Struktur Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon Kautus Rarung Dalang Ida Bagus Sudiksa, Bagian II

Sep 2, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman I Ketut Gina, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan

1).  Tabuh Pategak

            Marajaya berpendapat, bahwa pertunjukan Wayang Kulit Bali pada umumnya dimulai dengan tabuh pategak atau pembukaan. Tabuh ini mempunyai tujuan untuk menarik perhatian penonton agar terkonsentrasi pada jalannya pertunjukan. Tabuh pembukaan atau pategak ini dapat juga ditemukan pada pertunjukan-pertunjukan seni teater lainnya seperti: Drama Gong, Prembon, Arja, Wayang Wong, Janger, Joged Bumbung dan lain sebagainya. Pada tabuh pategak pertama selesai, sang dalangpun naik ke panggung tempat pertunjukan, dan tabuh pategak ke dua dilanjutkan oleh panabuh. Tabuh pategak ke dua mulai, sang dalang duduk mengukur jarak kelir dengan blencong menggunakan ujung jari tangan, setelah merasa sudah cukup, dilanjutkan dengan makan daun sirih (nginang) dari ujung daun sirih dengan ucapan mantra: Pukulun Sanghyang Tunggal amasanga guna kasmaran, buta asih, liak asih, janma manusa asih, Dewa Batara asih, teka patuh ingkup, teka asih 3x. Ong antara, pantara, patara, sarwa sih manembah alila sudha ya namah, Ang Ah. Dilanjutkan oleh sang dalang natab bayu dengan cara meniupkan nafas pada tangan, kalau lebih deras nafas lubang hidung kanan, sang dalang meniatkan Betara Brahma yang menuntun di saat pertunjukan, jika lebih deras nafas lubang hidung kiri, maka sang dalang meniatkan Betara Wisnu yang menuntun di saat pertunjukan, seandainya keduanya sama-sama deras, maka sang dalang meniatkan Betara Iswara yang menuntun di saat pertunjukan, dengan mantra dalam hati, Ong Ang Ung Mang, suksma yogi prayojana sudha ya namah. Dalam pertunjukan Wayang kulit Bali, tabuh pategak dilanjutkan dengan tabuh pamungkah.

2).  Tabuh Pamungkah

            Dalang melakukan langkah-langkah seperti: nebah keropak yaitu tutup keropak ditepuk dengan telapak tangan kiri, disertai dengan ucapan mantra: Atangi Sanghyang Samirana angringgit amolah cara. Dalang membukanya tutup keropak ditaruh di sebelah kanan dalang sekaligus digunakan alas wayang yang akan sering dipakai di dalam pertunjukan. Dalang mengambil ke dua pamurtian, yang kanan dipegang dengan tangan kanan, dan yang kiri dipegang dengan tangan tangan kiri, dengan mengucapkan mantra: Pukulun Sanghyang Tiga Wisesa amasang guna pangeger. Kemudian pamurtian diserahkan kepada pembantu dalang (katengkong) di kanan untuk ditancapkan di ujung layar (kelir) sebelah kanan, pamurtian kiri diserahkan kepada pembantu dalang (katengkong) di kiri untuk ditancapkan di ujung kelir sebelah kiri. Dalang mengambil alat pemukul keropak (cepala) yang dipasang (dijepit) dengan telunjuk dan jari tengah tangan sebelah kiri. Setelah sang dalang siap, kemudian memberikan aksen dengan satu ketokan keras (tak), maka tabuhpun mulai nguncab, pemukulan keropak disesuaikan dengan tabuh gamelan (mecandetan). Kemudian sang dalang mengambil kayonan ditempel di siwadwara di bagian belakang blencong dengan mengucapkan mantra: Om Sanghyang Sambhu mulih ring Wisnu, Sangkara mulih ring Mahadewa, Ludra mulih ring Brahma, Mahesora mulih ring Iswara meraga Sanghyang Tunggal, mawak gni, tangan gni, rambut gni, melidah aku mirah, asing cepolang aku bentar, teka mandi 3x, teg nyer 3x.

