Realitas Gunarsa

Oct 26, 2015 | Artikel

Kiriman : Krisna Dwi Purnama Putra (Mahasiswa Jurusan Seni Rupa Murni)

ABSTRAK

Nyoman Gunarsa berasal dari Kabupaten Klungkung Bali, seniman yang menempuh pendidikan di ASRI Yogyakarta ini menganut aliran lukisan Ekspresionisme.Lukisannya mulai melejit sejak dia berada di jogja,selam berbulan bulan dia berkeliling untuk mencari kolektor yang berminat akan lukisannya,setelah berjuang sangat keras dia pun mencapai kejayaannya pada tahun 70-an.Namun sayangnya ketika tahun 90-an peniruan besar besaran terhadaplukisannya trejadi hal ini dikerenakan lukisannya sendiri menjadi incran kolektor kelas dunia ,salah satu pelakunya adalah Ir.Hendra Dinata,mulai saat itu permasalahanHAKI bermunculan dan Gunara adalah seniman pertama yang memperjuangkan HAKI nya dan memperkarakan kasusnya tersubut ke ranah hokum. Dari karya karya Gunarsa sendiri lebih banyak mengambil obyek pewayang dan wanita,satu lukisan yang fenomenal menurut saya adalah lukisa dalng Bali yang menjadi koleksi di Istana Merdeka,karyanya tersebut adalah bukti awal pencapaiannya di dunia seni lukis sekaligus aliran melukis yang dianutnya sampai sekarang.

Kata kunci: Gunarsa, lukisan, realitas

PENDAHULUAN

Nyoman Gunarsa,seniman kelahiran15 April 1944 di Banda Klungkung, adalah salah satu dari sekian Maestro seni lukis Indonesia yg memiliki reputasi berkesenian yg luar biasa dan dedikasinya di dalam dunia pendidikan seni rupa. Beliau adalah lulusan sarjana seni lukis alumnus ISI Yogyakarta yg pernah mengalami sistem pendidikan yg panjang dari Akademis lalu menuju Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia hingga sekarang. Suatu perjalanan yg sangat mahal dan jarang dilalui oleh seniman-seniman Indonesia sekarang dalam menimba ilmu kesenian. Penjelajahannya ke berbagai negara di dunia baik untuk pameran, ceramah-ceramah , seminar-seminar maupun menunjukkan kepiawaiannya dalam penciptaan, membuat para pencinta seni mengaguminya.

I Nyoman Gunarsa adalah salah seorang seniman yang ternama yang berasal dari Bali.Karya Lukisannya di dasari oleh cerita rakyat Bali, dan legenda Hindu Dharma. Hal tersebut yang membuat gaya melukisnya berbeda dari yang lain. Karya-karyanya berdasarkan eksplorasinya dari kesenian Bali, seperti tarian tradisional, musik tradisional, upacara keagaman, dan keanekaragaman lingkungan yang mempengaruhi banyak seniman yang berasal dari Bali dan Indonesia. Kesuksesan yang diraihnya tidak didapat dengan mudah, ia meraihnya dengan penuh perjuangan. Alumnus dari ASRI Yogyakarta ini memulai karirnya sebagai tenaga pengajar di institut yang membesarkannya.

Dari periode akademis, Nyoman Gunarsa sangat tekun dgn mata pelajaran melukis alam, wajah, gambar bentuk, sketsa, ilmu anatomi termasuk teori-teori seni seperti panggung Sejarah Seni Rupa Dunia, sejarah kebudayaan, filsafat seni, sehingga beliau menguasai gambar bentuk yg piawai dan setiap goresan lukisannya terlihat sangat mantap, artistik, berenergi dan eskpresif. Apa lagi dikelilingi dgn bingkai bertahta pahatan yg memang sudah menjadi ciri khasnya semenjak tahun 1970-an.

