Pembuatan dan Pelarasan Trompong Gong Kebyar

Jun 8, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman I Putu Juliartha, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Membuat trompong merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dan keahlian yang khusus dan biasanya dimiliki oleh pande gamelan, dan dalam prosesnya mempergunakan cara-cara dan alat-alat yang masih bersifat tradisional. Meskipun teknologi telah mengalami perkembangan yang tidak bisa dipungkiri mampu mempengaruhi cara kerja pande gamelan yaitu dengan dipakainya alat-alat yang merupakan hasil teknologi modern, namun teknologi tersebut hanya mampu mempengaruhi sebagian kecil dalam pekerjaan membuat gamelan  di Desa Tihingan.

Pembuatan Trompong Gong Kebyar di Desa Tihingan dilakukan dengan dua sistem yaitu: pembuatan trompong dengan menggunakan cara sangat tradisional atau istilahnya “gegarap dresta kuna” dan pembuatan Trompong Gong Kebyar dengan cara modern. Gegarap dresta kuna adalah pembuatan trompong yang dilakukan dengan tidak mempergunakan alat-alat modern atau yang berupa mesin praktis yang merupakan hasil teknologi, sedangkan pembuatan trompong yang mempergunakan cara modern adalah kebalikan cara di atas yaitu sudah dipakainya alat-alat hasil teknologi. Pembuatan trompong dilihat dari tempat pengerjaan dibagi menjadi dua yaitu: proses di dalam prapen dan proses di luar prapen. Proses yang dilakukan di dalam prapen meliputi tahap peleburan dan pembentukan, sedangkan di luar prapen meliputi tahap pembersihan, pelarasan dan finishing.

1.         Pembuatan Trompong Gong Kebyar dengan Cara Dresta Kuna

Pembuatan Trompong Gong Kebyar dengan cara dresta kuna pada dasarnya merupakan teknik pembuatan trompong dengan pengerjaan yang sangat apik dan hati-hati, karena dalam teknik ini lebih mementingkan hasil yaitu memperoleh trompong dengan kualitas yang bagus dari segi suara maupun dari segi kekuatan. Prosesnya yang pelan membutuhkan waktu yang lama, sehingga dalam satu hari hanya dapat menyelesaikan 1 buah trompong saja. Jumlah atau hasil tidak menjadi ukuran kesuksesan dalam sistem kerja ini melainkan kualitas trompong yang bagus merupakan tujuan utamanya.

Dresta kuna merupakan cara pembuatan trompong di Desa Tihingan yang merupakan sebuah warisan dari nenek moyang mereka dari abad ke 18 atau pada masa kejayaan Dalem Sweca Pura di Kabupaten Klungkung. Konon merupakan cara kerja hanya satu-satunya pada masa itu dan menjadi andalan dalam membuat gamelan, cara/teknik ini dipergunakan pada masa itu karena pesanan gamelan masih sedikit, sehingga dalam melakukan pekerjaan selalu mengutamakan kualitas, meskipun memakan waktu lama tidak menjadi masalah. Cara tersebut berkembang dan masih dipertahankan pada masa sekarang ini.

