Tari Pendet, Dari Pulau Dewata Mengerling Dunia

Dec 18, 2015 | Artikel

Kiriman : Kadek Suartaya, SSKar., M.Si (Dosen Jurusan Karawitan ISI Denpasar)

Tari Pendet, belakangan tersenyum sumeringah di Pulau Dewata. Pada pertengahan dan akhir April lalu, dua kabupaten bertetangga yang merayakan HUT kotanya, Gianyar dan Klungkung, menggelar tari pendet masal. Mengambil tempat di panggung terbuka Balai Budaya, Gianyar tampil dengan 600 orang penari. Sementara itu, tak mau kalah heboh, Klungkung mengerahkan 2015 orang penari yang melenggang di perempatan kota Semarapura. Tari Pendet yang dikembangkan dari ritual mamendet dalam prosesi agama Hindu di Bali, kini menggeliat mengerling dunia.

Pada umumnya masyarakat mengenal tari Pendet sebagai tari penyambutan atau tari selamat datang. Tetapi tiba-tiba pada tahun 2009, tari yang disajikan oleh para penari putri ini, mengundang perhatian masyarakat Indonesia. Adalah negara tetangga kita, Malaysia melambungkan tari Pendet menjadi topik wacana kebudayaan internasional gara-gara promosi  Visit Malaysia Year-nya yang memajang Pendet sebagai ilustrasi iklan pariwisatanya. Promosi kepariwisataan negeri serumpun tersebut mengundang tudingan sebagai penyerobot kebudayaan Indonesia. Kendati bentuk klaim Malaysia atas tari Pendet tidak jelas seperti apa kebenarannya, di sisi lain, setidaknya telah mengundang perhatian kalangan masyarakat luas–dari rakyat awam hingga presiden RI, terhadap tari Pendet.

Banyak yang beropini pendakuan tari Pendet oleh Malaysia dipicu oleh kepentingan pragmatis-ekonomis, dalam konteks ini industri keparawisataan yang memang dikelola sungguh-sungguh negeri tetangga itu dengan mempromosikan  bangsanya sebagai  Truly Asia. Pendet sebagai salah satu tari Bali yang sudah sangat familiar menyongsong wisatawan mancanegara,  mereka pinjam tanpa permisi untuk pencitraan eksistensi nilai keindahan budaya.

Sejak tahun 1970-an, tari Pendet mulai dikenal dan dipelajari di beberapa kota besar Indonesia lewat sanggar-sanggar tari. Di Jakarta misalnya, tari kelompok ini termasuk materi dasar wajib yang diberikan kepada para peminat tari Bali. Menasionalnya tari yang dikembangkan tahun 1950-an ini juga berkat andil presiden pertama RI Bung Karno, menampilkan tari Pendet yang dibawakan oleh 1000 orang gadis-gadis Bali dalam Asian Games tahun 1962 di Jakarta. Di Bali sendiri, dalam geliat jagat pariwisata,  tari Pendet sering-sering ditampilkan sebagai tari selamat datang dalam konteks pertunjukan turistik.

Sebelum dikenal sebagai tari penyambutan, pendet adalah bagian prosesi keagamaan hampir di setiap pura di Bali. Mamendet atau mendet adalah kegiatan untuk menyebut sebuah tahap upacara yang dimaknai sebagai penyambutan para dewa. Mamendet biasanya adalah tugas para pemimpin upacara atau pemangku, namun di beberapa tempat persembahan seni itu dapat dilakukan oleh siapa saja, tua muda, laki perempuan. Melalui iringan gamelan papendetan, seorang nenek misalnya bangkit spontanitas ngayah mengambil canang, dupa, pasepan lalu menari penuh ketulusan. Seorang atau beberapa pemangku juga lazim menggamit tombak, bandrangan dan atau keris menari-nari dengan lugu berimprovisasi. Bahkan bocah-bocah pun tampak sering berpartisipasi dengan keceriaanya.

Berangkat dari tradisi mamendet dalam aktivitas keagamaan itulah memunculkan kreativitas seni yang kemudian dikenal sebagai tari Pendet. Adalah seorang seniman Bali yang bernama I Wayan Rindi (almarhum) dari Banjar Lebah Sumerta  sebagai penggagasnya. Belum jelas apa motivasi seniman yang pada masa remajanya dikenal sebagai penari gandrung tersohor itu menciptakan tari yang konon dibawakan pertama kali oleh penari kawakan Ni Ketut Reneng tersebut. Namun yang pasti, tari yang pada awalnya disebut Pendet Pujiastuti itu berkembang cepat di tengah masyarakat Bali. Ketika ditampilkan dalam Asian Games 1962, tari ini sempat ditata kembali oleh seniman karawitan dan tari I Wayan Beratha.

