  yang  praktikal  dan  popular.  Dalam  tradisi  penulisan  kain  cindai misalnya  disebut  dalam  banyak  hikayat-hikayat  silam.  Batik  menjadi  hadiah perpisahan dan perlambangan cinta dalam hikayat Malim Demam dan dijadikan tanda penganugerahan derajat dalam Hikayat Hang Tua.

Sejarah  pembatikan  di  Indonesia  berkaitan  dengan  perkembangan  kerajaan majapahit dan kerajaan  sesudahnya. Dalam  beberapa catatan, pengembangan batik  banyak  dilakukan  pada  masa-masa  kerajaan  Mataram,  kemudian  pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta. Kesenian  batik  merupakan  kesenian  gambar  di  atas  kain  untuk  pakaian  yang menjadi  salah  satu  kebudayaan  keluarga  raja-raja  Indonesia  zaman  dahulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian  raja  dan  keluarga  serta  para  pengikutnya.  Oleh  karena  banyak  dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawah oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. Dalam  perkembangannya  lambat  laun  kesenian  batik  ini  ditiru  oleh  rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya  untuk  mengisi  waktu  senggang.  Selanjutnya,  batik  yang  tadinya hanya   pakaian   keluarga   istana,   kemudian   menjadi   pakaian   rakyat   yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedangkan bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri  dari  tumbu-tumbuhan  asli  Indonesia  yang  dibuat  sendiri  antara  lain  : pohon  mengkudu,  soga,  nila,  dan  bahan  sodanya  dibuat  dari  soda  abu,  serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Jadi kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan  terus  berkembang  hingga  kerajaan  berikutnya.  Adapun  mulai  meluasnya kesenian  batik  ini  menjadi  milik  rakyat  Indonesia  dan  khususnya  suku  Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah  usai  perang  dunia  kesatu  atau  sekitar  tahun  1920.  Kini  batik  sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.

Ragam  corak  dan  warna  Batik  dipengaruhi  oleh  berbagai  pengaruh  asing. Awalnya, batik memiliki ragam  corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak  hanya  boleh  di  pakai  oleh  kalangan  tertentu.Seperti halnya batik  pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan  juga para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga  mempopulerkan  corak  phoenix. Ada pula  motif  yang  paling  terkenal  dari  daerah  Cirebon  adalah  batik  Mega Mendung  atau  Awan-awanan.   Motif  ini  didominasi dengan   warna   biru,   mulai   biru   muda   hingga   biru   tua. Ada satu lagi motif batik yang terkenal ,yaitu batik Jlamprang yang merupakan  pengembangan  dari  motif  kain  Potola  dari India yang berbentuk geometris kadang berbentuk bintang atau mata angin dan menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat.

TOKOH BATIK: IWAN TIRTA

Perkembangan batik di Indonesia hingga menjadi sangat popular saat ini tentu tidak lepas dari peran orang-orang yang peduli dan cinta terhadap warisan budaya dari nenek moyang kita ini. Hal tersebut terbukti dari dedikasi beberapa tokoh ini,seperti mendiang Iwan Tirta yang mempunyai nama asli Nusjirwan Tirtaamidjaja, pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, 18 April 1935 – meninggal di Jakarta, 31 Juli 2010 pada umur 75 tahun adalah seorang perancang busana asal Indonesia yang sangat dikenal melalui rancangan-rancangan busanannya yang menggunakan unsur-unsur batik. Dalam hal pelestarian budaya tradisional Indonesia, namanya tidak diragukan lagi. Dia berhasil ‘menjual’ batik khas Indonesia hingga ke mancanegara. Meskipun pendidikan formalnya adalah School of Oriental and African Studies di London University dan Master of laws dari Yale University, Amerika Serikat, ia justru menemukan dunianya sebagai desainer yang cinta batik.

Iwan Tirta mulai bersentuhan dengan batik pada tahun 1960-an. Saat itu Dia sedang bersekolah di USA. Selama di sana, dia sering mendapat pertanyaan tentang bagaimana budaya Indonesia. Hal itu membuat dirinya ingin mengenal lebih jauh budaya negerinya sendiri. Belajar pun dilakoninya dengan serius, membedah sekaligus mendalami budaya tanah air.Hasil penelitiannya ia simpulkan dalam bukunya yang pertama, Batik, Patterns and Motifs pada tahun 1966.Iwan terus mendokumentasikamotif batik tua, termasuk milik Puri Mangkunegaran, Solo, ke dalam data digital dan ke atas kertas. Data tersebut menjadi pegangannya dalam mengembangkan motif baru yang terus di kembangkan sesuai selera zaman dengan tetap mempertahankan ciri khasnya, yaitu warna cerah dan motif berukuran besar.

