Awal Mula Tari Telek Anak Anak Di Desa Jumpai Klungkung

Sep 12, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman: Ayu Herliana, PS. Seni Tari ISI Denpasar

Sebelum awal mula dari Tari Telek Anak-Anak dijelaskan, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai Desa Jumpai itu sendiri. Menurut informasi yang diberikan oleh Bapak I Wayan Marpa, selaku Bendesa Adat Desa Jumpai Klungkung, menjelaskan tentang sejarah Desa Jumpai secara singkat, sebagai berikut.

Pada zaman kerajaan dahulu, terdapatlah salah satu kerajaan bernama kerajaan Majapahit. Kerajaan tersebut mempunyai seorang patih, ia bernama maha patih Gajah Mada. Suatu hari, Patih Gajah Mada meminta Mpu Kresna Kepakisan untuk datang ke Bali untuk menjadi Raja di Bali. Alasannya, karena Mpu Kresna Kepakisan memiliki hubungan yang baik dan memiliki kesaktian yang sama dengan dirinya (Patih Gajah Mada). Mpu Kresna Kepakisan mempunyai empat (4) anak, yaitu:

  1. Dalem Dirum menjadi Raja Blangbangan
  2. Delem Made Pasuruhan menjadi Raja Pasuruhan
  3. Dalem Watu Muter menjadi Raja Sumbawa
  4. Dalem Ketut Kresna Kepakisan menjadi Raja Majalangu

Salah satu anak beliau, yaitu Ida Dalem Ketut Kresna Kepakisan yang menjadi Raja Majalangu menikah dengan Ni Gayatri. Kemudian mempunyai anak yang bernama I Pasek Bon Dalem Samanjaya. Ida Dalem Ketut Kresna Kepakisan oleh Patih Gajah Mada didaulat menjadi Raja Bali dengan para pengikut Arya Makabehan juga disertai dengan anak beliau I Pasek Bon Dalem Samanjaya yang menjadi juragan. Pertama kali beliau datang ke Bali turun di pasisir Desa Langkung (Lebih). Disana beliau pergi ke Utara, tiba di Samprangan dan menjadi Raja Samprangan. I Pasek Bon Dalem Samanjaya adalah bermata pencaharian sebagai nelayan. Ia lalu meminta kepada Raja Ida Dalem Ketut Kresna Kepakisan (ayahnya) untuk mencari tempat di dekat pantai, karena tempat ia tinggal jauh dari samudra. Mulai sejak itu, anak dari Ida Dalem Ketut Kresna Kepakisan, yaitu I Pasek Bon Dalem diberi gelar I Pasek Bendega Dalem Samanjaya. Beliau mencari tempat di dekat pasisir pantai menemukan tempat yang bernama Cedokan Boga. Di sana para leluhur pertama tinggal. Akan tetapi, sekian lama tinggal di Cedokan Boga, I Pasek Bendega Dalem Samanjaya mencari tempat lagi bergeser ke Timur menemukan tempat yang bernama Njung Pahit (Jumpai). Kemudian bergeser  ke sebelah Timur sesuai dengan posisi Desa Jumpai sekarang yang terdiri dari lima banjar (Dusun), antara lain: (1) Banjar Jumpai Gunung, (2) Banjar Jumpai Kanginan, (3) Banjar Jumpai Tengah, (4) Banjar Jumpai Kawanan, dan (5) Banjar Jumpai Kekeran. Dikarenakan berbagai musibah, pada suatu masa itu di Desa Jumpai mengalami wabah penyakit hingga menyebabkan rakyat yang berjumlah 800 orang menjadi 300 orang. Karena banyak yang meninggal, beberapa dari warga Desa Jumpai meninggalkan desa dan beralih ke Badung, Cemagi, Seseh, dan Semawang. Banjar pun menciut dari lima banjar menjadi dua banjar, sampai sekarang bernama Desa Jumpai.

Demikian ulasan singkat tentang sejarah  terjadinya Desa Jumpai, Klungkung.

Desa Jumpai, Klungkung merupakan salah satu desa dari sekian banyak desa yang ada di wilayah Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara        : Desa Gelgel

Sebelah Barat        : Subak Pegatepan

Sebelah Timur       : Tukad Unda

Sebelah Selatan     : Segara/ Laut

Potensi Desa Jumpai

Luas wilayah Desa Jumpai kira-kira 213.306 Ha/Km2 dengan keadaan tanah yang sangat subur yang terdiri dari tanah perumahaan, persawahan, perkebunan sebagian lainnya pantai. Iklim Desa Jumpai cukup sedang dan keadaan tanah cukup subur.

