Komodifikasi Obyek Wisata Puri Saren Agung Ubud, bagian II

Jul 11, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman Dr. Ni Made Ruastiti, SST. MSi., Dosen PS Seni Tari ISI Denpasar

4.  Puri Sebagai Komoditas Pariwisata

Pesatnya perkembangan pariwisata di Ubud tentunya tidak terlepas dari potensi yang ada di daerah ini, baik potensi alam, budaya maupun potensi sumber daya manusianya. Potensi yang dimiliki inilah yang dikembangkan masyarakatnya untuk meningkatkan industri pariwisata daerah ini. Sebagai sebuah obyek wisata, Ubud yang penuh dengan hasil karya seni maupun keindahan alam ini telah mampu membuat kesan tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung ke daerah ini (Damardjati, 1981: 79).

Melihat potensi ini, Puri Saren Agung pun terdorong untuk mempergunakan purinya sebagai komoditas pariwisata. Hal ini tentu didasari oleh berbagai pertmbangan. Puri sebagai obyek wisata atau destination tentu harus dilengkapi berbagai sarana pendukungnya, antara lain meliputi attractions yaitu hal-hal yang menarik perhatian, jasa pengangkutan dan keramah-tamahan untuk menerima wisatawan (Spilane, 1994 : 63).

Sebagai sebuah obyek wisata, daya tarik Puri Saren Agung ini tidak dapat dilepaskan dari faktor yang melatar-belakanginya, khususnya yang berkaitan dengan produk wisata yang ditawarkan kepada wisatawan sehingga mereka ingin mengunjungi puri ini kembali.  Menurut Kayam ( 1981) salah satu faktor yang dapat mendorong wisatawan datang ke suatu daerah adalah kesan yang mereka peroleh ketika datang ke daerah tersebut. Sebagaimana wisatawan yang datang berjunjung ke Puri Saren Agung ini, yang tidak terlepas dari keunikan puri yang terletak di pusat kawasan wisata Ubud ini. Selain itu, keindahan panorama alam daerah  ini juga tidak kalah menariknya. Wisatawan yang datang ke puri ini biasanya berjalan-jalan mengelilingi lingkungan puri melalui jalan setapak sambil memotret bangunan dan aktivitas budaya yang sedang berlangsung.

Panorama alam desa Ubud yang indah mampu memberikan nilai tambah bagi daya tarik wisata Puri Saren Agung.  Sebagai sebuah obyek wisata, Puri Saren Agung ini dibangun berdasarkan tata-nilai budaya masyarakatnya. Hal itu dapat dilihat dari adanya tinggalan budayanya yakni berbentuk pura dan puri (Wahab, Crampon, dan Rothfield, 1989 : 41).  Tata-ruang puri yang terdiri dari jaba sisi, jaba tengah dan jeroan ini mempunyai fungsi tersendiri, dimana di jaba sisi (halaman luar) wisatawan dapat menyaksikan keindahan puri karena itu setiap ada wisatawan berkunjung di puri ini, mereka tidak akan melintasi pamerajan puri dan merajan agung yang disakralkan masyarakat setempat.

Sebagai sebuah obyek wisata, Puri Saren Agung ini dilengkapi berbagai fasilitas pariwisata, misalnya sanitasi umum, tempat parkir, restaurant dan art shop, warung tempat wisatawan membeli makanan dan minuman serta aneka barang cendramata yang semuanya terletak di jaba sisi. Dengan dilengkapi fasilitas-fasilitas penunjang pariwisata ini tentu dapat membuat wisatawan merasa lebih mudah dan nyaman. Berkaitan dengan sarana transportasi, obyek wisata ini sangat mudah dijangkau. Dengan biaya yang memadai, aman, dan nikmat selama dalam perjalanan, wisatawan tidak merasa beban menuju Puri Saren Agung ini. Sebagaimana diungkapkan oleh Kayam ( 1981) bahwa pariwisata berkembang karena adanya keinginan wisatawan untuk melihat sesuatu sebanyak mungkin, dengan biaya rendah, dan dalam waktu pendek.Untuk memenuhi tuntutan itu, maka ketersediaan prasarana dan sarana transportasi menjadi sangat penting. Dalam kaitan ini, jalan yang menghubungkan antara Puri Saren Agung Ubud dengan kota Denpasar pun dibuat beraspal (hotmik) sehingga dapat ditempuh mempergunakan mobil atau sepeda motor dengan lancar.

Dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Ubud, wisatawan yang berkunjung ke Puri Saren Agung inipun dikunjungi wisatawan mancanegara yang tinggal di puri ini sekurang-kurangnya 24 jam dengan tujuan : a). Pesiar, yaitu hubungan dagang, sanak keluarga, konferensi-konfrensi dan misi (Pendit; 1976 : 11). Tipologi wisatawan yang datangpun ada bermacam-macam, tergantung jenis kriteria yang dipakai untuk merumuskan tipologi tersebut. Atas dasar kriteria kenegaraan pada umumnya dibedakan antar wisatawan domestik dan wisatawan asing. Perbedaan ini pun diajukan menurut kriteria tujuan wisatawan dan lain-lain. Wisatawan yang datang ke Puri Saren Agung ini disebut tamu sehingga pihak puri merasa berkewajiban untuk menerima dan melayaninya dengan baik. Pada umumnya wisatawan Amerika, Eropa dan Jepang yang datang berkunjung ke puri ini untuk melihat-lihat bangunan fisik puri maupun untuk menginap. Keterbukaan keluarga Puri Saren Agung dalam menerima kunjungan wisatawan disebabkan dari pengalaman mereka dalam bidang kepariwisataan.

Secara konseptual pariwisata budaya bertumpu pada potensi budaya. Budaya adalah sumber yang sangat potensial bagi kehidupan  masyarakat. Dalam konsep budaya itu, budaya sebagai modal dasar mempunyai pengertian dan fungsi normatif dan operasional (Mantra, 1991 : 4 ). Sebagai konsep normatif aturan budaya diharapkan dapat mempunyai potensi dalam memberikan identitas aturan prinsipil dan memiliki pola kontrol yang secara operasional diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan.

Konsep pariwisata budaya diharapkan antara budaya dan ekonomi pariwisata dapat  saling mengisi dan menikmati keuntungan. Industri pariwisata tidak hanya diartikan dari sisi ekonomi saja, namun memiliki implikasi yang lebih luas dan mencakup keuntungan sosial budaya. Sejalan dengan itu, Mantra ( 1991) mengatakan bahwa dalam memuat program pengembangan kepariwisataan diharapkan mampu meningkatkan keseimbangan karakter dan budaya. Terkait dengan ini, puri diangap memiliki fungsi sosial yakni setiap orang bisa menikmati keindahan maupun untuk memanfaatkan sebagai tempat penelitian.

Sehubungan dengan keterbukaan puri dan proses komodifikasi yang berlangsung di puri sebagai obyek wisata, beberapa jenis-jenis komoditas Puri Saren Agung tampak tetap dipertahankan, antara lain : a). Puri sebagai pusat kebudayaan dan agama. b). Image puri tetap dipertahankan sebagai warisan budaya. Untuk itu pihak Puri Saren Agung ini tidak memasang papan penunjuk hotel dan tidak mengenakan biaya masuk bagi wisatawan dengan tujuan menghindari komersialisasi. Bangunan fisik dan arsitekturnya tetap dipertahankan berdasarkan konsep Sanga Mandala dan ditata tanpa menghilangkan identitas Puri Saren Agung sebagai pusat budaya dan keagamaan masyarakat setempat.

Komodifikasi Obyek Wisata Puri Saren Agung Ubud, bagian II, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...