Di periode Arringit, Nyoman Gunarsa terus bergulir mencari inspirasi ke dunia”Tari” atau gerakan-gerakan tari yg dinamis (Movement in Space). Dengan profil-profil wajah penari yg cantik-cantik, pemirsa banyak yg jatuh cinta dgn karya-karyanya. Bahkan sampai menyeret beberapa oknum pelanggaran Hak Cipta (terbius oleh kehebatan maha karyanya yg telah menggetarkan dunia) karena tergiur untuk memalsukan lukisannya. Sang Maestro dengan tegar dan kukuh bersaksi dalam pembuktian di pengadilan untuk mencari kebenaran dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai pencipta

Garis-garis Gunarsa memunculkan dinamika tersendiri dibandingkan dengan garis Affandi. Garis-garis tebal dan patah-patah Gunarsa yang mirip dengan Fadjar Sidik pun, ketika membuat sketsa bertema Bali, menjadi lebih simpel dan memiliki nuansa dan “gerakan” yang aktif. Ahli seni rupa Indonesia, almarhum Prof. Soedarso Sp, pernah menulis bahwa goresan-goresan Gunarsa yang lancar dan kena memberikan penjelasan kepada kita bahwa bukannya tidak beralasan kehadirannya sebagai salah seorang penganut Affandi yang baik.

  Soedarso menulis bahwa tidak semua orang mampu dan sanggup mengikuti gaya dan teknik yang dilakukan Affandi yang spontan, lancar, dan linier itu, kalau ia tidak memiliki ketangkasan menggores, akan tetapi Gunarsa mampu mengikuti dan menyetarakan diri dengan Affandi secara teknik Pada tahun 1970-an, baik sketsa dan lukisan Gunarsa mulai berkembang dengan visualisasi yang berbeda. Lukisan-lukisan Gunarsa banyak bercitra dan bertema Bali, secara khusus adalah perangkat seremoni upacara adat Bali. Berbagai perangkat seperti canang, pajegan, tamyang.kolem, cili, lamak dan lain-lain menjadi objek yang sering menghiasi kanvas-kanvasnya. Lihat karya-karyanya seperti Sesajen I (1974), Sesajen II (1975).Hampir semua wajah yang dilukis menghadap ke samping atau mirip cara membuat wajah wayang. Karena dilukis dengan teknik semacam ini, maka figur-figur dalam lukisan ini menjadi tampak kaku dan dekoratif seperti wayang kulit.

            Pada akhir dasawarsa 1970an (bahkan sampai saat ini), Gunarsa secara total menawarkan keterampilan teknik melukis ekspresif dalam lukisan-lukisannya. Perubahan ini terjadi hanya pada tataran visual, sedangkan tema-temanya tetap, yakni Bali.Kemampuan dan kekuatan menggarisnya dimaksimalkan.Pada mas Periode ketiga (tahun 1981-1987) disebutnya sebagai Periode Aringgit, yang melukiskan potret penari perempuan atau perempuan dalam aktivitas upacara maupun budaya Bali pada umumnya.

Pada masa 1970an sampai sekarang, Gunarsa juga menggunakan strategi baru, yakni memfasilitasi lukisannya dengan pigura yang khas dan personal.Pigura-pigura ini dibuat atau dipesan khusus dan dihias dengan goresan dan garis yang telah dibuatnya.Setidaknya ada pigura yang diukir dengan citraan wayang Bali dan citraan berupa pola hias dekoratif khas Bali. Maka pada era visual yang bersifat ekspresif-dekoratif ini Gunarsa semakin kencang melukis (dan dengan mudah mengadakan pameran tunggal).Itulah karya-karya Gunarsa yang tak kering akan ide dan teknik. Sebagai seorang pelukis, hubungan dan jaringan pertemanan menjadi salah satu piranti yang sangat penting.Hal ini menyebabkan karya-karyanya mampu menghiasi dinding para pengagumnya. Lukisan Dalang Bali meskipun ada di dalam Istana Presiden, bukanlah dikoleksi oleh Sukarno.Dalang Bali  yang secara khusus mengisahkan perihal budaya Bali, agaknya tidak hanya bisa diapresiasi sebentuk rekaman aktivitas lokal. Dalang Bali adalah sebentuk entitas yang mampu menerjemahkan semangat kebangsaan dan memberikan kebanggaan atas berdirinya bangsa ini. Maka tak salah bila Dalang Bali saya anggapsebagai salah satu indikator nasionalisme dalam kuratorial di museum yang dikelola oleh Kementerian Sekretariat Negara RI.

