Angklung “ Purnama Budaya” Banjar Batubidak, Kerobokan, Badung, Bagian II

Oct 30, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman:  I  Made Sujendra, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar

Periode, Tahun 1980 -2008

            Pada periode ini merupakan, generasi ke-3 dan ini merupakan awal mula penambahan kata Budaya , yang dulunya hanya “Legong Angklung Purnama” dan sekarang menjadi  “Angklung Purnama Budaya”. Perkembangan yang terjadi pada periode ini adalah mentransfer tabuh-tabuh seperti: tari Panyembrahma, Baris tunggal, Jauk, Baris Tekok Jago , Petopengan, Prembon, Manuk rawa, Kidang Kencana, Jaran Teji, Yuda Pati, Rejang Dewa dan beberapa tabuh-tabuh lelambatan.

            Pada tahun 1989, untuk pertama kalinya menggarap tabuh untuk mengiringi pementasan Wayang Kulit bekerja sama dengan Dalang Bapak I Made Kembar dari Padang Sumbu Kelod. Pementasan tersebut terbilang sukses karena, mendapat sambutan yang bagus dari masyarakat, sehingga  undangan untuk pentas sangat padat sekali hingga hampir menjangkau semua kabupaten di Bali, disebabkan untuk pertama kalinya pertunjukan wayang kulit dikemas dalam bentuk lain yang biasanya hanya diiringi oleh gender dan batel saja.

            Di periode ini juga untuk pertama kalinya pak Made Kembar menggunakan iringan Gong Kebyar, yaitu gong Padang Sumbu, selanjutnya memakai pelegongan ( gender rambat ),oleh sanggar Candra metu Br. Gadon kerobokan dan terakhir berkembang memakai gamelan Semar Pegulingan yang dipopulerkan oleh wayang kulit Cenk Blong Belayu. Namun ketika itu hanya yang memakai instrumen angklung yang paling berkembang sampai saat ini.

            Selanjutnya iringan wayang kulit dengan angklung juga dipakai oleh: Ida Bagus Sudiksa ,S.E., M.M,  (Griya Telaga, Kerobokan ), Ida Bagus Baskara ( Griya Buduk, alm ), Ida Bagus Bawa ( Griya Sibang ), Ida Bagus Alit Arga Patra , S.Sn., ( Griya Buduk ),  Dalang Putra (Kepaon  Denpasar ),  I ketut Nuada ( Wayang Joblar ABG, dari Tumbak Bayuh , mengwi Badung )  dan  I ketut Gina, S.Sn dari Kerobokan. Kegiatan ini masih berlangsung sampai sekarang. Pada tahun 1990, gamelanya diperbaharui instrumentnya dilebur dan ditambah bobotnya dengan memakai unsur Tri Datu ( emas, perak,tembaga ) dan Pelawahnya juga diganti, sekarang diukir serta memakai Prada.namun pada waktu itu sempat terjadi ketidak sesuaian pada pelawah gamelan-nya, yang dipesan pelawah angklung empat bilah namun yang dibikin dan dikirim pelawah berbilah lima. Kesalahan tersebut murni kesalahan dari pihak bapak Gableran terbukti dari tulisan yang ditulis di kalender bapak Gableran, akhirnya dibuat ulang. Sedangkan instrumen-nya dikerjakan oleh Bapak Made Sukarta.disamping itu juga, membeli seperangkat gamelan Baleganjur, membeli sepasang curing dan membangun tempat Gamelanya, termasuk upacara Pemelaspas dan Pasupati oleh Ida Peranda Oka Telaga dari Griya Sanur, Denpasar .

            Sumber pendanaanya pada waktu itu bersumber dari mengiringi pentas wayang, ketika itu sangat diminati sehingga Dalang Pak Made Kembar membentuk sekehe angklung bayangan untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit lagi dua barung yaitu di Banjar Abasan dan Banjar Silayukti Kerobokan, karena hampir setiap malam ada pementasan. Sumber pendanaan yang lainya berasal dari warung amal ( bazar ) dan borong cor lantai rumah milik Dr.Komp. GD Agung di Jl. Pemuda Renon Denpasar, yang kebetulan bangunanya saya yang mengerjakan.

            Memasuki akhir tahun 1990, mengikuti lomba Angklung kekelentangan tingkat Desa Kerobokan dengan pembina Bapak I Wayan Rundu dari B.r Geladag Denpasar dan berhasil mendapatkan Juara I, selanjutnya pada tahun 1991, gamelanya sempat dilaras kembali oleh Bapak I Wayan Berata sebelum  mengikuti lomba Angklung kekelentangan se kabupaten Badung ( dulunya masih jadi satu dengan kota Denpasar ), dan keluar sebagai Juara I juga tingkat kabupaten Badung, rekamanya di produksi oleh Bali Record, kembali pada tahun 1992 mengikuti lomba Angkung kekelentangan tingkat provinsi Bali, dengan tema parade Bukur dan mendapatkan Juara I dan langsung diproduksi oleh Aneka Record. Pada periode ini disamping mengiringi pentas wayang juga punya acara pentas di beberapa hotel di kawasan Kuta dan Sanur.