Selain satu tokoh tersebut, ada satu lagi tokoh yang memilih mendedikasikan hidupnya pada batik melalui tindakannya adalah Hartono Sumarsono salah satu kolektor kain batik langka. Persinggungan yang intens dengan kain batik membuahkan kecintaan yang mendalam. Terlebih ketika melihat kain-kain langka Indonesia ”terbang” ke tangan kolektor asing. Bagi Hartono Sumarsono pengetahuannya tentang batik mengantarnya pada ”komunitas kolektor ataupun broker batik antik. Hartono kini memiliki ratusan batik kuno yang langka. Sebut saja batik dengan ragam hias Von Franquemont, batik dongeng dari Metzelaar, Van Zuylen, Padmo Soediro (bangsawan Jawa yang menjadi kepala urusan rumah tangga Lies van Zuylen), dan lainnya.Rasa senang dan cinta terhadap kain batik kian hari kian dalam. Ia pun sering memamerkan koleksinya di event-event budaya agar lebih dikenal oleh generasi muda.

PENUTUP

Batik  telah mempunyai konsistensi yang tinggi di Indonesia. Hal ini terbukti dari makin banyaknya peminat dari kain warisan budaya ini, meskipun sempat terjadi perebutan hak cipta dengan negara tetangga beberapa waktu silam. Populernya batik hingga saat ini tentunya tidak lepas dari banyak peran serta pemerintah,masyarakat dan para tokoh yang mendedikasikan hidupnya untuk mengenalkan batik Indonesia di mata dunia.

Berdasarkan beberapa hal yang diungkapkan oleh para ahli tersebut, membuktikan bahwa perkembangan batik hingga menjadi sepopuler saat ini sungguh panjang dan mengalami banyak hal dari masa ke masa. Batik Indonesia juga merupakan warisan bangsa Indonesia yang patut untuk dijaga dan dilestarikan, karena jika bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan budaya kita ini guna anak cucu kita kelak nanti. Tentunya hal tersebut tidak akan terwujud tanpa kesadaran dari diri kita masing masing.

DAFTAR RUJUKAN

https://simaksejenak.wordpress.com/2013/01/07/memahami-batik/
http://nasional.tempo.co/read/news/2009/09/15/063198190/Perang-Batik-Skor-1-0-untuk-Indonesia
http://www.greatnesia.com/tokoh-batik-nasional/
http://www.jogjadashop.com/blog/batik/pengertian-kata-batik-menurut-para-ahli
Mulyana D, Jalaluddin R. 2006. Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wilson, Edward O. 1998. Consilience: The Unity of Knowledge. Vintage: New York.
http://littlecultures.blogspot.com/2013/02/perkembangan-budaya-batik-di-indonesia.html

Festival Wayang Banyuwangi

Festival Wayang Banyuwangi

Kiriman : 

Tri Haryanto, S.Kar., M.Si dan Galih Febri Hastiyanto

Abstrak

Festival wayang, merupakan acara rutin yang diadakan setiap tahun oleh Bupati Banyuwangi, sebagai wujud kepeduliannya dalam melestarikan seni, khususnya seni pedalangan. Pada tahun 2015, festival wayang diramaikan juga dengan pergelaran lainnya, seperti lagu khas Banyuwangian, sendratari, dan tari lepas Banyuwangi. Pada pelaksanaan festival wayang, puncaknya diadakan pergelaran wayang kulit semalam suntuk, dengan mengundang dalang dari dosen pedalangan ISI Surakarta, yaitu Ki Purba Asmara. Lakon yang dibawakan adalah Astina Binangun. Isi ceritera mengenai akhir dari perang baratayuda antara para pandawa dan korawa dengan kemenangan para pandawa, dari kerusakan yang diakibatkan perang, maka para pandawa membangun lagi Negara Astina agar menjadi Negara yang adil, makmur, dan berwibawa.

