Alur Perkembangan Kebudayaan Bali IV

Oct 2, 2010 | Artikel, Berita

Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

4. Zaman Raja-raja Bali Kuno

Ditemukannya prasasti yang tertua di Bali yang berangka tahun 804 Saka, mulailah ada keterangan tentang Bali dari dalam (Bali). Prasasti tersebut disebut dengan Prasasti Sukawana yang berisi tentang perkenan raja bagi para biksu yaitu bhiksu Siwakangsita, Siwanirmala dan Siwaprajna, untuk mendirikan asrama dan penginapan di daerah perburuan di bukit Kintamani. Prasasti tersebut memberikan keterangan tentang alat-alat musik yang termuat dalam lembar 2.a baris kedua yaitu parsangkha (orang-orang yang meniup Sangka), parpadaha (orang-orang yang menabuh kendang), balian (penonton), pamukul (penabuh gamelan). Prasasti ini tidak menyebutkan nama raja tetapi menyebutkan sebuah kota (keraton) yaitu Singamandawa dan beberapa senapati pejabat tinggi pemerintahan seperti Senapati Sarbwa, Senapati Digangga, Senapati Danda, dan beberapa pejabat rendahan. Prasasti lainnya yaitu prasasti Bebetin A I sama dengan prasasti Sukawana yang tidak menyebutkan nama raja melainkan keraton yang disebut dengan panglapuan di Singamandawa, menyebutkan tentang instrumen musik pada lembar 2 b, no 5 tertulis pamukul (penabuh gamelan), pagending (pesinden), pabunying (penabuh angklung),  papadaha (penabuh Kendang), parbhangsi (peniup Suling besar), partapukan (perkumpulan openg), parbwayang (dalang).

Menurut kronologi sejarah Bali, yang paling awal dan paling tua menyebut nama raja adalah Sri Kesari Warmadewa (835-837) dengan mengeluarkan 3 buah prasasti. Prasasti yang paling penting dan akan dibahas dalam sub bab kemudian adalah prasasti Blanjong yang didalamnya terdapat kata bheri yang diartikan sebagai alat bunyi-bunyian perang (gendang perang). Kemudian berselang dengan munculnya nama Sang Ratu Ugrasena (837-864 S). Dalam Purana Balidwipa, Sri Ugrasena bergelar Sri Ugrasena Warmadewa (864 S). Ugrasena mengeluarkan 8 prasasti dan empat buahnya mengungkap tentang pajak (tikasan) pemain gamelan, pajak peniup sangka sebesar dua piling.

Pada masa pemerintahan Sri Gunapriya Dharmmapatni yang merupakan putri dari Mpu Sendok dan Maharaja Sri Dharmmodhayana Warmadewa (911-923 S), mengeluarkan 10 buah prasasti. Empat buah prasastinya memuat tentang pengaturan kesenian dan membedakan pertunjukan puri dan pertunjukan ambaran, juga disebutkan tentang tikasan parsangkha atau pajak bagi peniup sangkha, yang termuat dalam prasati Buwahan A yang bertahun 916 S.  Pada masa pemerintahannya telah terjalin suatu hubungan politik dan keluarga antara Bali dan Jawa Timur.

Alur Perkembangan Kebudayaan Bali IV Selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...