Estetika Tabuh Lelambatan Gaya Tegaltamu (Perspektif Hindu)

May 11, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman: I Nyoman Kariasa,S.Sn., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Tabuh lelambatan sebagai sebuah komposisi musik tradisional Bali, memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali. Terkadang dengan tabuh lelambatan mampu memberikan identitas grup gamelan atau masyarakat desa tertentu. Merujuk pendapat berbagai pakar, (Schapiro; Piliang, 2003; Sukerta, 2005) Gaya musik adalah cerminan identitas sebuah bentuk musik yang di dalamnya terdapat unsur-unsur fisik, teknik, kaidah-kaidah estetik, ekspresi yang memiliki karakter tertentu.  Terdapat berbagai tingkatan gaya dalam karya seni ada diantaranya gaya individual (gaya seorang seniman), gaya regional (representatif dari satu daerah tertentu pada periode tertentu), gaya nasional dan gaya internasional (Piliang, 2003:177). Adanya tingkatan gaya tersebut terkait dengan pembahasan topik ini tentang gaya regional, yaitu bentuk style atau gaya musik yang muncul dan berkembang pada suatu wilayah. Di Bali terdapat berbagai macam gaya karawitan dimana masing-masing memiliki karakteristik serta identitas yang sangat kuat. Keberadaan gaya-gaya regional tersebut sangat eksis di masyarakat dimana di kalangan seniman khususnya dapat mengenali dengan mudah sebuah gaya musik dengan memperhatikan idiom-idiom dari masing-masing gaya tersebut. Aspek fisik dari sebuah instrumen, bentuk musik, pengolahan musikalitas serta ekspresi penyajiannya akan menjadi idiom yang mudah dikenal.

Tabuh lelambatan pegongan adalah salah satu bentuk komposisi karawitan instrumental yang biasanya dimainkan dengan media gamelan Gong Gede dan gamelan Gong Kebyar. Kekeberadaan komposisi ini sangat populer di masyarakat, dimana penyebarannya sangat merata di Bali. Tidak ada wilayah kabupaten dan kota yang tidak memiliki bentuk komposisi ini, dan keberadaannyapun sangat beragam dengan ciri-ciri dan gaya yang berbeda. Gaya-gaya tersebut masing-masing memiliki ciri khas serta karakter tersendiri yang membedakan satu dengan yang lainnya. Kuatnya karakter yang dimiliki oleh masing-masing gaya tersebut, terkadang mampu menunjukkan identitas wilayah kelahirannya.

Mengacu pada uraian di atas, Banjar Tegaltamu yang terletak di Desa Batubulan telah mampu mempopulerkan salah satu gaya lelambatan melalui peran para tekohnya menjadi pelatih merambah daerah sekitarnya. menyebarkan model lelambatan ini selain melalui kepelatihan juga melalui rekaman kaset oleh studio rekaman ternama di Bali. Berbicara masalah gaya sudah barang tentu didukung oleh kaedah-kaedah estetika yang membentuk gaya tersebut. Ilmu estetika berperan sangat penting untuk bisa menikmati keindahan gending-gending lelambatan yang disajikan. Sehingga pada gilirannya nanti, gending lelambatan tersebut dapat membangkitkan rasa lango bagi pelaku maupun penikmatnya.

Asal usul tabuh lelambatan di Banjar Tegaltamu

Secara geografis, Banjar Tegaltamu terletak paling ujung barat wilayah Kabupaten Gianyar, dan merupakan daerah perbatasan antara Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar. Dalam kontek budaya, Banjar Tegaltamu adalah salah satu sentra seni di Kabupaten Gianyar memiliki tradisi kuat dalam kreativitas berkesenian. Dilihat dari posisinya, wilayah Tegaltamu berbatasan dengan wilayah sentra seni lainnya yang merupakan kebanggaan Kabupaten Gianyar. Diantaranya, Desa Singapadu, terkenal dengan seni pertunjukannya, Desa Celuk terkenal dengan seni kerajinan perak, dan Desa Batubulan sendiri dengan kesenian barong dan kerajinan patung batu cadas. Dalam hal seni karawitan banyak mendapat pengaruh dari Desa Adat Jero Kuta. Secara administratip Desa Adat Tegaltamu berada di wilayah Desa Batubulan. Desa Batubulan dibagi menjadi dua wilayah yaitu Batubulan Barat dan Batubulan Timur. Batubulan barat dibagi menjadi tiga desa adat yaitu Desa Adat Tegaltamu, Desa Adat Jero Kuta dan Desa Adat delod Tukad. Secara umum kedua wilayah Desa Batubulan memiliki warisan gending-gending klasik pegongan. Tetapi kusus di Desa Adat Jero Kuta dan Desa Adat Tegaltamu sangat kaya akan warisan tersebut.

Menurut penuturan Bapak I Wayan Suda bahwa Lelambatan yang berkembang di Banjar Tegaltamu, mula-mula merupakan pembauran antara para penabuh dari dua desa adat di Batubulan, yaitu Desa Adat Jero Kuta dan Desa Adat Tegaltamu. Pembauran ini terjadi apabila ada perhelatan di Puri Agung Batubulan. Sering kali para penabuh dari Desa Adat Tegaltamu diminta melengkapi penabuh yang ada di Desa Adat Jero Kuta karena berbagai alasan. Misalnya para anggota penabuh Desa Adat Jero Kuta banyak yang berhalangan karena ada cuntaka atau berhalangan yang sifatnya pribadi. Maka dari itu otomatis kelian adat Jero Kuta meminta sebagaian dari penabuh Desa Adat Tegaltamu. Desa adat Tegaltamu pun mengutus para penabuhnya untuk melengkapi terutama yang mempunyai kemampuan lebih.  Kejadian-kejadian seperti ini sering dan terus berlangsung hingga para penabuh Desa Adat Tegaltamu menguasai semua tabuh-tabuh Lelambatan yang ada di Desa Adat Jero Kuta.

Estetika Tabuh Lelambatan Gaya Tegaltamu (perspektif Hindu) selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...