PEMBAHASAN

  1. Pengaruh Peniruan Karya Seniman Lukis Terhadap Pariwisata Budaya di Bali

            Kebudayaan merupakan potensi dalam pengembangan pariwisata di Bali. Pengembangan pariwisata bertumpu kepada kebudayaan biasa disebut pariwisata budaya. Kebudayaan di sini adalah kebudayaan di Bali baik dari segi adat istiadat, kesenian, kearifan lokal dan lain-lain yang mendukung pariwisata di Bali.Sesungguhnya pariwisata di Bali sendiri sangat didukung oleh kerja keras para seniman yang terus memberikan inspirasi dalm karya karyanya.namu seiring berkembangnya jaman,persaingan pun menjadi semakin ketat,bahkan sampai di ranah kesenian.Khususnya di pulau Bali,yang merupakan provinsi penyumbang devisa terbesra di Indonasia melalui pariwisata budayanya,para seniman mulai mengeluhkan melemah nya pendapatan mereka selaku penyumbang devisa,hal ini berkaitan dengan karya karya mereka yang semakin banyak ditiru oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.Iniu tentunya sangat merugikan seniman  dan juga Bali ini sendiri,dimana ulah segelintir orang akan menyebabkan memburukanya citra Bali sebagai pulau pariwisata.Lambat laun Bali akan dikenal sebagai pulau seribu plagiat bukannya pulauseribu pura.Kita tahu dimana kebanyakan pelaku berasal dari luar,mengetahui sangat mudahnya Bali mendatang kan untung berlimpah dari souvenir khususnya lukisan,tetapin sungguh ironis pabila pelakunya sendiri ada dari dalam.

Para konsumen sudah semakin pintar dalam memilih barang,mereka tahu mana barang yang asli dan yang aspal,jangan sampai mereka berpikir para seniman Bali kurang memiliki kreatifitas karena peniruan ini, kita ketahui bahwa sekali karya mereka ditiru,mereka sangat sulit merebut dan memperjuangkannya kembali(khusus seniman seniman besar),apalagi mpersaingan sudah semakin ketat yang dapat berimbas pada harga yang lambat laun akan menurun khusunya lukisan  yang ada di pasar seni. Jika ditinjau dari sisi positifnya, pengeluaran para wisatawan baik wisatawan domestik maupun internasional di suatu daerah tujuan wisata adalah suatu bukti nyata bahwa keberadaan pariwisata memberi kontribusi yang sangat bagus kepada tuan rumah ,tapi seklai lagi pem,erintah sangat berperan melindungi para seniman dengan [pemberian HAKI,ini juga demi kepentingan Bali tentunya.

  1. Ekonomi Kerakyatan pada Bidang Pariwisata Budaya Kurang Berkeadilan

Ekonomi kerakyatan adalah sistem perekonomian yang dibangun pada kekuatan ekonomi rakyat.Ekonomi kerakyatan adalah kegiatan ekonomi yang memberikan kesempatan luas bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi sehingga dapat terlaksana dan berkembang dengan baik. Sistem perekonomian nasional Indonesia saat ini adalah perekonomian nasional kerakyatan yang mulai berlaku sejak terjadinya reformasi 1998, yang ditetapkan MPR Nomor /IV/MPR/1999 yang mengatur Garis-Garis Besar Haluan Negara (GGBHN). Dalam sistem ini pemerintah berperan sebagai pencipta iklim sehat yang memungkinkan tumbuh kembangnya dunia usaha di Indonesia

engertian Ekonomi Kerakyatan.

