I Made Sidia Dalam Kisah ‘Kalangoan Wana Dandaka’ Beri Pesan Melestarikan Budaya “Mendalang”

Mar 21, 2010 | Berita

Dari Ujian Program Magister, Prodi Penciptaan Seni, ISI Surakarta

Dalang I Made Sidia (dosen Pedalangan ISI Denpasar) yang sangat terkenal dengan garapan inovatifnya, kini akan menggarap karya teater yang berjudul “Kalangoan Wana Dandaka”. Karya akbar ini dipagelarkan dalam rangaka Ujian Program Magister, Program Studi Penciptaan Seni, Program Pasca Sarjana pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Garapan berdurasi sekitar 1 jam 20 menit ini diawali dengan dolanan anak-anak yang dikemas sangat menarik dan munculnya celetukan-celetukan dari karakter anak-anak yang mengundang tawa. Pesan terkini pun tak luput dari dolanan mereka, diantaranya untuk waspada terhadap maraknya penggunaan facebook. Kemudian ditengah kegaduhan perdebatan anak-anak, dalang Sidia pun muncul dari balik layar dengan membawa wayang. Konsep garapan Dalang Sidia adalah pengenalan filosofi kehidupan Tri Hita Karana dalam Hepos cerita Ramayana kepada anak-anak lewat membangkitkan kembali budaya bercerita “mendalang’. Dalang Sidia melibatkan sekitar 200 orang untuk mendukung garapannya. Bahkan yang lebih menariknya Sidia memanfaatkan binatang Gajah sebagai kendaraan Sri Rama maupun Prabu Rahwana. Bahkan lima ekor gajah yang terlibat menjadikan nilai lebih dalah garapan I Made Sidia. Gajah ini pun telah dilatih untuk melakukan adegan-adegan yang mengagumkan, seperti menyelematkan nyawa manusia di dalam air, beradegan pincang setelah kalah dalam peperangan, serta mampu berinteraksi dengan pemain di panggung dengan baik. garapan ini juga tidak terlepas dari dukungan tempat pelaksanaan ujian yaitu di Taman Safari Marine Park, Gianyar. Ujian akan berlangsung tanggal 22 Maret 2010 pukul 18.00 wita.

Dalam kisahnya Dewi Shita telah diculik oleh Rahwana. Lewat mendalang Sidia mulai menceritakan kisah tentang keindahan hutan Dandaka, dengan aneka satwa yang hidup didalamnya. Di stage pun muncul penari yang memerankan prilaku beraneka satwa diantaranya burung, kera, jerapah, kupu-kupu, ayam yang kesemuanya menggunakan teknik unik menyerupai binatang. Sri Rama dalam kegundahan, saat istrinya Dewi Sita tengah berada dalam genggaman Raja Rahwana, tetap memelihara hutan Dandaka beserta isinya sebagai bagian dari hidupnya. Keteladanan atas pemikiran dan laku Sri Rama, untuk selalu menghargai dan menyayangi semua makhluk ciptaan Hyang Parama Kawi, telah dibuktikan dengan rindangnya blantara raya. Pemikiran betapa pentingnya bersyukur dan selalu bakti kepada Sang Pencipta, mengharagai sesama manusia, berinteraksi dengan lingkungan sebagai bagaian dari Tri Hita Karana, tercermin dari sikap Sri Rama. Pada suatu ketika hutan Dandaka dirusak oleh Bala raksasa Alengka pura. Penduduk pun kehilangan tempat tinggal dan lahan penghidupan. Kenyataan ini membuat Sri Rama ingin menghancurkan Prabu Rahwana. Dalam menjalankan misinya Rama dibantu oleh Hanuman dan Sugriwa. Selain untuk menghancurkan Rahwana mereka juga ingin merebut kembali Dewi Shita.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...