Kata kunci: festival, wayang kulit, pementasan wayang.

Pendahuluan

Suatu komitmen yang perlu ditauladani dari para bupati yang ada di nusantara ini, Bupati Banyuwangi memberikan contoh dalam mencintai budaya dan seni yang ada di Banyuwangi, meskipun secara wilayah budaya, Banyuwangi tidak memiliki seni pedalangan asli Banyuwangi namun masyarakat memiliki warisan budaya dan seni pedalangan yang dibawa oleh kaum pendatang dari wilayah Jawa Timur bagian barat dan Jawa Tengah, termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Oleh masyarakat setempat, para pendatang yang mayoritas mendiami Banyuwangi bagian setalan ini disebutnya sebagai pendatang yang berasal dari mataram atau disebut (wong mentaram). Wong mentaram adalah orang yang berasal dari wilayah budaya mataraman dengan budaya dan seni yang dibawanya dan dilestarikannya, termasuk seni pewayangan atau pedalangan.

Adanya seni pedalangan yang berkembang di Banyuwangi, dan antusiasme masyarakat yang sangat banyak, bahkan bisa disebut mayoritas dari mataraman, maka tidak mustahil bahwa seni dari daerahnya cukup berkembang, bukan saja seni pedalangan, namun seni lainnya dari daerahnya juga ikut serta dikembangkan oleh pendukungnya. Dari sekian banyak jenis seni, salah satu yang menjadi perhatian Bupati adalah seni pedalangan. Dengan demikian, Bupati merasa berkepentingan bukan saja karena peta politik, namun karena jenis seni yang ikut berkembang di Banyuwangi juga merupakan tanggungjawab seorang Bupati, maka perlu perhatian yang khusus terhadapnya. Secara konsisten, Bupati Anas telah menyelenggarakan festival wayang dari semenjak Bupati Anas memegang cambuk pimpinan di Banyuwangi, dari tahun 2010 hingga kini (2015). Dalam sambutannya, yang sedikit bernuansa politis, beliau akan selalu memberikan perhatian secara khusus terhadap seni budaya yang ada di Banyuwangi, apapun bentuknya, dan dari mana saja asal seni itu berasal, yang jelas hidup dan berkembang di Bnayuwangi adalah menjadi tanggungjawab pimpinan untuk turut mengembanglestarikan seni dan budayanya.

Sebelum pementasan wayang dimulai, didahului dengan sajian-sajian tari-tarian Banyuwangi, lagu-lagu daerah Banyuwangi, dan sendratari dengan judul “Legenda Tumpang Pitu”. Setelah pementasan sendratari, dilanjutkan beberapa sambutan, yaitu dari dinas Pariwisata dan Bupati Anas. Setelah sambutan Bupati secara simbolis memberikan “Kayon” kepada dalang sebagai pertanda pergelaran wayang dimulai.

Penonton terdiri dari sema tokoh agama se Kabupaten Banyuwangi yang khusus diundang oleh Bupati Anas, pegawai dinas Kabupaten, Camat se Kabupaten, para seniman dan budayawan, para dalang se Banyuwangi, dan masyarakat. Bahkan dalang-dalang dari Jember pun juga banyak yang hadir ikut menyaksikan pementasan wayang dalam Festival Wayang Kabupaten Banyuwangi.

3Pagelaran Wayang Kulit yang diadakan di lapangan Sumber Mulyo, Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi Selatan pada tanggal 25 April 2015 dengan dalang Ki Purba Asmara, S.Kar., dari Surakarta merupakan acara festival Wayang yang diprakarsai oleh Bupati Banyuwangi Bapak Anas. Dalam sambutannya, Bupati mengikuti beberapa permintaan dan saran dari warga Banyuwangi tentang pelaksanaan dan tempat pelaksanaannya. Dipilihnya lapangan Sumber Mulyo Kecamatan Pesanggaran sebagai tempat pelaksanaan menurut beliau, komunitas di Kecamatan Pesanggaran merupakan basis migran dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Tomur bagian barat. Oleh masyarakat setempat disebutnya masyarakat dari mataram (mataraman) yang dimaksud masyarakat yang manyoritas berasal dari Jawa Tengah. Hal ini yang menjadi alasan pelaksanaan diadakan di Kecamatan Pesanggaran, namun menurut beliau, juga merupakan pemerataan kesempatan, karena setiap tahun akan diadakan festival wayang semacam ini secara berkelanjutan. Kesempatan ini merupakan kesempatan yang ke empat kalinya. Pertama diadakan pada tahun 2011 dengan mendatangkan dalang Ki Anom Surata, kedua tahun 2013 dengan mendatangkan dalang Ki Slank (adik kandung Ki Anom Surata), ketiga tahun 2014 dengan mendatangkan dalang Ki Entus Susmana, dan tahun sekarang 2015 mendatangkan dalang Ki Purba Asmara. Rencana Bupati Banyuwangi akan terus diadakan setiap tahunnya dengan mendatangkan dalang yang sesuai dengan permintaan masyarakat Banyuwangi.