Jika dilihat di lapangan,banyak sekali seniman yang terpenggirkan alias kurang ada perhatian dari pemerintah.walaupun mereka sudah bekerja keras dalam menghidupi dirimereka sendiri,tetapi secara tidak sadra mereka telah menghidupi Bali di Bidang pariwisata.saya teringat sjenak wawancara saya dengan I NYoman Nuarta,ketika saya menanyakan mengapa sekolah seni yang ada di Bali mulai kekurangan peminat,dan beliaupun menjawab”ini sungguh ironis memang,melihat kenyataan di Bali,memang warganya hidup di bidang pariwisa budaya khususnya,kita melihat sekarang sudah berada di era globalisasi, pariwisata Budaya sudah ditinggalkan,yang ada adalah budaya pariwisata,wisatawan disuguhkan dengan fasilitas yang mewah ,pdahal itubukan tujuannya disini,tetapi tidak aneh memang karena budaya kita taksunya itu sudah sedikit sekali karena budaya itu dijual secara komersil tanpa mementingkan aspek aspek penting di dalamnya,seperti barong di batubulan yang kurang terurus,inilah akibat budaya pariwisata yang kian tahun semaki digalajjan pemerintah bahkan pekerja senipun hanya mementingkan materi semata,kita lihat juga wisatawan sudah semakin pintar,imbasnya tentu mengarah ke instansi pendidikan sekolah SMK banyak yang membuka jurusan Perhotelan,lebih dalam lagi inilah ekonomi kita yang kurang berkeadilan,pemerintah jangn Cuma banyak omong,coba perhatikan dahulu pekerja seni kita,tanpa pemerintah mereka juga akan sulit hidup”. Pariwisata budaya sebagai industri yang oleh pemerintah dilaksanakan dalam seperangkat perencanaan dan pengawasan dapat menjadi salah satu aspek yang memunculkan suatu polarisasi tertentu. Kenyataan menunjukkan bahwa semaraknya perkembangan kebudayaan Bali didorong oleh pariwisata dan sebaliknya, pariwisata Bali senantiasa memikat karena daya tarik kebudayaan (Darma Putra, 2006). Malahan Alisjahbana (Darma Putra, 2006) menegaskan bahwa kebudayaan Bali yang ekspresif akan mampu berkembang ke arah watak kebudayaan progresif[1][1], yakni memberikan pendukungnya peluang untuk meraih manfaat ekonomi. Mengingat budaya dan kinerja ekonomi berkaitan erat sehingga perubahan pada yang satu akan berpengaruh pada yang lain (Harrison dan Huntington, 2006:28). Pergeseran nilai ini, yakni dari budaya ekspresif ke budaya progresif yang lebih mengutamakan nilai ekonomi, juga ditegaskan Darma Putra (2006) bahwa pemerintah dan masyarakat melihat adanya kecenderungan komersialisasi kesenian Bali untuk kepentingan pariwisata.kesimpulannya pemerintah harus berperan aktif mengelola pariwisata yang ada di Bali dan memperhatikan seniman yang ada agar pariwisata budaya yang ada dapat tumbuh dengan baik  dan para seniman menjadi sejahtera.

