Kulkul Sebagai Simbol Budaya Masyarakat Bali

Nov 28, 2010 | Artikel, Berita

Kiriman I Gde Made Indra Sadguna

Pendahuluan

Kulkul atau kentongan (Jawa) merupakan instrumen musik yang bisa dibuat dari kayu ataupun bambu. Secara spesifik, kayu yang dapat dipergunakan sebagai bahan kulkul adalah: kayu ketewel (nangka), kayu teges (jati), kayu camplung, dan kayu intaran gading (batang pohon pandan yang sudah tua). Untuk mendapatkan kulkul yang baik, maka dipilihlah kayu atau bahan yang baik pula, karena dengan bahan yang baik dapat memberikan kualitas suara yang baik pula. Kayu terbaik untuk dipergunakan sebagai bahan kulkul adalah kayu nangka (artocarpus heterophyllus). Hal ini disebabkan karena serat kayu nangka lebih padat dibandingkan dengan kayu yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan suara yang lebih padat dan bagus.

Kulkul berbentuk bulat memanjang, di mana pada bagian tengah tubuhnya terdapat rongga suara yang berfungsi sebagai resonator. Alat musik ini dikelompokkan ke dalam golongan idiophone sebab sumber suaranya berasal dari getaran tubuhnya sendiri. Ukuranya bervariatif, ada yang panjangnya hanya ½ meter dengan lebar lingkaran 10 cm, tapi ada juga yang lebih dari 1 meter dengan lebar lingkaran 100 cm. Biasanya kulkul yang berukuran besar ditempatkan (digantung) di pos-pos siskamling, banjar-banjar atau pura-pura.

Sesungguhnya budaya kentongan terdapat di seluruh daerah  di Nusantara sebagai sarana komunikasi. Sebut saja di Pulau Jawa misalnya, instrumen kentongan biasa difungsikan untuk sarana siskamling atau dijadikan sarana membangunkan orang puasa ketika bulan Ramadhan. Namun hal ini kiranya tidak terjadi di Bali. Keberadaan kulkul di Pulau Dewata secara umum diposisikan sesuai kegunaannya di dalam kehidupan masyarakat.

Lalu pertanyaannya, berapakah jenis kulkul yang terdapat di Bali? Mengapa keberadaan instrumen kulkul begitu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Bali ? Apakah karena faktor sejarah, politik, sosial, agama atau faktor lain, sehingga kalau di daerah lain kulkul dipandang sebagai alat musik biasa, tapi di Bali kulkul sangat bermakna? Penjelasan mengenai permasalahan tersebut akan dibahas penulis sebagai berikut.

Kulkul Sakral

Di Bali terdapat tiga jenis kulkul. Pertama, ada kulkul sakral yang keberadaannya selalu ditempatkan di pura-pura dan disakralkan oleh masyarakat. Sebagai instrumen perkusi, keberadaan kulkul sakral tersebut tidak bisa dilepaskan dari odalan, karena selalu difungsikan sebagai sarana upacara. Dalam tata upacara di Bali disebutkan bahwa yang harus ada dalam suatu odalan adalah Panca Gita. Panca berarti lima sedangkan gita berarti suara atau nyanyian. Pembagian Panca Gita tersebut adalah suara kulkul, suara genta dari orang suci atau pendeta, suara kidung atau nyanyian berisi pujian kepada Tuhan, suara sunari dan suara gamelan. Jadi berdasarkan uraian tersebut, kehadiran kulkul sifatnya wajib dan harus ada pada saat upacara berlangsung.

Kulkul Sebagai Simbol Budaya Masyarakat Bali, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...