Bambu, Pohon Musikal Peneduh Sukmawi

Dec 2, 2010 | Artikel, Berita

Kiriman Kadek Suartaya, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Di tanah air kita, bambu sebagai media musikal setidaknya telah dicatat keberadaanya pada abad ke-12. Sastra kakawin Bharatayuda karya Empu Sedah dan Empu Panuluh (1130 – 1160) dalam salah satu baitnya menulis: pering bungbang muni kanginan manguluwang yeaken tudungan nyangiring yang terjemahan bebasnya adalah bambu berlubang tertiup angin suaranya merdu meraung-raung bagaikan suara suling. Musik bambu yang dimaksud dalam kakawin berbahasa Jawa Kuno itu adalah sunari yang hingga kini masih ditemukan di Bali, mengalun sendu di tengah persawahan atau berdesah magis dalam ritual keagamaan besar di pura.

Gambang sebagai salah satu gamelan bambu tua Bali juga telah dilukiskan dalam Candi Penataran di Jawa Timur (abad ke-14 Masehi). Prasasti yang dibuat pada zaman pemerintahan  Anak Wungsu di Bali (1045 Masehi) menyinggung pula tentang  anuling (peniup seruling), yang kemungkinan besar serulingnya terbuat dari bambu. Dua lontar tua tentang gamelan Bali, Aji Gurnita dan Prakempa memposisikan gamelan Gambang  dan Petangyan (gamelan Joged Pingitan) sebagai barungan (set gamelan) bambu yang menjadi representasi budaya dan presentasi estetik masyarakat Bali zaman kerajaan tempo dulu.

Selain memiliki martabat sebagai media ekspresi musikal, bambu di tengah masyarakat Bali, sejak dulu hingga sekarang, menempati posisi sakral-simbolik disamping tentu juga praktis multi fungsi. Dalam konteks sakral religius, ketika hari raya Galungan, sebatang bambu yang dihias janur ditancapkan di depan rumah setiap penduduk sebagai ungkapan syukur kemenangan dharma (kebajikan) atas adharma (kezaliman).  Tiying gading (bambu kuning) secara khusus dipakai properti benda-benda suci keagamaan, dari upacara persembahan kepada Tuhan hingga upacara pembakaran mayat.

Kendati diupacarai begitu takzim, di tengah dinamika kehidupan yang dahsyat dalam era kesejagatan ini, kini seni tradisi pada umumnya mengalami guncangan hebat. Termasuk, beberapa bentuk gamelan bambu seperti Gambang dan Tingklik (gamelan Joged Pingitan) yang semakin langka. Bahkan Terompong Beruk, gamelan yang dulu menjadi bagian dari budaya agraris tradisional itu kini hampir punah. Namun demikian, di sisi lain, hak hidup tumbuhan bambu dan kesanggupannya sebagai wadah berkesenian masih tampak menunjukkan geliatnya.

Bambu, Pohon Musikal Peneduh Sukmawi

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...