Pendidikan Berparadigma Pembangunan Berkelanjutan

Jan 26, 2011 | Berita

Oleh M. Imam Zamroni
Peneliti Pusat Studi Asia Pasifik UGM, sedang melakukan penelitian EFSD di Yogyakarta

Saat memasuki musim hujan, warga Indonesia di sejumlah tempat, di kota-kota besar seperti Jakarta dan kota-kota lain di Jawa, Sumatra, Sulawesi serta Kalimantan, harus bersiap-siap menghadapi bencana banjir, tanah longsor, bahkan puting beliung.

Seringnya terjadi bencana alam yang selalu menelan kerugian bagi masyarakat seolah sudah menjadi satu paket dengan perubahan musim. Ini merupakan ekses dari pola pembangunan yang miskin dari aspek sustainabilitas bagi kehidupan di muka bumi ini dan mengesampingkan kelestarian ekologis.

Pola kehidupan umat manusia di muka bumi ini juga lebih banyak memanfaatkan dan mengeksploitasi daripada melestarikan sumber daya yang ada di muka bumi ini. Dari tahun ke tahun Indonesia selalu kehilangan hutan 1,6 s.d 3,5 juta ha hutan, yang kemudian berdampak pada menurunnya kapasitas ketersediaan air tanah, saat musim kemarau kita mengalami kekeringan, ketika musim hujan kita didera bencana banjir dan longsor. Lebih dari itu, akibat illegal logging Indonesia dirugikan 20 triliun setiap tahunnya.

Implikasinya, berbagai macam bencana yang melanda bangsa ini dalam beberapa tahun terakhir semakin sering terjadi. Seperti tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, kerusakan terumbu karang, gempa bumi, dan tsunami. Fenomena tersebut menjadi bukti nyata bahwa pola hidup umat manusia di muka bumi ini lebih banyak mengeksploitasi dari pada melestarikan sumber daya yang ada. Yang berakibat pada semakin menipisnya ketersediaan sumber daya alam di nusantara ini.

Adanya kemerosotan kualitas sumber daya yang ada di muka bumi ini telah mengakibatkan merosotnya kualitas hidup umat manusia pada taraf yang mengkhawatirkan yang ditandai dengan adanya stagnasi kehidupan masyarakat dalam kondisi keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Jumlah  penduduk miskin di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung meningkat. Pada tahun 2009 sudah mencapai hampir 40 juta jiwa.

Jika pola pembangunan yang tidak berimbang dan mengabaikan aspek sustainabilitas kehidupan umat manusia di muka bumi ini terus dibiarkan, maka bencana akan selalu mengancam kehidupan di muka bumi ini. Kenyamanan, keharmonisan dan ketenangan jiwa merupakan hal yang langka bagi seluruh isi alam ini.

Pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk memperkenalkan sustainabilitas kehidupan dimuka bumi ini kepada anak-anak, agar mereka sejak kecil dibekali dengan wawasan sustainabilitas bagi generasi yang akan datang dan solidaritas sosial yang tinggi antar sesama.

Inovasi pendidikan

Melihat problematika yang dihadapi oleh umat manusia yang semakin komplek, bahkan mengarah pada kondisi chaostic, maka kita memerlukan perubahan paradigma pembangunan ke arah yang lebih berkelanjutan (more sustainable development) untuk anak cucu kita pada generasi yang akan datang.

Pendidikan mampu menjadi wahana untuk memperkenalkan kepada anak cucu kita tentang paradigma pembangunan berkelanjutan dengan tujuan untuk mempersiapkan generasi penerus yang dibekali dengan wawasan berkelanjutan dalam berbagai aktifitas yang dilakukan untuk terciptanya kehidupan yang lebih baik, lebih nyaman dan aman di muka bumi ini.

