Karakter Sebuah Lukisan

May 27, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman: Drs I Wayan Mudana, M.Par. Dosen Seni Murni FSRD. ISI Denpasar.

Bermula dari kebutuhan kreatif maka seniman itu bekerja . Kebutuhan kreatif ini bias disebut konstan, artinya besar kebutuhan itu secara relative adalah tetap. Datangnya berulang setiap saat, lalu hilang kembali setelah tersalur. Dan akan datang lagi sebagaimana sebelumnya.

Keadaannya mirip dengan lapar. Makan dan minum adalah kebutuhan yang dalam tingkat keadaannya adalah tetap dan sama. Karena manusia sebagai mahluk biologis mutlak membutuhkannya. Sedang kebutuhan kreatif seorang seniman adalah karena ia mahluk kultur.

Yang pertama laparnya jasmani, yang kedua laparnya rohani. Pada awalnya kebutuhan kreatif ini bagi setiap seniman dalam bentuknya adalah sama. Ia merupakan gejala penyaluran kebutuhan rohani yang menggangu nuraninya terus menerus . Dorongan kreatif yang terus menerus bergelora dalam tingkat yang tinggi  bias dialami serupa obsesi. Dan akan berhenti hilang setelah ada penyaluran yang sama besarnya dengan dorongan itu.

Dalam perkembangan kebutuhan kreatif  menjadi berbeda bagi setiap seniman, tergantung dari jiwa, dedikasi, dan vitalisme seseorang selama menderita kreatif tersebut, sampai batas kemampuan vitalismenya untuk mengungkapkannya. Juga menyangkut segi-segi psikologis  lain yang sangat konpleks. Sebab pada akhirnya sebuah karya seni  akan megandung kompleksitas kehidupan jiwa seniman secara total.

Lalu sejauh mana kebutuhan kreatif tersebut berkembang dalam proses penciptaan seuah karya seni, akan diakhiri dengan apa yang disebut kepuasan kreatif. Kepuasan kreatif ini merupakan tanda selesainya pengertian sebuah karya. Itu merupakan hasil akhir yang selesai. Yaitu sebuah lukisan bagi pelukis, atau sebuah sajak bagi penyair.

Kepuasan kreatif bias dimisalkan sebagai muara di lautan, dari sebuah sungai yan berliku-liku panjang  meliuk-liuk disepanjang dataran dan bukit yang berasal dari sebuah mata air dipuncak bukit yang disebut kebutuhankreatif.

Demikianlah, bermula dari kebutuhan kreatif dan berakhir dalam keputusan kreatif. Bentuk proses penciptaan tersebut yang disebut sebagai  karakterisasi . Didalam penjiwaan sebuah lukisan, seorang akan tumbuh berkembang sesuai dengan kematangan jiwa seniman itu sendiri atau selaras denan komleks jiwanya.

Vibrasi Garbo dan Vibrasi Vitae

Dua corak penjiwaan dalam proses penciptaan akan menempatkan setiap karya seni pada bentuknya yang bertentangan. Yaitu vibrasi garbo dan vibrasi vitae.

Vibrasi garbo adalah karya-karya yang dilahirkan secara inspiratif  dan diciptakan dengan kecermatan tehnis yang sempurna.  Sehingga keindahan visual yang mejadi  tujuan utama bias menggetarkan pesona kita secara mendadak.

Seluruh elemennya, warna, garis, ruang dan bentuk mendapat pengamatan yang sungguh-sungguh. Sampai kepada struktur yang membentuknya, komposisinya, anatomi, dan proprsi diolah sampai tidak ada celanya. Karena itu proses kreatif akan menjadi lebih lama. Akurasi demikian akan menyebabkan hilangnya spontanitas. Karena spontanitas  dianggap sebagai gejala emosi  yang masih mentah serta belum mengalami  pengendapan. Karenannya puncak dramatiknya akan kita dapati dalam dasar statisme yang mengendap pada statisme vitalnya.

Salvador Dali, salah seorang tokoh pelukis modern dengan penjiwaannya yang suryalistik , merupakan penjiwaan  vibrasi garbo. Demikian cermat Dali mengolah  tehnik lukisan-lukisannya, sehingga tidak ada satu sentipun dari kanvasnya yang membekaskan goresan cepat, kecuali penulisan tanda tangannya.

Andrew Wyeth, seorang realis dengan kecermatan yang lembut,berusaha mengungkapkan keindahan subtil dari alam dan manusia.

Salah seorang pelukis muda Indonesia yang akhir-akhir ini menunjukan kecendrungan pada vibrasi garbo adalah Mulyadi W, Kalau saja Mulyadi mengambil sumbernya dari salah satu asfek dekoratifnya figure-figur lukisan radisional Bali, maka tak ubahnya, karena lukisan Bali adalah vibrasi garbo. Sebagaimana lukisan ornamentik Rousseau-pun adalah vibrasi garbo.

Sebenarnya lebih seratus tahun yang lampau semenjak Gustav Courbert di Prancis mengucapkan kata-katanya yang cukup revolusionr :  seharusnya museum-museum ditutup selama jangka waktu duapuluh tahun agar seniman-senimn kini bias melihat dunia dengan pandangannya sendiri “, maka orisinalitas, karena pengungkapan gaya pribadi mulai tumbuh dalam kehidupan dunia seni.

Para seniman tidak lagi berkiblat dan mengkultuskan master-master sebelumnya, belajar meniru dan menyamai, tetapi mulai mencoba menguak pengolahan dengan cara dan gayanya sendiri. Tidak terbatas dari segi tehnis tetapi subyek yang dilukispun baru dan berbeda. Tidak lagi menekankan vituositas tetapi lebih cendrung  kpada ekpresi sebagai dasar kekuatannya.

Secara revolusioner perubahan yang banyak terjadi pada pertengahan satu abad (1850- 1950) amatlah luar biasa. Impressionisme, ekpresionisme, kubisme, surealisme, dan abtrak lahir sekitar kurun waktu  tersebut diatas. Meskipun impresionisme dimulai lebih awal dari waktu tersebut dan lukisan-lukisan abstrak/non representasional terus bermunculan dalam decade terakhir ini.

Dengan timbulnya seni modern yang berpangkal pada orisinalitas penciptaan ekpresif, maka pada saat itu pulalah lahirnya  karya-karya vibrasi vitae.

Karakter Sebuah Lukisan, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...