Sebelum pementasan wayang dimulai, didahului dengan sajian-sajian tari-tarian Banyuwangi, lagu-lagu daerah Banyuwangi, dan sendratari dengan judul “Legenda Tumpang Pitu”. Setelah pementasan sendratari, dilanjutkan beberapa sambutan, yaitu dari dinas Pariwisata dan Bupati Anas. Setelah sambutan Bupati secara simbolis memberikan “Kayon” kepada dalang sebagai pertanda pergelaran wayang dimulai.3

Penonton terdiri dari sema tokoh agama se Kabupaten Banyuwangi yang khusus diundang oleh Bupati Anas, pegawai dinas Kabupaten, Camat se Kabupaten, para seniman dan budayawan, para dalang se Banyuwangi, dan masyarakat. Bahkan dalang-dalang dari Jember pun juga banyak yang hadir ikut menyaksikan pementasan wayang dalam Festival Wayang Kabupaten Banyuwangi.

Ceritera yang disajikan adalah “Mbangun Astina”, dengan rincian adegan secara global sebagai berikut:

  • adegan pertama adalah Prabu Destarastra bersama istrinya Gandari, dengan isi adegan Destrarastra menyesali terjadinya perang besar Barata Yuda, dengan kabar yang diterimanya anak yang sejumlah seratus itu, tinggal dua orang, yaitu Duryudana dan Kartamarma (yang tidak diketahui dimana rimbanya). Dengan percakapan singkatnya Destrarastra merasa tidak berhasil mendidik anak-anaknya.
  • Adegan kedua Duryudana dengan patih Sangkuni, dalam adegan tersebut diributkan masalah kegagalan para panglima perang yang selalu gugur dalam peperangan. Oleh Sangkuni, Duryudana dihasut bahwa kekalahan itu adalah ulah dari istri tercintanya Banuwati, sehingga Duryudana dengan marahnya mencari istrinya. Disaat Duryudana sudah pergi, datanglah Destrarastra dan Gandari digadapan Sangkuni dengan sedikit perbincangan, Destrarastra marah besar dengan adik iparnya dan mengumpat-umpat mengapa mereka masih hidup tidak mati dalam medan laga. Sangkuni merasa malu dan pergi meninggalkan kakaknya.
  • Adegan Ketiga, Kresna dan Bima berbincang mengenai pembangunan Negara Astina, dan saat itu para punakawan (Gareng, Petruk, dan Bagong) ikut nimbrung dalam percakapan yang diselingi gurauannya. Juga diselingi dengan tembang-tembang khas Banyuwangi, dengan akhir pembicaraan Kresna mengatakan belum saatnya Astina dibangun, karena dari pihak Korawa belum habis.
  • Adegan ke empat di istana keputrian (dayang-dayang) yang sering disebutnya Limbuk dan Cangik bercengkrama dengan menyajikan beberapa lagu baik lagu atau gending Jawa Tengahan maupun lagu khas Banyuwangi sebagai hiburan. Setelah selesai mereka menghadap Banowati, dengan berbincang sejenak datanglah Duryudana yang marah dan mengumpat istrinya dengan kata-kata yang agak kasar dan menyakitkan telinga Banuwati sehingga terjadi pertengkaran. Dalam pertengkaran mulut, Banuwati menyampaikan kesetiaanya tetap kepada Duryudana, bahkan dengan sangat marahnya sambil pergi dari hadapan Duryudana mengatakan bahwa ingin membunuh para Pandawa. Duryudana sedikit kecewa dengan perkataannya yang menyinggung hati istrinya, dikejarnya Banuwati untuk tidak melanjutkan niatnya itu.
  • Peperangan terjadi antara Sangkuni yang didukung adik-adiknya melawan Bima, adik-adiknya tewas dimedan laga, Sangkuni perang melawan Bima dengan berbagai cara Bima tidak bisa mengalahkan Sangkuni. Ditengah pertempuran dipihak lain ada Aswatama yang sudah berubah penampilan mengumpat Banuwati yang menyebabkan dia diusir oleh Duryudana, dengan dendamnya mereka mencari Banuwati untuk dibunuhnya. Begitu ketemu Banuwati, Aswatama mengumpat dan ingin memperkosa Banuwati untuk melampiaskan semua dendam yang ada dalam benaknya dan terjadi kejar mengejar. Banuwati masuk hutan, Aswatama bertemu dengan Kartamarma dan dan Bagawan Kerpa dengan saling mengingatkan Aswatama untuk tidak berbuat semaunya. Namun Aswatama kukuh dengan pendirian untuk melampiaskan dendamnya kepada Banuwati.
