Melaras Gamelan Jawa, Bagian I

May 2, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman Saptono, SSen., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar.

Langkah awal yang harus dikerjakan penglaras sebelum membuat embat, terlebih dahulu diawali dengan “nggrambyang” nada-nada instrument gamelan seperti gong, kempul, kenong, balungan, sanpai gender. Jika dirasa sudah cukup kemudian yang diperlukan pertama adalah melepas bilah-bilah gender barung untuk membuat “babonan” nada dasar gamelan. Bilah-bilah gender dilepas dari tali pelunturnya kemudian disusun kembali di atas peluntur sesuai dengan urutan nadanya. Untuk memudahkan pengerjaan membuat babonan gamelan, di dalam pencarian nada-nadanya dibutuhkan malam/lilin untuk ditempel pada bagian lambung  bilah gender, maka menaruh bilahnya dibalik menjadi lambungnya di atas, seperti yang terlihat pada gambar tersebut.

Suraya menjelaskan bahwa membuat babonan embat harus memiliki kepekaan rasa terhadap jangkah atau interval gamelan Jawa. Yang menarik adalah masing-masing penglaras gamelan akan memiliki kepekaan rasa yang berbeda dan tidak ada yang sama setiap membuat embat (penjelasan saat materi magang tanggal 22 September 2010 di Musium Ronggowarsito Semarang). Hal ini didukung penjelasan Supanggah dalam bukunya Bothekan karawitan 1(2002) menurutnya sampai sekarang  ini belum  dan mudah-mudahan tidak aka ada standarisasi larasan gamelan di dunia ini, walau diskusi tentang itu telah banyak dilakukan. Kecuali dalam hal ini penglaras gamelan ada pesanan dari si pemilik gamelan agar gamelan miliknya dilaras sesuai dengan gemelan tertentu. Misalnya lngln sama dengan gamelan RRI Sirakarta, maka si penglaras harus meminjam untuk ngukur (dengan cara merekam nada/membuat tetuding dengan bilah atau suling) embat yang dimiliki gamelan di RRI Surakarta.

Disaat yang sama juga didekatkan saron barung laras slendro. Karena penglaras gamelan setiap menggarap atau mengerjakan nglaras gamelan akan dibantu oleh beberapa orang asisten (dalam bahasa pande gamelan lebih lumrah dengan istilah rewang/bahu). Seperti juga para pemilik pande gamelan atau penglaras gamelan jika menerima order mereka akan mengajak rewang. Begitu juga dengan Suraya ketika menggarap proyeknya, ia akan mengajak orang yang bisa diandalkan dalam membantu pekerjaan pelarasan. Dan biasanya ia akan mengajak tiga sampai empat orang termasuk sopir, dan biasanya orang-orang yang diajak ini tidak segan-segan kepada Suraya akan memanggilnya “juragan” (bos). Sungguh pun umur dari Suraya bisa dibilang masih tergolong muda (44 th) di bandingkan dengan para pembuat gamelan (pande gamelan) di Solo, yang lain rata-rata umur-umur mereka di atas 55 tahun, bahkan di atas 60-an.

Sementara pekerjaan Suraya juga dibantu oleh orang-orang yang masih tergolong muda, akan tetapi mereka memiliki pengalaman dibidang melaras gamelan ( pelarasan dan perawatan gamelan). Dan menurut Suraya pengalaman kerja dibantu oleh  mereka, dirinya (Suraya) merasa enak dan nyaman, karena mereka masing-masing bisa diandalkan pekerjaannya. Adapun orang-orang yang ikut kerja melaras gamelan dengan Suraya yaitu Sutarno (31 tahun) dari Bekonang Sukoharjo, Noma (28 tahun) dari  Bekonang Sukoharjo,  Gareng (41 tahun) dari Solo, dan Bejo (40 tahun) dari Solo. Jika mengerjakan pelarasan di luar Surakarta, maka Suraya akan mengajak mas Eko (45 tahun) dari Solo  sebagai orang yang dipercaya untuk ngurusi transportasi. Sementara Sutarno dengan bekal pengalamannya dapat diandalkan mengerjakan pelarasan ricikan-ricikan pencon. Untuk Noma dan Gareng pekerjaan pelarasannya diserahi nggarap ricikan-ricikan bilah. Bejo adalah memiliki tenaga yang luar biasa (roso) dan lebih nyaman ia sebagai laden (melayani kebutuhan) dari mereka. Sebagai pengusaha gamelan, Suraya juga mempekerjakan Bejo di tempat usahanya sebagai tukang cet/plistur rancakan-rancakan gamelan, maka jika ada pemelisturan atau pengecetan rancak gamelan akan ditangani oleh Bejo.

Dengan demikian, ketika Suraya sedang mengerjakan membuat babonan mereka (bahu tersebut) sudah paham tentang apa-apa yang harus disiapkan (termasuk peralatan) dan apa-apa yang akan dikerjakan. Jika bahu tersebut tidak mau tahu akan pekerjaannya maka akan dianggap malas oleh juragannya dan besok-besok kalau ada proyek lagi akan dikurangi bayarannya atau bahkan akan tidak diajak bekerja lagi dengannya dalam kesempatan yang lain.

Melaras Gamelan Jawa, Bagian I, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...