            Pada pertengahan tahun 2008, dalam rangka program ngayah di Pura Dalem Kerobokan menggarap sebuah pementasan Sendratari Ramayana bekerja sama dengan Bapak Made Kembar. Pemetasanya secara umum berlangsung sukses namun sempat terjadi insiden kecil, pertunjukan tidak sampai selesai karena memasuki babak akhir semua penari dan sebagian penabuh kesurupan sehingga pertunjukan terpaksa terhenti. Sendratari ini juga sempat pentas di Pura Dalem Petitenget Kerobokan dan di Griya Cau Belayu Tabanan. Selain pementasan Sendratari Ramayana, juga dipentaskan tari Legong Keraton dan beberapa tarian lainya. Kegiatan ini menghabiskandana sekitarRp,12,000,000;yang semuanya bersumber dari mengiringi pertunjukan wayang kulit.

Periode, Tahun  2009 – Sekarang

            Pada tahun ,2009 merupakan periode lahirnya generasi ke-4 sekehe Angklung anak-anak yang pertama di kecamatan Kuta Utara , dan sudah bisa menguasai beberapa tabuh petegak dan beberapa tabuh iringan tari antara lain: Puspa Wresti, Puspan Jali, Baris, Jauk keras, Panji Semirang, Kebyar Duduk, Petopengan dan Baleganjur.

            Adapun program tahun ini, disamping acara latihan rutin satu minggu sekali, ada juga beberapa anggotanya memperkuat Gong Kebyar Anak-anak Kecamatan Kuta Utara, yang di wakili oleh Kelurahan Kerobokan Kaja, dari Banjar Batuculung, terutama untuk instrument kendang dan gangsa. Pada 26 Agustus 2011 lalu,juga mendapat undangan mebarung Angklung Kebyar  dalam rangka parade budaya desa Blantih Kabupaten Bangli. Pada bulan November 2011 mendatang menurut rencana akan dipersiapkan untuk acara pembukaan Parade Budaya di PUSPEM Badung.

Adapun  inventaris masa lalu yang masih ada sampai saat ini antara lain:

ª      Sebuah Bendera ( Kober ) bergambar Maruti ( Hanoman )

ª      Sebuah sepanduk warna merah bertuliskan “Legong Angklung Purnama”

ª      Aksesoris Legong tahun 1963, (  Gelungan Legong Keraton )

ª      1 tungguh grantang Angklung yang berbilah bambu.

ª      Gantungan Gong , berupa besi sepanjang 1,5 mtr yang bawahnya lancip.

ª      1 buah Gong yang terbuat dari Drum.

ª      Pelawah gamelan yang ke dua yang belum di ukir.

ª      Tempat Reong , diikat di pinggang waktu nabuh sambil berjalan.

ª      Tiga buah Piagam penghargaan.

ª      Tiga buah Piala.

ª      Koleksi pribadi berupa costum –costum dari tahun 1970-an sampai 2011.

            Ada hal unik sehubungan dengan sekehe agklung purnama budaya yang dilestarikan sampai saat ini  yaitu ada sekehe wanitanya yang bertugas membuat banten atau sesajen pada piodalan setiap 6 bulan sekali yang jatuh pada hari Saniscara kliwon,wuku krulut. sekehe wanitanya juga memiliki costum yang dananya diambil dari khas sekehe. Keunikan lainya bahwa piodalan itu dilangsungkan di Pura Dalem Kerobokan , karena terdapat satu pelinggih khusus untuk Pregina angklung. Hal lain bahwa setiap melasti kempur yang kecil selalu dibawa ke Pura Dalem bersama beberapa Pretima yang ada ikut di arak ke pantai untuk disucikan. Walaupun sekarang Pura Dalem sudah dikelola oleh Desa Adat tetpi khusus bagi sekehe angklung tetap mendapat prioritas dari pengempon  sekarang,misalnya pemberian costum secara berkala dan tirta yatra di beberapa Pura di luar Bali.

            Demikianlah yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini, andaikata ada ucapan , tindakan yang kurang berkenan saya atas nama pribadi mohon maaf yang sebesar – besarnya. Akhir kata saya ucapkan terima kasih melalui ucapan Parama Cantih.

Angklung “ Purnama Budaya” Banjar  Batubidak, Kerobokan, Badung II selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...