  1. Antropologi Budaya, Manusia Kreatif Menghasilkan Suatu Karya Seni

Manusia adalah satu satunya ciptaan Tuhan yang mampu berfikir dan menalar,selain menggunakan insting dan naluri.cara manusia berfikir berbeda anatara satu dengan yang lainnya,berbeda maksudnya cepat atau lambatnya mereka mengakap sesuatu dan menalarnya ataupuna mendapatkan persepsi yang lain dalam memecahkan suatu masalah.Dalam membuat suatu karya seni tentunya manusia itu memerlukan day pemikiran yang luas untu mandapatkan sesuatu yang diinginkannya.Sebuah karya seni tentu tidak lepas dai cara manusia berffikir kreatif,adapun tiga factor penting  agr karya itu terwujud:kepekaan,kreatifitas,dan karya seni.Dalam proses penciptaan,kepekaan dan kreatifitas merupakan factor psikologis dalam menciptakan karya.Mencipta bearti membuat sesuatu,dan karya seni adalah pencerminan kepekaan dan kreatifitas.

Menurut Tolstoy dalam bukunya”What is Art”:makin besar rasa cinta ditimbuhkan adalh menandakansemakin baik rasa seni tersebut,dan ini terganung pada tiga kondisi yaitu:beasar kecilnya perasaan individu yang disampaikan,jelas tidaknya rasa yang ingin disam[paikan,dan kejujuran seniman(ini yang terpenting).

Kepekaan dalm penciptaan karya seni yang mentransformasikan pengalaman dan kepekaan terhadap alam dan lingkungan,akan menimbulkan perasaan estetis.

Seni merupakan ekspresi kreatif manusia yang dituangkan dalm kehidupan sehari hari,jadi secara tidak sadar kita telah menyentuh atau melakukan hal hla yang berbau seni misalnya sikap pada sembahyang.Dari daya berfikir manusia akan menghasilkan karya,bila digali lebih dalam menghasilkan karya bias diartikan dengan BUDAYA dari etimologi ‘’budi dan daya”dari daya berfikir manusia menghasilkan suatu karya  yang tentunya tidak boleh lepas dari etika dan estetika.Setelah  kebudayaan ,kemudian timbulah local genius,ikap local genius   bias diartikan sebagai  “kearifan local”,yaitu sikap yang bijaksana denagan memanfaatkan budaya local yang telah banyak digunakan dan bermanfaat untuk orang banyak.Dalam sejarah Indonesia ,budaya kita bukan hanya  bukan karena atau hanya pengaruh dari luar ,tetapi bangsa Indonesia memiliki ktrampilan local dan intelektual asli,yang tidak kalah dari bangsa lain.

Jenis jenis keariran lokal:

  1. Tata kelola, berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur kelompok social.
  2. Nilai nilai adat,tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional yang mengatur etika.
  3. Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk melestarikan alam
  4. Pemilihan tempat dan ruang, kearifan local yang berwujud nyata.

Local geniu mengacu pada kemampuan kita sebagai bangsa yang berbudaya,untuk bias menyerap budaya asing tanpa merusak budaya kita sendiri.Seperti yang sudah sudah diloakukan oleh bangsa kita dalma proses akulturasi Hindu,Budha,Islam,atau adaptasi kita dalm hal resep masakan asing yang dikombinasikan dengan bumbu bumbu nusantara.Kita mungkin tidak akan pernah menemukan dengan yang namanya McRice(Burger nasi yang pernah diproduksi MKc Donalds)di Paris atu Amerika,dan kita tidak heran lagi dengan seorang pembantu rumah tangga yang sifat kedaerahannya sangat kental tapi bias membuat pasta dengan lihai.

