Perkembangan Lagu Pop Bali Di Era Globalisasi

Jan 21, 2010 | Artikel, Berita

Oleh: I Komang Darmayuda

Pop Bali dalam Acara Dies NatalisMenurut Setia (dalam Dharma Putra, 2004) pada artikelnya yang berjudul “Kecendrungan Tema Politik dalam Perkembangan Mutakhir Lagu Pop Bali”, dikatakan bahwa lagu pop Bali memasuki dunia rekaman pada awal tahun 1970-an, yang  dilakukan oleh Band Putra  Dewata pimpinan A.A. Made Cakra (almarhum). Judul album  pertamanya adalah Kusir Dokar yang rekamannya  dilakukan di Banyuwangi, karena kebutuhan  untuk studio rekaman di Bali pada saat itu belum ada (Dharma Putra, 2004: 92). Dalam album  tersebut A.A.  Made Cakra berhasil menampilkan identitas lagu Pop Bali dengan nuansa Balinya yang kental. Banyak tema-tema lagunya mengungkapkan tentang keadaan alam dan situasi kondisi masyarakat Bali saat itu. Sebagian besar melodi lagu-lagu ciptaan  A.A. Made Cakra menggunakan tangga nada pelog dan slendro, sehingga tembang atau melodinya sangat khas dengan  nuansa Bali. Pada saat itulah dapat dikatakan bahwa  identitas lagu Pop Bali berhasil diciptakan oleh A.A. Made Cakra. Hal ini juga dapat disimak dari rekaman album-album berikutnya yaitu, Galang Bulan, Dagang Koran dan seterusnya. Dari sekian banyak lagu ciptaannya,  A.A.  Made Cakra telah mampu mempertahankan identitas atau ciri khas lagu pop Bali, menggunakan bahasa Bali dengan baik, dan dengan nuansa Bali yang kenntal tanpa terpengaruh oleh nuansa lagu pop dari daerah-daerah lainnya, maupun nuansa lagu pop Indonesia atau pop Barat.

Pada perkembangan selanjutnya  di era 1980-an, nama seperti  Ketut Bimbo,  Yong Sagita, Yan Bero, Yan Stereo mulai populer dengan lagu-lagunya yang bertema jenaka, cinta, dan banyak mengetengahkan tema tentang fenomena-fenomena  aktual  yang sedang terjadi di masyarakat  saat itu. Kehadiran para pencipta sekaligus penyanyi  tersebut  cukup mampu mengubah selera pasar lagu pop Bali dengan berbagai gaya dan irama pop  yang ditawarkan. Bila disimak  dari iringan musiknya, banyak musisi yang sudah menggunakan  sistem  digital (MIDI), yakni dengan memprogram musik iringannya pada satu instrument yang disebut keyboard dengan dibantu oleh peralatan yang cukup canggih seperti MC (Miccrosoft Computer). Dengan peralatan seperti itu, iringan musik untuk lagu-lagu pop Bali sudah mulai dikerjakan oleh seorang programmer musik,  tanpa harus menggunakan alat-alat musik Band (gitar melodi, gitar bas, drum, dan keyboard) seperti yangdilakukan  pada era A.A. Made Cakra.

Malam Kesenian Dies NatalisDiakhir tahun 1990-an perkembangan lagu pop Bali semakin semarak  dengan hadirnya Widi Widiana. Lagu-lagunya banyak mengeksploitasi kisah cinta dengan irama musik yang melankolis dan mendayu-dayu.  Hadirnya para progremer dari luar Bali cukup memberi warna terhadap nuansa iringan musik pop Bali. Nuansa dan identitas lagu pop Bali yang sebelumnya sudah jelas diciptakan oleh Anak Agung Made Cakra belakangan menjadi sedikit  kabur. Di era ini, lagu pop Bali dipadukan dengan  nuansa-nuansa lain seperti ; nuansa Mandarin, Jawa Timuran, Sunda, Jawa dan lain-lainnya. Dengan demikian, seandainya lagu-lagu pop Bali dimainkan secara  instrumental (tanpa  vocal atau kata-kata), maka akan sulit membedakan antara lagu pop Bali dengan lagu pop daerah lainnya, seperti Sunda, Banyuwangi, Jawa Tengah, dan Mandarin.

Di tahun 2003, hadirlah Lolot N Band yang menawarkan pembaruan pada lagu pop Bali, dan memilih musik dengan irama yang menghentak (Rock Alternatif). Dengan sambutan yang positif dari masyarakat terhadap pembaruan oleh Lolot N Band, menjadikan lagu pop Bali tidak hanya beraliran pop, melainkan sudah merambah ke aliran-aliran  alternatif lainnya seperti ; reagge (Joni Agung  & Double T),  Rap  ( XXX ), Keroncong  (Agung Wirasutha), dan Rock Funky (Bintang Band).

Di era globalisasi yang disertai dengan kemajuan teknologinya, lagu pop Bali yang semula sudah jelas jati diri dan identitasnya,  cendrung  mengarah pada tren-tren musik  tertentu, dan penggunaan bahasa Bali cukup bebas. Sejalan dengan perubahan ini, kini telah terjadi interaksi budaya, terjadinya pembauran  seni  dalam nuansa  lagu pop Bali. Hal ini terjadi karena konsep globalisasi memberikan peluang yang cukup besar akan terjadinya pembauran seperti itu Pembauran terjadi dalam skala  yang berbeda-beda, baik dilaksanakan secara terencana  dengan konsep yang jelas maupun yang terjadi secara spontan tanpa didasari  oleh pemikiran yang matang, menyangkut berbagai aspek  terutama bentuk, isi, dan tata penyajian. Untuk melebur atau menyatukan nilai-nilai estetik yang terkandung di dalamnya diperlukan wawasan yang luas dan kematangan dalam diri seniman, sehingga tidak berdampak pada perusakan identitas yang ada. Pembauran seperti itu  patut  dicermati akan kemungkinan berdampak yang kurang baik terhadap kesenian Bali termasuk juga lagu pop Bali (Dibia, 2004 : 1).

Untuk itu diperlukan strategi untuk mempertahankan identitas dan jati diri lagu pop Bali, dengan jalan mendalami kembali  nilai-nilai, prinsip-prinsip dasar, dan roh budaya Bali dalam lagu pop Bali. Rasa  bangga terhadap budaya sendiri harus senantiasa ditingkatkan. Dengan rasa optimisme yang tinggi kita akan mampu mengembangkan lagu pop Bali tanpa meninggalkan  jati diri atau identitasnya.

Dari pemaparan tersebut, peneliti  akan memfokuskan penelitian terhadap  perubahan-perubahan yang dialami pada Perkembangan Lagu Pop Bal di Era Globalisasi. Perkembangan yang terjadi meliputi  pada penggunaan bahasa Bali, nuansa musikal, dan irama musik atau aliran musik yang digunakan.

Perkembangan Lagu Pop Bali Di Era Globalisasi, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...