3).  Tari Kayonan I

            Tari kayonan (gegilak kayonan) yang dimunculkan dari bawah tepat di tengah-tengah kelir yang diikuti oleh tabuh musik iringan (gamelan) sesuai kode-kode yang diberikan oleh dalang, baik kode melalui kayonan maupun kode dari cepala, antara keras dan halusnya suara gamelan dikendalikan oleh dalang. Kayonan ditarikan ke kanan dan ke kiri, kemudian diputar-putar (miling) di ujung kelir kanan dan kiri. Setelah miling, dalang mencari celah untuk menarik kayonan ke bawah untuk memberikan kode kepada penabuh bahwa tari kayonan pertama telah usai, kemudian kayonan ditancapkan pada batang pisang (gadebong) tepat di tengah-tengah kelir dan dipasang tokoh wayang Sanghyang Tunggal atau Sanghyang Cintya tepat dipertengahan kayonan, dan dilanjutkan dengan adegan jejer wayang.

4).  Jejer Wayang

            Pada adegan jejer wayang, dalang menancapkan wayang di samping kanan dan kiri kayonan sesuai dengan tokoh penting yang akan terlibat dalam lakon pentaskan. Wayang yang tidak terpakai ditancapkan sesuai dengan penokohannya, seperti tokoh protagonis di ujung batang pisang sebelah kanan dan tokoh antagonis di ujung batang pisang sebelah kiri dalang. Dari adegan jejer wayang juga dapat memberikan gambaran kepada penonton tentang lakon yang akan diceritakan pada pementasan, disamping untuk memudahkan dalang mengambil wayang atau tokoh-tokoh yang diperlukan pada saat lakon telah berjalan. Adegan selanjutnya yaitu ngabut kayonan dilanjutkan dengan menarikan kayonan (gilak kayonan) tahap kedua.

5).  Tari Kayonan II

Setelah wayang dicabut satu-persatu oleh dalang dan diserahkan kepada pembantu dalang (katengkong), tinggal kayonan yang masih tertancap di tengah-tengah kelir, tabuh gamelanpun berubah menjadi tabuh ngabut kayonan. Dalang mengikuti irama gamelan disaat mencabut kayonan, kemudian ditarikan ke kiri dan ke kanan tanpa disertai dengan pukulan cepala. Setelah miling kiri dan kanan, dalang memutar-mutar ringan kayonan dari kiri, dan ke kakan sambil mencari celah akan mematikan suara gamelan dengan kode pukulan cepala, sebagai tanda tari kayonan kedua telah usai.

Uraian di atas menunjukan, bahwa di dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung di Pemuwuna setra Pura Dalem Desa Kerobokan oleh dalang Ida Bagus Sudiksa masih tetap mengikuti pakem tradisi Pewayangan Bali, karena tidak ada urutannya yang dikurangi. Selanjutnya dilanjutkan dengan adegan petangkilan.

6).  Petangkilan

Adegan petangkilan dalam pewayangan Bali sering disebut dengan istilah peguneman, yang mempunyai makna persidangan atau bermusyawarah. Tokoh-tokoh wayang yang akan pergi ke persidangan diiringi oleh gending yang disesuaikan dengan irama musik iringan (tabuh gamelan). Nardayana mengatakan bahwa, motif gending petangkilan dalam Wayang Kulit Bali ada tiga jenis, yaitu alas harum, rundah dan candi rebah. Alas harum adalah gending yang dipakai oleh dalang untuk mengiringi wayang-wayang yang berkarakter halus ke persidangan, misalnya: Tokoh Darmawangsa, Kresna, Kunti. Rundah adalah gending yang dipakai oleh dalang untuk mengiringi wayang-wayang yang berkarakter keras atau dadeling (bermata bulat) pergi ke persidangan, misalnya tokoh Duryodana dan Dursasana. Sedangkan candi rebah adalah gending yang dipakai oleh dalang untuk wayang-wayang yang berkarakter raksasa, misalnya tokoh Rahwana, Kumbakarna dan lain-lain. Tabuh gamelan pada iringan musik pewayangan Ramayana ada perbedaan dengan tabuh gamelan iringan musik pewayangan Calonarang. Di dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa, tokoh-tokoh yang terlibat di petangkilan atau musyawarah adalah: Prabu Erlangga, Patih Madri, Twalen dan Mredah diiringi gending batel maya yang tidak jauh larasnya dengan candi rebah. Tandak batel maya ini mengikuti gending gamelan yang mengiringinya, adegan ini berlangsung sekitar 10 menit.

Struktur Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon Kautus Rarung Dalang Ida Bagus Sudiksa, Bagian II Selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...