Gunarsa dan Lukisannya

1Gambar Lukisan wanita dan seruling

Istilah Tradisi di Indonesiaadalah pengungkapan kesenian dalam bentuk yang beragam seperti seni-seni primitif, tetapi juga seni yang brnuansakan religi hindu, budha, ataupun islam yang mempunyai ciri dan kekhasan yang sama yaitu berumur lebih dari seratus tahun yang kokoh dan konservatif, dan kumpulan seni ini disebut sebagai Seni Tradisional. Seni tradisional sifatnya tetap, tak brubah, berasal dari daerah dan mengacu kemasa lalu, sementara Seni Modern yang hakikatnya selalu berubah, bebas, lepas, dari pakem-pakem yang datangnya dari luar malah membaur membentuk suatu citra pencampuran antara Tradisi-Moderen, yang keduanya semakin dipertajam dalam khas Kontemporernya dan sesuai dengan roh kehidupan dan sesuai dengan  zaman. Maka seni rupa moderen Indonesia kalau bisa disebutkan adalah “pencangkokan” tradisi-moderen didalam pengembangannya seperti pada karyaNyomanGunarsa.Secara naluriah gambaran yang muncul pada setiap pencangkokkan seni rupa moderen adalah tidak dapat lepas dari konsep dan ide yang mapan dalam melahirkan nafas pembaharuannya, sehingga bila pada seniman-seniman kini ada asumsi yang mengatakan bahwa “jika kita ingin mengubah impian masa lalu kita..kunjungilah paris”. Dalam artian dengan semakin giatnya kita membuka diri kita dengan perkembangan seni yang tumbuh diluar lingkungan kita yang tak ada batasannya maka kita akan memetik segudang pengalaman lewat ketajaman rasio dalam membentuk mood yang menghasilkan ide atau konsep yang fariatif, kritis dan analitis serta ditunjang dengan gaya garapan yang kreatif. Dalam menilik suatu karya seni yang berbasis pada pembaharuan, sebenarnya kita dapat membedakan pada dua segi pengenalannya, yaitu pada segi Kreativitas dan pada segi Kekritisan. Dalam Dalam membentuk karya seni yang unggul keduanya tidak lepas dari kedua pokok persoalan tsb, sebab Kreativitas adalah syarat mutlak yang masih dituntut pada sabagian besar seniman-seniman moderen yang bahkan merupakan ciri khasnya. Menurut Albert Camus, syarat utama kreativitas adalah memiliki kebebasan, selalu melakukan komunikasi dengan dunia luar, dan yang terakhir adalah dituntutnya keberanian..karena menurutnya Keberanian adalah suatu pemberontakan yang kreatif. Lantas pertanyaannya “Sampai sejauh manakah pemberontakan yang kreatif dalam melihat karya-karya Nyoman Gunarsa, dimanakah ide-ide kekritisannya dalam melahirkan konsep yang menggugah, dan sampai sejauh manakah eksistensi para seniman-seniman besar kita dalam melihat suatu gejolak sosial dan politik yang bergerak di masyarakat kita. Bukankah dengan kekritisan itu dapat atau semakin mempertajam kedudukan kita sebagai seniman dalam menduduki pringkat puncak untuk mendobrak hegemoni masyarakat yang penuh dengan ketimpangan moral atau melucuti kostum-kostum, kedok-kedok, simbol-simbol status negara dan politik?? Coba kita tilik lagi, sudah berapa banyakkah seniman-seniman besar kita yang bergerak dalam kesenirupaan kita yang memaknai kekritisannya?? Mungkin kalau tidak salah bila para seniman-seniman besar kita dalam berkarya lebih mengaktualisasikan hanya padadidukung oleh teknik-teknik yang menarik, yang baru, tapi belum merambah pada muatan-muatan kritis dan politis. Malah ada yang hanya merupakan sebuah pemandangan alam yang dikuasi, lalu ditopengi dengan tekhnik garapan yang katanya eksotik, nyentrik, dll”. Menyimak dari persoalan tersebut yang berbasis pada sub kreatif dan tindakan kritis maka apa salahnya kita coba mengkaji sampai sejauh manakah peran kekritisan “ide” Nyoman Gunarsa dalam menelorkan sebuah karya dengan menyoroti peran analitis kritis dalam melihat setiap gejolak sosial dan politik yang berlangsung dimasyarakat. Sebab cakupan atau gaya aliran dalam seni lukis moderen selalu berbicara tentang apa itu kreativitas dan produktivitas para pelukisnya dan sama sekali belum merambah pada sistem yang berbasis pada ide dan konsep yang lebih mendobrak.

