Seni Kebyar Mendunia, Pemerintah Bali Tak Peduli

Nov 28, 2015 | Artikel

Kiriman : Kadek Suartaya, SSKar., M.Si (Dosen Jurusan Karawitan ISI Denpasar)

Telah 100 tahun seni kebyar  menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat Bali. Berawal dari munculnya gong kebyar di Bali Utara pada tahun 1915. Kehadiran gamelan dengan gaya estetik-musikal yang sarat gairah ini, memicu menguaknya seni tari baru yang berbeda dari tari tradisi yang telah mengkristal sebelumnya. Tari nafas baru dengan iringan gong kebyar inilah yang disebut seni kebyar atau kakebyaran. Kini, perkembangan seni kebyar tak pernah henti menggeliat dan menggebrak dalam kancah seni pertunjukan Bali.

          I Ketut Marya dapat disebut sebagai pionir lahirnya seni kebyar. Lewat karya cipta tarinya yang berjudul Kebyar Duduk yang mulai dikenal masyarakat sejak tahun 1925, era seni kebyar menggelinding di Bali. Pada tahun 1942 lahir tari Panji Semirang dan tari Mergapati karya I Nyoman Kaler. Tahun 1950 mencuat tari Tarunajaya olahan I Gede Manik. Selanjutnya, Ketut Marya yang namanya menginternasional dengan sebutan Mario menciptakan tari duet Oleg Tambulilingan (1952), I Nyoman Ridet dan I Wayan Likes menelorkan tari Tenun dan I Wayan Beratha melahirkan tari Tani (1957), dan seterusnya berdenyut kencang pada tahun 1980-an dengan lahirnya deretan tari yang bertema fauna, diantaranya,  tari Manukrawa (I Wayan Dibia), Kidangkencana (I Gusti Ngurah Supartha) dan tari Cendrawasih ( NLN. Swanthi Bandem).

          Di tengah sebagian masyarakat Bali, seni kebyar sering latah disebut legong atau lazim dinamai tari lepas. Seni kebyar pada umumnya dipentaskan sebagai seni tontonan atau hiburan masyarakat. Dalam perjalanannya, seni pertunjukan balih-balihan ini dapat disajikan secara tersendiri atau sering menjadi bagian pementasan tertentu. Ketika teater rakyat drama gong sedang naik daun pada tahun 1970-an, sebelum pertunjukan inti dimulai sering diawali dengan satu dua pagelaran seni kebyar seperti tari Tarunujaya, Wiranata, Panji Semirang, atau Oleg Tambulilingan. Demikian pula sebuah pementasan drama tari Prembon, sering dimulai dengan sajian tari lepas kebyar.

          Adalah Bung Karno, presiden pertama RI, sangat mengapresiasi seni kebyar dan sekaligus menyayangi para penarinya. Begitu besarnya perhatian sang presiden dengan kesenian Bali hingga sempat memberikan nama Tarunajaya pada karya tari Gede Manik yang kini memonumental itu. Munculnya seni kebyar dengan tema-tema sosialistik di Bali seperti tari Tenun, Nelayan, Tani dan sebagainya adalah merupakan peran langsung dan tidak langsung dari atmosfer sosial-kultural-politik yang digadang-gadang Bung Karno pada era kekuasaannya. Realitanya, Bung Karno, sering memamerkan kesenian Bali, termasuk seni kebyar, kepada tamu-tamu pentingnya, baik di Istana Tampaksiring maupun di Istana Negara Jakarta.

          Gong kebyar sebagai media gamelan pengiring tari kebyar kini tersebar merata di penjuru Bali. Selain banjar atau desa, gamelan yang dapat berfungsi fleksibel ini juga dimiliki sekolah-sekolah, kantor-kantor pemerintahan, dan tentu juga sanggar-sanggar seni pertunjukan yang kian tumbuh subur. Sejatinya, sejak tahun 1960-an, pementasan seni kebyar menjadi sebuah pertunjukan favorit masyarakat. Tidak sedikit pelaku seni tari tersohor karena kepiawaiannya membawakan tari kebyar tertentu. Ada yang namanya eksis dan virtuoso sebagai penari Tarunajaya, Kebyar Duduk, Panji Semirang dan sebagainya. Bahkan ada identifikasi seorang wanita Bali yang postur tubuhnya langsing semampai dengan rambut panjang menjuntai seperti Oleg Tambulilingan.

          Namun menginjak tahun 1990-an, pementasan tari-tari kebyar di tengah masyarakat Bali agak meredup. Fenomena tergerusnya perhatian penonton terhadap seni kebyar juga dialami seni tontonan Bali yang sebelumnya digemari seperti drama gong, arja, dan sendratari. Walau demikian, lembaga pendidikan formal seni seperti SMKI (kini SMK Negeri 3 Sukawati) dan STSI (kini ISI Denpasar) tetap konsisten mengajarkan dan menciptakan seni kebyar. Sementara itu, sanggar-sanggar seni mulai menunjukkan kontribusi yang signifikan pada keberadaan seni tari, tentu termasuk seni kebyar.

          Menapak tahun 2000-an, seni kebyar kembali bergairah. Sanggar-sanggar seni mampu menelorkan penari-penari seni kebyar yang andal. Salah satu pemicu menetasnya generasi muda unggul seni kebyar adalah lomba-lomba tari yang berlangsung secara sporadis hampir di seluruh Bali. Lomba-lomba tari yang digelar di bale banjar hingga di podium universitas itu mengkompetisikan seni kebyar, selain tari Baris, Jauk, dan Legong Keraton. Dari arena ini seni kebyar teraktualisasi di tengah masyarakat, karena umumnya para penabuh sebuah sekaa gamelan mengenal dan mampu mengiringi tari Panji Semirang, Wiranata, Tarunajaya, Oleg Tambulilingan hingga tari Manukrawa.

          Memperingati seabad seni kebyar, sudah sepatutnya para generasi muda Bali pelestari seni kebyar didorong unjuk kemampuan. Porsenijar (Pekan Seni dan Olahraga Pelajar) yang digelar pada bulan-bulan awal tahun adalah salah satu arena ideal bagi para pelajar berseni kebyar. Dinas Pendidikan Propinsi Bali sebagai penyelenggara, semestinya sudah mengantisipasi memasukkan dan merinci materi tari-tarian kebyar untuk ditampilkan pada lomba bidang seninya. Materi tari-tarian kebyar kiranya tepat diperuntukkan pada sajian tari putri; Panji Semirang (SD), Wiranata (SMP), dan Tarunajaya (SMA/SMK). Sedangkan untuk materi tari putra lebih relevan dilombakan tari non kebyar seperti Baris (SD), Jauk Keras (SMP) dan Jauk Manis (SMA/SMK). Melalui Porsenijar, pemerintah propinsi Bali dapat menunjukkan peran dan kepeduliannya membangun jagat seni, mengapresiasi tonggak seabad seni kebyar yang kini telah mendunia.

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...