Respons Emotional Well-Being Dalam Laras Gamelan Jawa

Jan 22, 2010 | Artikel

Oleh Djohan (Dosen Musik pada Institut Seni Indonesia Yogyakarta)

Dalam kehidupan sehari-hari, hampir bisa dipastikan setiap orang pernah mengalami perasaan nyaman atau tidak nyaman. Baik melalui hubungan interpersonal dalam lingkungan keluarga, tempat kerja, atau tempat tinggal. Persinggungan bermacam orang dengan watak, kepribadian, budaya, dan perilaku yang berbeda, sangat memungkinkan terjadinya gesekan-gesekan yang dapat memicu perilaku emosional. Sebagai akibatnya, frekuensi ke-nyamanan tentu akan membawa pengaruh pada kinerja serta kualitas hidup seseorang.

Sikap dan perilaku seseorang ketika harus berinteraksi dengan orang di luar dirinya sering kali menimbulkan dampak positif sekaligus negatif. Dampak positif akan diperoleh bila interaksi yang terjadi karena adanya jalinan yang baik dan saling memahami. Sementara dampak negatif akan timbul bila ada kesalah pahaman atau bahkan perbedaan pendapat di anta-ranya. Perilaku rasa senang atau tidak senang sering dapat dilihat secara ka-sat mata melalui perubahan fisiologis. Namun dapat pula tidak tampak ka-rena faktor ekspresi kultural yang berbeda pada setiap orang.

Bagi orang Jawa, sebuah relasi dipahami dengan keselarasan atau har-monis di mana kesabaran, kerendahan hati, kesopanan, penerimaan, peng-hindaran dan menarik diri dimaksudkan untuk mempertahankan hubungan yang nyaman (Mulder, 1999). Di satu sisi hubungan antar manusia, per-selisihan tidak dapat dihindari sehingga perasaan tidak senang pun tidak da-pat ditolak. Disisi lain budaya Jawa sarat dengan nilai yang juga banyak dimanifestasikan melalui bentuk-bentuk kesenian.

Salah satu luaran dari budaya yang hampir tiap hari ditemui orang di manapun berada adalah musik seperti yang disampaikan Merriam, (1964) dalam bukunya the Anthropology of Music bahwa tidak ada aktivitas bu-daya manusia yang begitu meresap, menjangkau sampai ke dalam, mem-bentuk, dan kadang mengendalikan perilaku manusia seperti musik. Dekat-nya musik dengan kehidupan ma-nusia kemudian menyebabkan tumbuhnya minat dan perhatian yang lebih besar terhadap musik, serta mendorong adanya kajian tentang musik kaitannya dengan berbagai disiplin ilmu.

Orang mulai mempertanyakan apa yang dirasakan seseorang ketika mendengar suatu jenis musik tertentu, mengapa musik yang menjadi tema suatu film yang dapat sedemikian memengaruhi orang-orang yang menon-tonnya, dan memiliki karakter musik tertentu, apakah karakter musik juga memiliki hubungan atau saling mempengaruhi terhadap masyarakat pemi-liknya.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, maka suatu disiplin ilmu tidak berhenti pada paradigma tunggal, dan terus melengkapi dari berbagai perspektif. Salah satu disiplin yang baru di Indonesia adalah Psikologi Mu-sik sebagai hibrida dari Psikologi dan Musikologi. Bagi Psikologi sendiri penerapan “hard science” dilakukan melalui bidang peminatan psikologi eksperimen, faal, psikoneurologi, psikobiologi dan yang sejenis.

Hal yang ingin dikembangkan adalah teori-teori dasar diri individu sebagai sosok biologis. Maka masalah “body” yang menjelaskan perilaku dari sisi fisiologis menjadi penting.  Namun demikian dalam kaitan dengan manusia, masalah “body” tidak dapat dilepaskan dari masalah “mind” sebab keduanya muncul bersama-sama dalam perilaku manusia. Untuk itu, telaah dari sisi “soft science” berperan dalam menjelaskan aspek-aspek persepsi, kognisi, atau emosi manusia.

Sebagai salah satu ilmu pengetahuan, musik juga dapat dijelaskan de-ngan tataran yang sama. Bahwa “hard science” di bidang musik akan lebih menyoroti perangkat keras dan alat, sebagai materi penghasil bunyi, dan dampak elemen musikal seperti pitch dan sebagainya. Kemudian pende-katan “soft science” lebih untuk menjelaskan bagaimana musik menggugah perasaan pendengarnya, mengapa jenis musik tertentu lebih disukai, dan bagaimana sebuah lagu tercipta, atau yang terkait dengan perilaku manusia. Bila dilihat dari aspek psikologi, maka kajian “soft science” di bidang mu-sik sangat erat terkait dengan dimensi-dimensi psikologis seperti persepsi, memori, dan emosi. Sehingga  dalam kajian tentang emotional well-being ini diharapkan juga dapat menjembatani antara Psikologi dan Musikologi. Dengan demikian telaah Psikologi Musik dapat berkembang karena kolaborasi di antara keduanya memungkinkan penjelasan yang lebih kom-prehensif.

Kajian pengaruh laras slendro terhadap emosi berupaya mengaitkan elemen musikal laras dengan aspek-aspek emosi. Seperti pendapat Sloboda (1999), yang secara eksplisit mengungkapkan bahwa musik memiliki fungsi untuk meningkatkan, mengubah emosi dan aspek spiritual, atau membawa seseorang pada kondisi “transenden”. Demikian pula penelitian yang meng-kaji peran musik dalam kehidupan sehari-hari oleh DeNora (1997) menun-jukkan bahwa musik merupakan sarana untuk menata dan meningkatkan kualitas diri baik pada aspek kognitif, emosi maupun fisik.

Hasil penelitian Sloboda (2001), menemukan bahwa musik berkaitan erat dengan perubahan suasana hati dan dapat menghasilkan ketenangan. Misalnya, musik dapat memperbaiki suasana hati yang diwarnai kejenuhan dan kebosanan, meningkatkan konsentrasi, memperkuat ingatan, menggu-gah semangat bahkan berkaitan erat dengan perasaan-perasaan lebih men-dalam seperti kesedihan dan kesepian. Oleh karena itu musik berkaitan erat terhadap emosi dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian-penelitian yang telah dikemukakan menguatkan hasil kajian yang dilakukan, seperti fungsi musik dalam kehidupan sehari-hari, dan musik dalam sebuah komposisi tetap akan memberikan kontribusi terhadap respons emosi walau rumit, sederhana atau sefamiliar apapun.

Respons  Emotional  Well-Being Dalam  Laras  Gamelan  Jawa, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...