Dari sekian banyaknya seniman lukis mderen Indonesia dewasa ini, Nyoman Gunarsa adalah salah seorang diantaranya yang tetap menjadikan sketsa sebagai kegiatan yang tak dapat dipisahkan dari hidup kesehariannya.Bahkan lebih jauh sketsa telah menentukan corak berkeseniannya sampai menjadi seorang seniman yang berkibar dipanggung seni lukis Nasional dan Internasional. Bentuk sketsa yang amat menarik bagi Nyoman Gunarsa didalampenciptaan karya-karyanya adalah manusia dan lingkungan bali, sketsa sesaji dan yang terakhir adalah sketsa pewayangan/aringgit. Memang, sketsa dalam lukisan Nyoman Gunarsa adalah ungkapan yang paling ensensial dan berfungsi sebagai media dalam proses kreatif dan sekaligus utuh dalam sebuah karya seni. Nenek moyang kita pada zaman dahulu membuat sketsa-sketsa didinding gua dan sketsa inilah oleh para ilmuwan dianalisa untuk bisa membuka tabir kegelapan tentang keadaan zaman ribuan tahun lalu, sama halnya dengan mengamati sketsa lukisan Nyoman Gunarsa yang mengandung kedalaman bentuk visual seperti garis, warna, tekstur, bentuk dan ruang maka kita akan cepat menangkap makna apa dibalik perwujudan visualisasi tersebut. Maka kesimpulan yang dapat kita tarik dari setiap obiek lukisan Nyoman Gunarsa dari setiap sketsanya adalah tentang kecerahan dunia fantastiknya yang mengandung kekuatan niskala yang sifatnya magis, bertempramen yang penuh dengan gejolak, penuh emosi yang didekatkan pada roh atau taksu bali itu sendiri. Gunarsa adalah pelopor pelukis bali masa kini yang telah membebaskan dirinya dari ikatan tradisi tanpa menghilangkan roh atau taksu bali itu sendiri, karena baginya seni adalah sesuatu yang religious.

Sifat umum dewasa ini yang sering tampak dalam kesenian barat tak lain dan tak bukan adalah usaha untuk menimbulkan “efek Shock”, memperlihatkan rasa frustrasi dan kejemukan yang dirasakan oleh para seniman dan sebagian masyarakat. Shock sama dengan menggoncangkan yang dulu dianggap mapan dan stabil, melemparkan batu kekaca-kaca yang melindungi harta-harta nilai tradisional, dengan sengaja menertawakan dan mencemoohkan apa yang oleh angkatan-angkatan dulu dianggap suci dan keramat, memberontak terhadap tata tertib yang dulu tak pernah diragu-ragukan serta membubuhkan tanda tanda tanya dibelakang setiap pernyataan dan ucapan, ini merupakan kekurangan yang sedikitnya dirasakan pada saat ini dalam menapaki seni rupa Indonesia pada umumnya. Sebab terasa ada kemandekan sikap kritis dari sebagian seniman-seniman besar.Apakah kekritisan hanya merupaka milik seniman kecil, pinggiran yang menjadikannya sebagai alat katrol dalam mempromosikan dirinya untuk menempati kedudukan yang lebih terhormat.
Pada hematnya kritis adalah suatu usaha mental untuk memperoleh suatu gagasan, ide, konsep yang menarik, menggugah perasaan atau suatu usaha untuk memikirkan apakah ada sejumllah jawaban untuk suatu persoalan tertentu. Kenyataan menunjukan bahawa beberapa seniman tertentu sering bersifat lebih kritis dalam mencetuskan ide-idenya dengan dikondisikan denga situasi disekitarnya, sementara orang lainnya mungkin lebih kreatif, produktif, dengan gaya pengaktualisasiannya dari pada bersikap kritis. Tetapi akan lebih menarik lagi kalau kedua hal itu berjalan dalam satu bingkai yang sama maka tawarannya akan lebih menggugah, idealis dll. Memang benar apa bila ada pendapat yang mengatakan bahwa lukisan Nyoman Gunarsa telah melepaskan diri dari jiwa zamannya, dia adalah pelopor pelukis bali masa kini yang telah membebaskan diri dari ikatan tradisi tanpa menghilangkan roh atau taksu bali itu sendiri..saya setuju dengan pendapat tersebut.