  • Adegan Gara-gara, yang diisi dengan sajian kelucuan dan sajian beberapa lagu khas Banyuwangi dengan sinden yang ada, yaitu terdiri dari lima sinden dua diantaranya di ajak dari Surakarta dan tiga sinden dari Banyuwangi.
  • Melanjutkan peperangan antara Bima dengan Sangkuni, dengan putus asa Bima hampir menyerah, namun oleh Petruk diingatkan bahwa Sangkuni memiliki kelemahan disaat minyak kesaktian yang tumpah saat para pandawa diberi minyak oleh kakeknya Abiyasa dan Sangkuni telanjang bergumul di tumpahan minyak tersebut, hanya bagian kecil yang tidak terkena lumuran minyak, yaitu pada bagian duburnya. Mengetahui kelemahan Sangkuni, Bima kembali ke peperangan dan mengalahkan Sangkuni dengan merobek dari bagian duburnya.
  • Adegan berikutnya adalah pertemuan Baladewa dengan Duryudana, dengan kembalinya Baladewa dari pertapaan merasa dikibuli oleh Kresna, meraka berdua berniat untuk menuntut keadilan kepada Kresna. Pertemuan Kresna dan Bima dengan Baladewa dan Duryudana terjadi pertengkaran mulut dan perdebatan yang sengit. Dengan jalan tengah yang ditawarkan oleh Kresna, Baladewa setuju untuk tidak memihak kepada siapapun dan terjadi pertarungan antara Duryudana dengan Bima yang dimenangkan oleh Bima, namun Duryudana tidak mau mati karena menunggu seseorang yang membatnya menderta, yaitu Sangkuni, dengan itu Bima mencari Sangkuni yang sudah sekarat di berikan kepada Duryudana untuk mati bersama-sama.
  • Adegan selanjutnya di tenda para pandawa, yang sedang bersenang dengan kehadiran bayi putra Abimanyu, yaitu Parikesit. Dalam kelengahannya Aswatama mampu masuk dan menyusup kedalam tenda para Pandawa, ternyata Banuwati juga ada disitu maka dengan melampiaskan amarah yang terpendam, Aswatama memerkosa Banuwati dan akhirnya dibunuhnya. Selain membunuh Banuwati, Aswatama juga membunuh beberapa parajurit dan anak-anak pandawa yang masih hidup. Terakhir Aswatama bertemu seorang bayi dan berniat membunuh sekaliyan bayi tersebut, namun disebelah bayi telah tersedia keris Pulanggeni, dengan kegembiraan Bayi merasa disapa oleh seseorang dan tanpa disengaja kaki bayi menjejak keris Pulanggeni dan melesat mengenai dada Aswatama dan gugur. Mengetahui ada huru-hara dalam tenda, Bima mengamuk mencari ke seluruh penjuru dan menemukan Kartamarma langsung dibunuh, dengan terbunuhnya Kartamarma Resi Kerpa menyerahkan diri dan minta maaf kepada Kresna karena tidak berhasil mendidik Kartamarma dan Aswatama kembali pada jalan yang benar.
  • Adegan berikut adalah adegan Destrarastra dengan istrinya Dewi Gandari, yang merasa malu dan dendam, harus bagaimana mereka di kerajaan Astina, namun dalam pembicaraannya, Gandari mengingatkan bahwa Destrarastra memiliki kesaktian yang sangat luar biasa yang terletak pada telapak tangannya, yaitu ajian “lebur saketi” , teringat hal tersebut Destrarastra punya niat untuk membalas dendam akan membunuh Bima yang menyebabkan anak-anaknya mati semua termasuk adik iparnya.
  • Adegan terakhir, terkumpulnya para pandawa dengan Baladewa dan Kresna, kedatangan Destrarastra dan Istrinya Gandari dengan maksud mengucapkan selamat atas kemenangan para pandawa dalam peperangan Barata Yuda, satu persatu dipeluk olehnya sampai saat pada Bima Destrarastra mempersiapkan ajiannya, namun Bima sudah diingatkan oleh Kresna untuk selalu membawa Gadanya, dan saat dipeluk oleh Destrarastra, Bima hanya menyodorkan Gada kehadapannya, ternyata gada yang dipeluk Destrarastra lebur menjadi debu. Tertawa terbahak-bahak karena merasa telah bisa menghabisi Bima, namun setelah mengetahui Bima tidak mati dan hanya gada yang hancur, maka Destrarastra dan istrinya pergi meninggalkan kerajaan dan menuju hutan untuk menghabiskan sisa hidupnya. Dengan akhir peristiwa itu, Kresna mempersilahkan kepada Darmawangsa dan adik-adiknya untuk mulai membangun Astina Pura dan sudah saatnya Astina Pura menjadi damai, tentram, dan bahagia semua rakyatnya.2

