Presiden Saksikan Sendratari Bhisma Dewabharata

Jun 14, 2011 | Berita

Denpasar – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono tampak menyaksikan pementasan sendratari “Bhisma Dewabharata” usai pembukaan Pesta Kesenian Bali, di panggung terbuka Ardha Candra Taman Budaya Denpasar, Jumat malam.

Pementasan kolosal yang melibatkan sekitar 250 mahasiswa dan dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu digelar setelah Kepala Negara membuka Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-33, sekaligus sebagai awal dimulainya Utsawa Dharma Gita (lomba pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu) XI tingkat nasional dan “Bali World Culture Forum”.
Presiden yang mengenakan busana adat Bali lengkap dengan destar atau ikat kepala khas adat di Pulau Dewata, terlihat didampingi sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, antara lain Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali serta Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.
Di tengah ribuan masyarakat yang memadati panggung terbuka berkapasitas 10.000 tempat duduk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyaksikan pagelaran yang berdurasi 50 menit.
Pagelaran itu mengisahkan seputar kelahiran Dewabharata dari buah cinta antara Maharaja Sentanu dengan wanita penjelmaan bidadari, Dewi Gangga.
Sebagai putra mahkota Kerajaan Hastina, Dewabharata yang tampan dan perkasa diharapkan menjadi pemimpin agung yang akan menurunkan sumber insani masa depan bangsa Bharata.
Setelah dinobatkan menjadi “yowanaraja”, Dewabharata memperoleh mandat menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai raja muda, sedangkan ayahnya, Sentanu, bertindak selaku pendamping dan penasihat.
Suatu ketika, Dewabharata begitu masgul dengan keberadaan ayahnya yang senantiasa bermuram durja. Melalui kusir kerajaan, Dewabharata mengetahui bahwa sumber kemurungan Raja Sentanu adalah Satyawati, gadis cantik putri seorang nelayan di tepi Sungai Yamuna.
Dikisahkan, perjumpaan Sentanu dengan gadis molek yang harum semerbak itu, membuat sang raja jatuh cinta dan berhasrat menjadikannya permaisuri, tetapi sangat terpukul dengan persyaratan yang diajukan oleh ayah Satyawati.
Persyaratan yang mahaberat itu, adalah anak yang dilahirkan Satyawati harus menjadi raja pengganti Maharaja Sentanu.
Didorong oleh rasa hormat dan kasih sayangnya pada sang ayah, menuntun Dewabharata menjumpai ayah Satyawati. Dewabharata berjanji tidak akan menjadi raja Hastina dan akan memberikan kepada putra yang dilahirkan Satyawati.
Ketika sebuah persyaratan diajukan lagi oleh ayah Satyawati agar kelak keturunan Dewabharta tidak menuntut haknya untuk menjadi raja Hastina, juga disetujui Putra Gangga.
Demi kebahagian sang ayah, Dewabharata bersumpah akan hidup membujang selama hayatnya. Ikrar Dewabharata disambut hujan bunga dari angkasa dan gaung suara “Bhisma…..bhisma…..bhisma!”. Bhisma berarti kesatria sejati yang menepati sumpah suci.
Dewabharata memboyong Satyawati ke istana dan menghaturkan kepada ayahnya. Maharaja Sentanu sangat terharu dengan ketulusan, jiwa besar, pengorbanan putra kebanggaannya, Bhisma Dewabharata.
Kisah cinta tersebut dikemas secara unik dan apik melalui alunan musik dan irama tembang sebagai sebuah apresiasi keindahan. Pementasan seni itu sarat dengan petuah-petuah dalam mengendalikan sebuah kerajaan.
Pagelaran pembuka pesta seni tahunan seniman di Pulau Dewata itu berlangsung aman, terbit dan lancar

Sumber: antaranews.com

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...