Analisa Karya Gunarsa

1

Judul:Dalang Bali

Bahan:Oil on canvas

Ukuran:145×145 cm

Tahun:Antara 1970-1976

Menurut saya karya Gunarsa yang satu ini lain dari lukisan yang umumnya saya lihat dari style Gunarsa,karena yang biasanya yang saya lihat style Gunarsa adalah banyak mengambil obyek Pewayangan dan Wanita dengan berbagai atributnya.Dalam lukisan dengan material cat minyak ini menceritakan seorang dalang sedang memainkan wayang Rahwana dan twalen,diman dia didampingi oleh seorang wanita yang mungkin adalah seorang sinden dan juga pemain Gender Wayang(alat music tradisional yang biasa digunakan ketika pementasan wayang).Suasana yang saya tangkap dari lukisan ini adalah keharmonisan para tokoh yang ada dalam lukisan ini seolah menjadi satu dalam mementaskan wayang yang menurut penafsira saya adalah pagelaran wayang Tantri(Pementasa wayang yang banyak mengambil cerita rakyat).Selain itu luisan ini juga dipajang di Istana Merdeka yang sekaligus menjadi perhatian curator Istana Mieke Susanto.

Konsep Karya dari  apersiasi saya sendiri adalah irama di dalam kehidupan antara nyanyian baik dan buruk dimana kebaikan selalu diatas segalanya dengan selalu mengedepankan kesederhanaan guna mencapai ketenangan( pemain gender dan sinden berbaju hijau).Di dunia yang penuh gairah ini manusia selalu ingin bersaing dan menjadi yang paling menonjol ,namun itu harus tetap terkontrol misalkan pemimpin tidak selalu ada di atas dia harus sering kali turun ke bawah(wayang dan dalang).

PENUTUP

I Nyoman Gunarsa berasal dari Kabupaten Klungkung Bali, seniman yang menempuh pendidikan di ASRI Yogyakarta ini menganut aliran lukisan Ekspresionisme.Lukisannya mulai melejit sejak dia berada di jogja,selam berbulan bulan dia berkeliling untuk mencari kolektor yang berminat akan lukisannya,setelah berjuang sangat keras dia pun mencapai kejayaannya pada tahun 70-an.Namun sayangnya ketika tahun 90-an peniruan besar besaran terhadaplukisannya trejadi hal ini dikerenakan lukisannya sendiri menjadi incran kolektor kelas dunia ,salah satu pelakunya adalah Ir.Hendra Dinata,mulai saat itu permasalahanHAKI bermunculan dan Gunara adalah seniman pertama yang memperjuangkan HAKI nya dan memperkarakan kasusnya tersubut ke ranah hokum.Dari karya karya Gunarsa sendiri lebih banyak mengambil obyek pewayang dan wanita,satu lukisan yang fenomenal menurut saya adalah lukisa dalng Bali yang menjadi koleksi di Istana Merdeka,karyanya tersebut adalah bukti awal pencapaiannya di dunia seni lukis sekaligus aliran melukis yang dianutnya sampai sekarang.

DAFTAR RUJUKAN

Bakker, Anton, 2000,Antropologi Metafisik,Yogyakarta:Kanisisus

www.google.co.id,18-01-2013

Wawancara dengan Nyoman Nuarta dalam pameran “Personalitas dalam Komunitas”di Bentara Budaya Bali

 

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...