Bangunan Padmasana: Kajian Struktur Dan Penerapan Motif Hias Tradisional Bali

Mar 11, 2010 | Artikel, Berita

Oleh : Ir. Mercu Mahadi, FSRD, DIPA 2008

Abstract

Kesadaran berkesenian sudah sangat mengental dan mentradisi dalam kehidupan masyarakat Bali. Sikap berkesenian secara tulus sebagai pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjadi suatu tumpuan terciptanya keseimbangan hidup manusia, antara alam, lingkungan sosial, dan dengan Tuhannya, sebagai pencipta semua yang ada. Berbagai jenis kesenian berhubungan erat denan agama merupakan suatu kesatuan yang terjalin erat sebagai wujud bhakti kepada Tuhan. Dengan demikian pada setiap bangunan suci seperti pura, dan pemerajan selalu dihiasi dengan ukiran yang menerapkan motif hias tradisional Bali.

Di Bali pada suatu tempat suci (pura) biasanya dilengkapi dengan bangunan padmasana. Bangunan padmasana memiliki fungsi yang cukup pentingsebagai tempat pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Bangunan padmasana pada suatu pura terletak di arah airsanya, yaitu arah timur laut, yang dipandang sebagai tempat Sanghyang Siwa Raditya, dan sangat disucikan oleh umat Hindu. Konsep bangunan padmasanayang diwarisi sampai saat ini di Bali berawal dari kedatangan seorang pendeta dari Kerajaan Majapahit yaitu Danghyang Nirartha akhir abad ke 16 SM, yakni pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Sebelum beliau datang ke Bali, tempat suci (pura) belum dilengkapi padmasana.

Adapun struktur bentuk bangunan Padmasana disusun vertikal yang mencerminkan tiga unsur alam, yakni bhur loka, alam bawah, bwah loka alam tengah, dan swah loka alam atas. Perwujudan berdasarkan konsep Triangga Yaitu ; nistama angga (bagian kaki), madya angga (bagian badan), utama angga, (bagian kepala). Sedangkan motif hias yang diterapkan pada bangunan padmasana, merupakan stilisasi dari bentuk-bentuk yang ada di alam sperti batu-batuan, awan, air, api, tumbuh-tumbuhan, binatang , manusia dan mahluk-mahluk motologi lainnya. Adapun jenis motif hias tradisional Bali tersebut antara lain: Motif Keketusan (geometris), terdirir dari mitif kakul-kakulan, batun timun, ganggong, emas-emasan, ceracap, mute-mutean, dan tali ilut. Motif tumbuh-tumbuhan atau pepatran, antara lain seperti patra punggel, patra sambung, patra sari, patra olanda, patra cina, dan patra wangga. Motif Kekarangan , teridri dari motif karang gajah, karang guak, karang tapel, karang boma, karang sae, karang bentulu dan karang simbar. Sedangkan motif hias yang terinspirasi dari mahluk –mahlik mitologi yang bersifat simbolis antara lain seperti : bhadawang nala, naga anantabhoga, naga taksaka, garuda, dan angsa.

Motif hias tradisional Bali tersebut berfungsi sebagai hiasan atau elemen penghias bangunan, disamping juga mengandung nilai-nilai filosofis dan simbolis.

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...