Candi Borobudur, Perpaduan Filosofi Buddha dengan Budaya Nusantara

May 22, 2019 | Artikel

Kiriman : I Gede Mugi Raharja Dosen Prodi Desain Interior FSRD ISI Denpasar

Abstrak

Candi Borobudur adalah peninggalan Agama Buddha yang terbesar di Indonesia. Dibangun pada akhir abad ke-8 oleh keluarga Raja Syailendra. Sejak tahun 800 sampai 1700, Borobudur diselimuti kegelapan. Pada masa kolonial Inggris, Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles memerintahkan Cornelius untuk menyelidiki sebuah candi yang belum di kenal di dekat Magelang pada 1814. Bangunan Candi Borobudur baru bisa terlihat setelah Hartman, Residen Kedu pada 1834 melakukan pembersihan secara menyeluruh. Pada masa kolonial Belanda, di atas puncak stupa Borobudur yang saat itu belum utuh, sempat didirikan bangunan bambu sebagai tempat minum teh. Struktur bangunan Borobudur menggunakan konsep kosmologi Buddha dan konsep punden berundak dalam tradisi budaya Nusantara. Struktur denah Borobudur merupakan perpaduan bentuk bujur sangkar dan lingkaran. Kombinasi bentuk lingkaran dan bujur sangkar merupakan ungkapan pergulatan pergulatan hidup manusia dan semesta yang serba maya dan harus membebaskan diri kepada yang sejati. Stupa puncak Borobudur merupakan poros dari perputaran dunia, perputaran kehidupan (samsara) yang terbelenggu oleh keinginan dan bersifat semu. Untuk menghindari perputaran hidup, manusia harus mencapai kehidupan yang kekal, dalam ajaran Buddha disebut pembebasan diri dari reinkarnasi. Dalam implementasinya di Borobudur, dapat dilakukan dengan melakukan pradaksina. Pradaksina adalah berjalan mengelilingi Borobudur sambil merenungkan perjalanan hidup Sidartha Gautama Buddha, dari tahap Kamadatu sampai Arupadatu, menuju kepada kesempurnaan. Berdasarkan keyakinan, pada pelataran Arupadatu di bawah stupa puncak, pradaksina dapat dilakukan dari arah timur berputar ke selatan, barat, utara dan kembali ke timur. Menurut keyakinan penduduk setempat, setelah melakukan pradaksina minimal tiga kali, konon segala doa akan terkabulkan.

Kata Kunci: Syailendra, Lingkaran-Bujursangkar, Samsara, Pradaksina, Kesempurnaan.

Selengkapnya dapat unduh disini

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...