Pesan-pesan yang disampaikan 1) perang tidak ada yang diuntungkan. 2) pembangunan lebih berat dan penuh pengorbanan. 3) dendam memakan korban pada dirinya. 4) keadilan di dunia tidak akan adil bagi siapapun, karena keadilan hanya milik sang pencipta yang akan diberikan pada saat hari pembalasan di alam baka. 5) kedamaian lebih berharga, membuat orang akan hidup tentram. 6) tebarkan kebaikan dan kebajikan.

Garapan Seni Rupa Pertunjukan: Gerhana Bulan Merah  oleh ISI Denpasar Mendapat Sambutan Meriah Penonton

Garapan Seni Rupa Pertunjukan: Gerhana Bulan Merah oleh ISI Denpasar Mendapat Sambutan Meriah Penonton

Kiriman: Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A

Dalam ajang bergengsi yang digelar tahunan oleh pemerintah Provinsi Bali dalam bidang seni yaitu Bali Mandara Mahalango, ISI Denpasar sukses menampilkan sebuah tontonan baru yang menggabungkan seni pertunjukkan dan seni rupa menjadi garapan seni rupa pertunjukkan. Garapan yang digagas oleh konseptor Sujana Suklu dan Cok Ratna Cora (dosen ISI Denpasar) berdurasi 45 menit. Keunikan garapan ini terletak pada kombinasi antara tontonan pertunjukkan dan instalasi seni rupa yang digabungkan secara apik, sehingga instalasi seni rupa juga bagian dari pertunjukan yang dieksplorasi oleh seni pertunjukan. Garapan ini telah tampil sukses dan menarik penonton pada tanggal 23 Agustus 2015 di Panggung Terbuka, Ardha Candra, Art Center Denpasar. Gubernur Bali, Mangku Pastika didampingi Rektor ISI Denpasar juga sangat antusias menyaksikan pementasan tersebut.

Garapan ini dibuka dengan narasi yang mengungkapkan bahwa gerhana bulan merah merupakan energi dasyat ke bumi yang tidak mengenal dualisme. Dilanjutkan dengan video mapping oleh mahasiswa Film dan Tv ISI Denpasar dengan diiringi illustrasi musik karya I Ketut Sumarjana (dosen musik ISI Denpasar).

Dilanjutkan dengan garapan tari yang merespon istalasi bambu karya I Gede Oka Surya Negara, S.ST., M.Sn (dosen Tari ISI Denpasar) dan diiringi oleh musik garapan I Nyoman Kariasa, S.Sn., M.Sn (dosen Karawitan ISI Denpasar).