Membuat Trompong Gong Kebyar pertama kali yang dilakukan adalah melakukan persiapan. Hal ini penting dan wajib dilakukan demi mendapatkan kelancaran dalam melakukan pekerjaan. Persiapan yang dilakukan meliputi menyiapkan alat-alat yang akan dipakai dalam proses pekerjaan, berkoordinasi kepada semua pekerja atau karyawan karena satu pun pekerja yang absen maka pembuatan trompong tidak bisa dilakukan, menentukan hari yang baik atau dewasa ayu dan menghindari hari yang buruk dalam memulai pekerjaan. Mencari hari yang baik dalam membuat gamelan bertujuan untuk mendapatkan restu dan perlindungan atau keselamatan dari Yang Maha Kuasa, sehingga pekerjaan yang dilakukan bisa berjalan lancar dan memperoleh hasil yang baik, disamping hal ini berpengaruh pada suara dan kekuatan/ketahanan gamelan dari segi usia,  kita pun bisa bekerja dengan perasaan tenang. I Wayan Widya, seorang pande gamelan mengatakan “ yen ningehang munyin gamelan ane meduase luwung dugas ngae kanti mekelo nu pedingehang munyine dikupinge apin gambelane sube sing megedig” artinya jika mendengar suara gamelan yang dibuat berdasarkan hari baik maka sangat lama masih terdengar suaranya ditelinga, meskipun gamelan tersebut sudah tidak dimainkan. Seperti pula ungkapan I Made Nik juga seorang pande gamelan mengatakan “jering bine bulun kalonge ningehang gamelan ane meduasa dugase ngae,”artinya bulu kuduk terasa bangun bila mendengar suara gamelan yang dibuat berdasarkan hari baik. Kedua ungkapan ini sebenarnya memiliki makna bahwa gamelan yang dibuat berdasarkan hari baik akan memiliki kekuatan yang bersifat magis.

Pemilihan hari baik dalam membuat trompong dimulai dari proses awal yaitu proses pengeleburan yang disebut nuasen. Hari baik dalam memulai pembuatan gamelan adalah meliputi hari: ayu nulus, kale geger, karma sula dan dauh ayu. Sedangkan hari yang dihindari dalam nuasen atau membuat gamelan bertepatan dengan hari: sampar wangke, kale bancaran, kale beser. Hari-hari tersebut dihindari karena hari tersebut berpengaruh buruk terhadap pekerjaan, sering mengakibatkan hasil tidak bagus dan sering mengalami kegagalan dalam bekerja.

Dalam proses nuasen dilakukan kegiatan persembahyangan dengan mengaturkan sesaji berupa segehan brahma dan peras pejati pada pelinggih prapen yang terletak pada posisi Timur atau Timur Laut di dalam sebuah prapen. Jika pembuatan gamelan atau trompong sudah selesai dikerjakan biasanya dilakukan dengan mengaturkan upacara pemuput yaitu nunas tirta yang diperoleh dari pelinggih prapen dan air bekas sepuhan krawang, serta persembahan sesaji yang berupa: tebasan brahma, tebasan sidakarya, soroan suci, peras pejati, jauman, dan segehan. Upacara ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur karena pekerjaan sudah mencapai hasil yang diinginkan dan trompong yang sudah selesai dibuat dikaruniai umur yang panjang dan bermanfaat dikemudian hari.

Tahap Peleburan

Setelah nuasen dilakukan tahap selanjutnya adalah tahap peleburan yaitu melakukan pencampuran bahan, pencetakan atau membuat lempengan bundar/laklakan sebagai bentuk awal atau bakalan trompong. Membuat laklakan terlebih dahulu dengan mengukur berat dari masing-masing pecahan lempengan, dalam pembuatan trompong hanya dibuat sepuluh buah lempengan karena mengingat jumlah Trompong Gong Kebyar hanya sepuluh buah pencon.

Peleburan diawali dengan mempersiapkan alat-alat yang dipakai dalam proses peleburan seperti mempersiapkan tungku perapian. Tungku perapian biasanya mengalami kerusakan setelah dipakai, maka setelah pemakaian tungku harus kembali diperbaiki. Hal lain yang dipersiapkan juga adalah : landasan dua buah, sebuah palu besi dengan berat 1,5 kg, 2 buah sepit besar, 1 pasang pemuput atau pompa angin, 1 pasang pengulik besar, potongan kayu sebagai alas penghancur krawang dari gamelan bekas maupun yang berupa lempengan, 4-8 buah penyangkaan, 5 buah musa yang isinya 2,5-3,5 kg, arang secukupnya dan 1 liter minyak kelapa.

Pembuatan dan Pelarasan Trompong Gong Kebyar, Selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...