Kehidupan penduduk Desa Jumpai pada umumnya ditopang oleh mata pencaharian secara mayoritas dalam bidang pertanian, selebihnya adalah jasa pertukangan, pegawai negeri, dan karyawan swasta serta wiraswasta.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memacu masyarakat di Desa Jumpai untuk meningkatkan pengetahuan baik lewat jalur formal maupun non formal. Melalui pendidikan formal di Desa Jumpai telah berdiri sebuah Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK), sebuah Sekolah Dasar (SD), dan sebuah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).

Lewat pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah dimaksudkan untuk mengajari siswa-siswa keterampilan lain di luar jam sekolah. Maka dari itu telah berdiri sebuah pesraman yang menampung anak-anak yang ingin mengetahui hal-hal baru yang berkaitan dengan segala macam pelajaran mulai dari pendidikan ilmu pengetahuan, bahasa, etika, dan sopan santun, keterampilan putra dan putri dan agama.

Dalam bidang kesenian, di Desa Jumpai juga memiliki potensi dalam bidang tersebut. Kesenian merupakan suatu khas tradisi suatu desa dimana setiap tahunnya mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan jamannya dengan tanpa menghilangkan unsur-unsur keasliannya. Kesenian juga merupakan media masa baik itu dipergunakan untuk keagamaan maupun dalam kegiatan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah harus  mendapatkan perhatian. Pembinaan secara rutin itu harus mendapatkan perhatian pembinaan itu datang dari pihak pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

Kelembagaan Desa Jumpai sudah berjalan dengan baik, hal ini dapat ditinjau dengan adanya koordinasi yang baik diantara lembaga-lembaga yang ada, baik lembaga formal maupun non formal. Di Desa Jumpai banyak terdapat Organisasi Kemasyarakatan yang keseluruhannya adalah untuk menunjang pembangunan secara umum sesuai dengan bentuk organisasi tersebut. Dalam hal ini organisasi yang terdapat di Desa Jumpai meliputi: kelompok kesenian Gong Kebyar 2 sekaha untuk 1 desa dan sanggar tari 1 buah. Selain di bidang kesenian, Desa Jumpai juga perpotensi di bidang olahraga. Banjar Kanginan pernah berhasil mendapatkan juara I turnamen voly untuk tingkat sekabupaten dan Banjar Kawan berhasil mendapatkan juara I dibidang olahraga bulutangkis untuk tingkat sekabupaten.

Dari uraian diatas mengenai sejarah Desa Jumpai, maka dapat disimpulkan Desa Jumpai sekarang menjadi 2 banjar, yaitu Banjar Kawan dan Banjar Kangin. Walaupun kedua banjar tersebut berdampingan, namun saat mementaskan Tari Telek Anak-Anak tersebut mereka memiliki penari, tapel Telek, dan pemangku sendiri-sendiri. Hanya saja di Desa Jumpai memiliki satu sesuhunan, yaitu Ida Bhatara Jero Gede (berbentuk Barong) dan kedua banjar tersebut sebagai pengemponnya. Ida Bhatara Jero Gede, Ida Bhatara Lingsir (Rangda), tapel Telek, Jauk, dan Penamprat mempunyai tempat khusus jika tidak mesolah, yaitu disineb di Pura Dalem Penyimpenan.

Tari Telek yang merupakan kesenian tradisional, asal usulnya tidak diketahui secara pasti, hal ini disebabkan oleh kurangnya data yang mengungkapkan asal mula tarian ini. Di dalam mengungkapkan awal mula timbulnya Tari Telek Anak-Anak di Desa Jumpai, akan berpedoman kepada informasi yang diberikan oleh beberapa nara sumber yang berasal dari daerah lingkungan objek penelitian ini. Di samping itu, informasi yang didapat di lapangan juga akan dibandingkan dengan sumber-sumber literatur yang ada kaitannya dengan Tari Telek di Bali. Meskipun demikian, Tari Telek di Desa Jumpai diperkirakan mulai berkembang sekitar tahun 1935 sampai sekarang.  Tarian ini dijadikan pelengkap upacara keagamaan di pura-pura di lingkungan masyarakat Jumpai, dan juga Tari Telek ini mempunyai hubungan erat dengan Barong Ket dalam pementasannya yang juga merupakan sesuhunan Desa Jumpai tersebut.

Awal Mula Tari Telek Anak Anak Di Desa Jumpai Klungkung selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...