Gerhana bulan merah yang terjadi setiap 100 tahun sekali merupakan fenomena dunia. Dalam garapan ini direkostruksi kisah-kisah yang terjadi diberbagai belahan dunia. Kisah Kala Rau di Bali, Kisah Naga Memakan Bulan terjadi di China, Gerhana Bulan Penyebar Virus di Jepang, Refleksi Perbuatan oleh Suku Indian Navajo, dan kisah cerita tipu daya Columbus dengan Suku Indian yang menyatakan bahwa gerhana bulan merah adalah kemarahan Tuhan, sehingga suku Indian takut pada Columbus, sehingga Columbus mampu menaklukkan suku Indian.

Garapan ini memberi pesan bahwa apapun kisah-kisah yang terjadi di berbagai belahan dunia akibat gerhana bulan merah, merupakan tugas manusia sendiri untuk memilih serta memilah berbagai energi yang bergerak guna dimaknai secara positif. Selain itu mengingatkan kita bahwa fenomena besar tersebut akan terjadi pada tanggal 28 September 2015.

I Komang Arba Wirawan: ” DARI KONFLIK DESA KE LAYAR KACA: ANALISIS WACANA LIPUTAN BALI TV DALAM KASUS KEMONING-BUDAGA, KLUNGKUNG, BALI “

I Komang Arba Wirawan: ” DARI KONFLIK DESA KE LAYAR KACA: ANALISIS WACANA LIPUTAN BALI TV DALAM KASUS KEMONING-BUDAGA, KLUNGKUNG, BALI “

Sumber : http://www.pps.unud.ac.id/

Kamis, 20  Agustus 2015. Program Pascasarjana kembali mengadakan sidang terbuka Promosi Doktor atas nama Promovendus I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Si, dari Program Doktor Kajian Budaya dengan disertasinya yang berjudul DARI KONFLIK DESA KE LAYAR KACA: ANALISIS WACANA LIPUTAN BALI TV DALAM KASUS KEMONING-BUDAGA, KLUNGKUNG, BALI “. Acara sidang ini dipimpin oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

Promovendus foto bersama dengan Pimpinan Sidang, Promotor, Kopromotor dan Tim Penguji setelah sidang selesai

Dalam disertasinya dinyatakan bahwa  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wacana liputan Bali TVkasus Kemoning-Budaga, Klungkung, Bali, sebuah konflik yang meletus 17 September 2011 yang menimbulkan wacana pembubaran desa pakraman. Liputan kasus ini memojokkan Gubernur Made Mangku Pastika, dikabarkan seolah-olah dia mengatakan hendak membubarkan desa pakraman di Bali. Sementara Bali TV dan Bali Post yang berada dalam naungan Kelompok Media Bali Post (KMB) terus mengeksploitasi wacana pembubaran desa pakraman secara subjektif, Gubernur Made Mangku Pastika tidak bisa menerima sehingga melakukan somasi bahkan menuntut Bali Post secara perdata di Pengadilan Negeri Denpasar. Hubungan antara Gubernur Made Mangku Pastika dan KMB yang pada awalnya baik kemudian menjadi konflik yang serius. Wacana pemberitaan Bali TV yang ikut memperuncing konflik ini menarik diteliti untuk mengetahui agenda subjektif di balik politik penayangan berita dan wacana tanding yang menanggapinya. Data utama penelitian ini berupa wacana pemberitaanBali TV mengenai kasus Kemoning-Budaga yang berupa dokumentasi dari materi yang pemah ditayangkan. Teori yang dipergunakan adalah teori wacana, agenda setting, jraming, dan semiotika. Keempat teori ini diaplikasikan secara eklektik untuk menganalisis secara kritis proses pembentukan wacana dan wacana tanding dalam kasus Kemoning-Budaga. Hasil analisis menunjukkan bahwa wacana liputan kasus bentrok Kemoning-Budaga di Bali TV merupakan perpanjangan dari wacana media cetakBali Post yang dikelola dengan agenda setting yang jelas untuk kepentingan sosial, politik, dan  ideologiAjeg Bali KMB. Pada saat yang sama Gubernur Made Mangku Pastika memanfaatkan lembaga kehumasan Pemprov Bali dan media di luar KMB seperti TVR! Bali dan Radar Bali untuk melancarkan wacana tanding. Wacana kasus Kemoning-Budaga menunjukkan contoh nyata bagaimana media massa mengabaikan objektitivitas untuk kepentingan-kepentingan kekuasaan. (pps.unud/IT)

Loading...