Tari Pendet ditampilkan dengan busana adat wanita tradisional Bali, memakai kain dan penutup badan serta beberapa kembang menghias rambut berurai panjang. Bokor yang penuh dengan bunga warna-warni adalah properti satu-satunya tari yang berdurai sekitar 5-6 menit ini. Melalui untaian perbendaharaan gerak tari Bali, Pendet pada intinya melukiskan wanita Bali melakukan persembahyang ke hadapan para dewa atau Hyang Widhi. Bagaimana stilisasi estetik dari khusuknya saat bersembahyang itu dilukiskan pada bagian tengah tari ini. Dalam posisi bersimpuh dengan bokor ditaruh di depan lutut, setahap demi setahap bunga diambil dan diangkat ke dada dikepit kedua jemari tangan yang terkatup, lalu dilepas ke atas. Pada bagian akhir, dalam gerakan  ngumbang, bunga-bunga itu kembali disebar dengan hikmat. Dalam perjalanannya kemudian, entah atas kritik atau anjuran pihak mana, untuk menyambut turis di bandara atau di hotel, dibuat tari Pendet versi pendek, 2-3 menit, dengan menghilangkan bagian persembahyangannya.

Sekian tahun setelah kehadiran tari Pendet, ritual keagamaan yang disertai penyajian seni sakral kembali menjadi sumber inspirasi kelahiran beberapa jenis tari selamat datang pada tahun-tahun berikutnya. Setelah munculnya tari Gabor ciptaan I Gusti Raka Saba, pada tahun 1971 menguak tari Panyembrama karya I Wayan Beratha yang hingga kini masih populer, dipentaskan sebagai tari pembukaan. Jika tari Pendet, Gabor, dan Panyembrana adalah jenis tari putri, tari penyambutan yang diberi nama Puspawresti (1981) buah karya I Wayan Dibia menampilkan karakter tari putra dan putri. Era tahun 1990-an memunculkan tari Puspanjali dan tari Sekar Jagat ciptaan N.L.N Swasthi Widjaja Bandem, tari Selat Segara karya I Gusti Ayu Srinatih. Tak hanya di Bali, di Jakarta, Guruh Sukarno Putra menggarap tari (Bali) Rebong Puspa Mekar yang terinspirasi dari persembahan tari Rejang saat odalan di pura. Dari arena  PKB, sebuah grup tari Bali Basundari dari Jepang juga dengan bangga menyajikan cipta tari selamat datang bertajuk Puspa Buana.

Jagat seni dapat diusung sebagai media komunikasi estetik yang dianggap sebagai gudang bersemayamnya makna-makna kebudayaan. Salah satu makna kebudayaan dunia seni adalah keselarasan dan kedamaian. Tari Pendet telah menabur kembang kedamaian ke berbagai belahan dunia. Seledet-nya–gerak mata ke kiri dan ke kanan dalam tari Bali–telah mengerling masyarakat mancanegara dari California hingga Tokyo. Sekar Jaya, sebuah grup tari dan gamelan Bali yang beranggotakan orang-orang Amerika, sejak tahun 1980-an  telah pasih menarikan dan memainkan iringan tari Pendet. Di Tokyo, para seniman Jepang yang tergabung dalam grup tari dan gamelan Bali Sekar Jepun kini juga telah sering mementaskan tari selamat datang asal Pulau Dewata itu.

Keberadaan tari Pendet berpijak dari ritual keagamaan yang ditata menjadi ekspresi artistik  dalam sanggaan nilai estetika, etika, filosofis agama Hindu masyarakat Bali. Karenanya, Bali tak akan mungkin kehilangan tari Pendet, lebih-lebih akar dan sumber inspirasinya masih amat kokoh sebagai ritus yang dikawal secara takzim. Sebagai seni tari sub kebudayaan Indonesia, tari ini telah menjadi jembatan toleransi kemajemukan ekspresi kebudayaan kita. Sebagai sebuah nilai estetik dan kultural Nusantara, tari Pendet telah mengerling dunia, menyemai komunikasi universal dengan bangsa-bangsa sejagat.                

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...