Inovasi pendidikan ini penting dilakukan untuk mengantisipasi semakin parahnya kerusakan lingkungan, krisis sosial maupun krisis kebudayaan. Pendidikan berparadigma pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development atau EFSD) memang bukan ditujukan untuk merubah keadaan menjadi lebih baik secara instant dan cepat, melainkan bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan generasi akan datang yang lebih baik, aman dan nyaman. Inilah esensi dari EFSD yang merupakan manifestasi dari pemahaman bahwa pendidikan merupakan sarana investasi jangka panjang untuk terciptanya kehidupan yang lebih baik.

EFSD sebagai ruh pengembangan pendidikan dapat diinternalisasikan pada kurikulum pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Bahkan lebih dari itu, EFSD juga dapat diterapkan dalam keluarga maupun masyarakat dengan cara melakukan pembiasaan-pembiasaan kepada anak-anak untuk melakukan kegiatan yang mengarah pada aspek pembangunan keberlanjutan, seperti menjaga kebersihan, menjalin hubungan baik antar sesama, menanam pohon, membiasakan jujur, membuang sampah pada tempatnya, menjaga kelestarikan lingkungan dan lain sebagainya.

Cerminan dari kurikulum berparadigma pembangunan berkelanjutan adalah adanya metode pembejaran yang kontekstual (contextual teaching and learning) dengan fenomena yang ada di sekeliling kita yang mengarah pada kelestarian lingkungan, kelestarian budaya dan keadilan sosial. Yang dapat dilakukan oleh guru maupun orang tua.

Dalam praksis pembelajaran, sejak awal anak-anak dikenalkan pada fenomena riil yang ada di sekitar mereka dan kemudian guru memfasilitasi dan memberikan pemaknaan-pemaknaan ke arah pembangunan berkelanjutan. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran lebih bersifat induktif, dengan memberikan contoh terhadap fenomena riil yang ada di depan kita, dan mengkontekstualisasikan dengan teori-teori yang relevan dengan mata pelajaran yang ada di kelas.

Anak-anak dibiasakan berpikir jangka panjang untuk keberlanjutan kehidupan di muka bumi ini dan bukan berpikir instan dan pragmatis seperti halnya ketika mereka menghadapi Ujian Nasional (UN).

Sinergi pendidikan agama

Selain dapat diimplementasikan dalam kurikulum mata pelajaran umum, EFSD juga dapat diimplementasikan dalam mata pelajaran agama. Spirit pendidikan agama yang selalu mengajarkan keselarasan dan kearifan dalam kehidupan umat manusia dapat dijadikan sebagai basis fundamental untuk mendesain penyelenggarakan pendidikan berparadigma EFSD. Keduanya dapat saling melengkapi dan saling menguatkan, sehingga terbentuklah suatu desain kurkulum terpadu dan holistik.

model pendidikan agama berparadigma EFSD juga sebagai salah satu upaya untuk mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek utama dalam pembangunan berkelanjutan yakni, aspek ekonomi, aspek keadilan sosial dan aspek kelestarian lingkungan. Aspek ekonomi meliputi: pertumbuhan berkesinambungan, kesetaraan hak dan kesempatan, keseimbangan produksi dan konsumsi. Aspek keadilan sosial meliputi: harmoni, selaras dan empati, demokrasi, partisipasi, diversitas kultur, etnik dan budaya lokal. Aspek kelestarian ekologi meliputi: keseimbangan beberapa sistem dan WEHAB (water, energy, health, agriculture, biodiversity).

Melalui inovasi pendidikan berwawasan pembangunan berkelanjutan, kita secara bersama-sama mempunyai komitmen untuk berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dunia yang lebih aman-nyaman bagi kita semua dan generasi yang akan datang, bagi anak cucu kita dan seluruh isi alam ini. Ini merupakan sebuah pemahaman tentang kompleksitas dan diversitas secara komprehensif dan berkelanjutan. Serta pemahaman tentang bagaimana cara mengubah segala perkembangan dan pengembangan kearah sustainibilitas dengan inovasi pendidikan berparadigma pembangunan berkelanjutan. Semoga.

Sumber: http://www.dikti.go.id

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...