Seni Rupa Pertunjukan ” Bayang Berbayang “

Apr 21, 2016 | Berita

Kiriman : Dwi Janata (Mahasiswa Seni Murni FSRD ISI Denpasar)

22 April 2016

Seni Rupa Pertunjukan Bayang Berbayang merupakan bentuk kolaborasi dari mahasiswa Program Studi Seni Murni dan Seni Tari ISI Denpasar yang melibatkan 11 perupa dan 15 penari. Kegiatan ini diadakan sebagai rangkaian acara Gelar seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya yang bertempat di area Madia Mandala, Art Centre, Denpasar.

Bayang Berbayang merupakan suatu perwujudan garapan seni yang mengajak masyarakat untuk berpetualang menelusuri ke dalam diri. Ide awal tercetusnya konsep ini adalah dari fenomena langka yang sempat terjadi di Indonesia 9 Maret lalu, yaitu Gerhana Matahari. Gerhana Matahari yang terjadi bulan lalu jika diperhatikan, menampilkan bayang-bayang yang sangat unik dan indah. Dari bayang-bayang inilah memunculkan ide untuk menciptakan sebuah pagelaran seni yang bertajuk Bayang Berbayang.

Jika ditelusuri lebih lanjut, bayang-bayang merupakan suatu fenomena dimana terhalangnya cahaya atau sinar oleh suatu benda yang menyebabkan sisi gelap pada benda tersebut. Secara metafora, sisi gelap ini juga ada dalam diri manusia, kegelapan yang kemudian memunculkan ketakutan-ketakutan yang membuat orang sering menghindari dan menutupi kegelapan tersebut. Padahal sebenarnya dengan mengenali kegelapan dalam diri, manusia akan mampu untuk mengenali kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya yang akan mampu menuntun dirinya ke jalan yang lebih baik. Oleh karena itu, Bayang Berbayang ini hadir untuk mengajak masyarakat kembali menelusuri kegelapan yang ada dalam dirinya sebagai upaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam Seni Rupa Pertunjukan ini terdapat beberapa unsur seni yang terlibat meliputi unsur Rupa, Gerak (Kinestetik), Tata Suara, Tata Busana, dan Tata Cahaya. Unsur Rupa dalam acara ini menampilkan karya seni instalasi yang diciptakan oleh Mahasiswa Seni Murni ISI Denpasar dengan binaan dari I Wayan Sujana, S.Sn, M.Sn. Karya instalasi ini merupakan rangkaian bata-bata merah yang tersusun di sekitar area Madia Mandala yang terbagi ke dalam tiga bagian serta satu karya instalasi yang tersusun dari rangkaian klangsah yang berbentuk gunungan.

Unsur Gerak (Kinestetik) dalam acara ini menampilkan gerakan-gerakan lembut hingga keras serta mimik-mimik wajah ketakutan. Gerakan-gerakan ini dibuat dramatis sehingga penonton mampu merasakan apa yang ingin disampaikan dalam pertunjukan ini. Gerakan-gerakan ini tercipta dari Mahasiswa Seni Tari ISI Denpasar atas binaan dari I Wayan Adi Gunarta, S.Sn, M.Sn.

KARYA INSTALASI: DI BALIK BAYANG-BAYANG

Karya instalasi yang terdapat dalam acara ini menggunakan bata merah sebagai medium utama. Bata dipilih berdasarkan konsep bayang-bayang dimana bayang-bayang tercipta karena cahaya yang menerpa Bumi dan menampilkan bayang-bayang di tanah. Cahaya (api) dan tanah ini pula merupakan proses yang membentuk bata itu sendiri. selain itu bata ini juga terdiri dari lima unsur pembentukan yaitu api, tanah, air, udara, dan ruang.

Jumlah bata yang digunakan dalam karya ini yaitu 1549 dimana jumlah tersebut didapat dari penjumlahan masing-masing tiga digit kecepatan cahaya, yaitu 299.792.458 m/s. Karya ini kemudian dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan kecepatan cahaya tersebut. karya pertama berbentuk abstrak dengan jumlah bata 299 buah yang tersebar di sekitar area Madia Mandala, Art Centre. Abstrak ini merupakan representasi kegelapan yang pekat dimana manusia tidak mampu melihat sekelilingnya namun harus tetap waspada akan segala kemungkinan. Karya kedua, yang merupakan instalasi utama, terletak di tengah area yang membentuk lingkaran dengan jumlah bata 792. Bentuk lingkaran ini adalah representasi kegelapan yang abadi yang menjadi awal sekaligus akhir. Karya ketiga, dengan 458 bata tersusun di sepanjang anak tangga Arda Candra yang bertingkat tujuh. Tujuh tingkat ini merupakan simbol tujuh tingkatan langit dan spektrum cahaya, serta karya instalasi ini melambangkan penggapaian untuk menemukan cahaya sejati.

Terdapat satu karya lagi yang menggunakan klangsah sebagai medium yang ditempatkan di panggung Madia Mandala. Karya ini, dengan bentuk gunungan (kayon) merupakan simbol alam semesta yang luas dimana kegelapan dan cahaya tersebut saling menyeimbangkan satu sama lain.

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...