Dampak Penggunaan Energi Listrik Tenaga Surya Terhadap Life Style Masyarakat di Desa Pusu, Amumba Barat, NTT

Feb 3, 2010 | Artikel, Berita

Kiriman Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana Fakultas Seni Rupa Dan Disain- Institut Seni Indonesia Denpasar

Rumat Adat (tempat penyimpanan makanan)Desa Pusu merupakan desa terpencil yang menggunakan energi terbarukan (renewable energy) tenaga surya di kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Ketika teknologi berada pada satu titik dengan masyarakat desa terpencil, maka terjadi fenomena – fenomena sosial. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan dampak penggunaan energi listrik tenaga surya terhadap gaya hidup di desa tersebut dengan menilik profil pelaksanaan program PLTS baik secara teknis maupun non teknis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi geografis Desa Pusu sangat berpengaruh terhadap aktivitas civitas yang terbatas. Musim kemarau panjang 7 – 8 bulan dalam setahun dan 53% rata-rata waktu efektif bekerja di ladang dalam sehari merupakan ciri khas kehidupan masyarakat lahan kering yang hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Intervensi teknologi didasarkan atas kesadaran masyarakat Desa Pusu. PLTS sebagai entry point menuju masyarakat sejahtera berdampak terhadap gaya hidup masyarakat desa yang teraplikasi pada beberapa aspek, yaitu : aspek sosial dan budaya, ekonomi, pendidikan serta kesehatan. Habitus masyarakat desa setelah PLTS membentuk subkultur baru, dimana artefak teknologi (Solar Home System) diinternalisasi dalam kehidupan masyarakat yang pada akhirnya akan ada penentuan prioritas tindakan.Dari fase awal PLTS hingga fase pendampingan , kondisi tipikal masyarakat menunjukkan tanda-tanda yang berkemampuan melekatkan dirinya suatu diskursus tertentu yang mampu memberikan sebuah identitas, yaitu masyarakat pengguna PLTS. Setelah pendampingan selesai pada tahun 2006 hingga sekarang, terjadi stagnansi bahkan kondisi tipikal masyarakat desa menurun secara perlahan yang disebabkan faktor internal (masyarakat itu sendiri) dan eksternal (agen perubahan)

Dapat disimpulkan bahwa Desa Pusu termasuk dalam kategori desa terpencil dengan kondisi geografis khusus serta kemakmuran dibawah garis kemiskinan (poverty line).

Konstruksi rumah penduduk di Desa Pusu sebelum PLTSDampak penggunaan PLTS terhadap life style masyarakat terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahap awal terjadi fleksibelitas intepretatif dimana masyarakat desa Pusu mengintepretasikan suatu artefak teknologi (SHS), tahap berikut terjadi proses stabilisasi melalui interaksi antarkelompok masyarakat pengguna artefak teknologi (SHS) dengan gaya hidup masyarakat diwarnai dengan konflik dan negosiasi antar kelompok masyarakat yang berujung pada sebuah kompromi, tahap akhir : kestabilan tidak dapat bertahan lama, terjadi stagnan dan cenderung menurun disebabkan pola pikir masyarakat dalam pengartikan perubahan itu. Kondisi tipikal masyarakat berada pada batas kejenuhan yang diakibatkan oleh terbendungnya segala keinginan masyarakat akan pemenuhan kebutuhan lain dengan daya yang terbatas sehingga masyarakat kembali pada pola lama, yaitu sikap menerima apa adanya, malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja, cenderung bersikap apatis. Yang merupakan ciri-ciri gaya hidup masyarakat dengan predikat kemiskinan budaya (poverty cultural).

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...