Tata Busana Adat Bali Aga Desa Tenganan Pagringsingan Dan Desa Asak Karangasem

Feb 1, 2010 | Artikel, Berita

Oleh: I Ketut Darsana, Tulisan dimuat dalam Mudra edisi September 2007

Tenganan (Foto: Arba Wirawan)Tata Busana sebagai salah satu aspek yang sangat esensial dalam kehidupan manusia dan dapat memberikan wahana prilaku manusia untuk dapat menunjukkan jati dirinya. Dari busana tercermin suatu identitas diri sebagai manusia individual, manusia dari suatu negara dan manusia yang memiliki pranata sosial yang lebih tinggi. Keanekaragaman dalam tata busana adat di Indonesia tetap merupakan satu kesatuan budaya yang dikokohkan oleh adanya kesatuan bahasa dan agama.

Tata busana adat Bali tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusianya karena dia berkembang sejalan dengan dinamika manusia dan kebudayaannya. Ini berarti perubahan aspek sosial budaya yang sangat cepat akan mempengaruhi pula norma-norma dan tata busana adat yang berlaku di masyarakat. Tetapi meskipun sesuatu adat istiadat mengalami perubahan dan perkembangan, di dalamnya akan tetap kita jumpai unsur-unsur yang konstan. Unsur-unsur yang konstan, tetap memelihara kesinambungan atau kontinuitas antara masa lampau dan sekarang, antara sekarang dan yang akan datang. Andaikata unsur-unsur yang konstan ini tidak ada, maka sudah tentu generasi sekarang tidak perlu dan tidak akan dapat mengerti generasi yang mendahuluinya

Adanya proses globalisasi, informasi serta pesatnya perkembangan industri pariwisata, menyebabkan masyarakat Bali tidak lepas dari pengaruh-pengaruh kebudayaan luar. Pengaruh kebudayaan luar tersebut akan membawa perubahan-perubahan yang mendasar dalam berbagai kehidupan masyarakat Bali. Termasuk juga di dalam tata busana adat Bali. Industri pariwisata telah memberikan dampak terhadap kebudayaan Bali dalam katagori positif dan negatif. Secara positif, masyarakat Bali memperoleh manfaat ekonomi serta kebudayaan Bali dirangsang secara lebih progresif. Secara negatif unsur-unsur kebudayaan tertentu untuk konsumsi wisatawan terlibat ke produksi masa, komersialisasi dan orientasi materialisme. Oleh karena itu antisipasi terhadap pengaruh negatif seperti tersebut di atas perlu lebih dini dipikirkan, karena tidak diinginkan timbulnya suatu generasi kita sampai tercabut dari akar budaya dan tata nilai budaya Bali. Usaha yang kongkret yang dapat dilakukan adalah dengan penggalian, pengkajian, pendalaman serta memahami norma-norma, adat istiadat termasuk juga tata busana adat yang diwariskan dalam masyarakat Bali.

Begitu pula halnya dalam tari Bali pada mulanya penari memakai busana atau pakaian sesuai dengan apa yang ada pada saat itu sedang dipakai. Perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai salah satu unsur dalam tari, maka pakaian atau busananya diatur dan ditata sesuai dengan kebutuhan tari tersebut. Busana (kostum) untuk tari-tarian tradisional memang harus dipertahankan. Namun demikian, apabila ada bagian-bagiannya yang kurang menguntungkan dari segi pertunjukan, harus ada pemikiran lebih lanjut. Pada prinsipnya busana (kostum)  tersebut harus enak dipakai, tidak meng-ganggu gerak tari, menarik dan sedap dilihat penonton. Bila perlu murah harganya dan mudah didapat. Pada tata busana tari-tarian tradisional yang harus dipertahankan adalah desain dan warna simbolisnya. Secara umum hanya warna-warna tertentu saja yang bersifat teatrikal dan mempunyai sentuhan emosional tertentu pula. Di Indonesia pada umumnya merah memiliki arti simbolis berani, agresif atau aktif. Biru memiliki kesan teatrikal tentram. Hitam memberi kesan kebijaksanaan. Warna teatrikal lainnya adalah kuning yang memiliki kesan penuh kegembiraan dan putih memiliki kesan muda atau suci. Sekarang ini para koreografer mulai mencoba membuat desain busana (kostum) tari yang bukan saja berasal dari wayang kulit Bali dan drama tari yang lain, melainkan juga diambil dari busana tradisional “Bali Aga”.

Selain beberapa hal yang sudah diutarakan di atas, tata busana dalam seni pertunjukan juga berguna untuk mempertegas fungsi dramatik atau fungsi ekspresif dari setiap peran. Fungsi ekspresif  ini terlihat dalam penggambaran rasa sedih, ungkapan kemarahan dan lain-lain yang terkait dengan memainkan bagian-bagian tertentu dari tata busana yang dipakai oleh peran bersangkutan. Sementara diketahui penulis, tulisan-tulisan tentang busana adat Bali baru sebatas busana pengantin adat Bali dengan klasifikasi nista, madya, dan utama, serta busana Pitra Yadnya.

Tata  Busana  Adat  Bali  Aga  Desa Tenganan Pagringsingan  Dan  Desa  Asak  Karangasem, selengkapnya:

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...