BARONG KOMODIFIKASI

Kiriman : I Wayan Nuriarta (Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar)

ABSTRAK

Barong digunakan sebagai simbol keagamaan, di Bali erat kaitannya dengan kewisesan (kesaktian). Barong adalah manefestasi Tuhan yang paling dekat dengan umat. Barong sering dipakai sebagai pengusir roh jahat yang merugikan, karena masyarakat percaya bahwa Barong tersebut merupakan penjaga keseimbangan desa. Pada hari tertentu seperti hari Raya Kuningan yang jatuhnya tiap 6 bulan sekali, Barong biasanya diupacarai dengan berbagai banten dan persembahan-persembahan. Pesatnya perkembangan pariwisata memberikan dampak bagi para sangging pembuat Barong. Secara substitusi, kompleks unsurunsur kebudayaan (seperti Barong) yang ada sebelumnya mengalami perubahan fungsi. Para sangging telah banyak mengembangkan pekerjaannya. Dahulu mereka biasanya membuat Barong yang bersifat sakral, yang digunakan sebagai persembahan untuk upacara keagamaan. Sekarang banyak di antara mereka yang mulai menerima pesanan untuk membuat Barong yang sifatnya komersil baik dari wisatawan domestik maupun wisatawa mancanegara. Mereka membuat barong komodifikasi.  Bentuk Barong komodifikasi tidak jauh berbeda dengan Barong yang bersifat sakral yang ada di Bali pada umumnya, hanya proses pembuatan Barong komodifikasi berbeda dengan proses pembuatan Barong yang bersifat sakral. Dalam pembuatan Barong yang bersifat sakral biasanya diawali dengan upacara, menggunakan bahan kayu yang disakralkan dan memilih hari-hari tertentu yang dianggap baik untuk memulai membuatnya. Namun, dalam pembuatan Barong komodifikasi semua itu tidak dilakukan karena beberapa alasan tertentu seperti; Barong komodifikasi tidak untuk upacara keagamaan yang bersifat sakral, Barong komodifikasi fungsinya hanya untuk hiasan dan sarana pertunjukan yang bersifat komersil yang bisa ditampilkan kapan saja tanpa harus memilih hari baik.

Kata Kunci: Barong, Budaya Bali, Seni Rupa, Pariwisata

Selengkapnya dapat unduh disini

Konteks Marginalisasi Terhadap Perempuan dalam Film ‘Kartini”

Kiriman : Ni Kadek Dwiyani (Jurusan Televisi dan Film, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar)

Abstrak

Film “Kartini” (2017) besutan sutradara Hanung Bramantyo dapat disebut sebagai satu karya apresiasi terhadap perjuangan perempuan di Indonesia. Kartini sebagai salah satu sosok pahlawan perempuan Indonesia yang berjuang atas hak-hak perempuan di Indonesia sehingga layak disebut sebagai lambang perjuangan atas marginalisasi terhadap perempuan. Penokohan sosok Kartini sebagai perempuan keturunan bangsawan memiliki daya tarik tersendiri pagi penonton. Kodrat seorang perempuan dalam budaya yang melekat pada Kartini sebagai putri dari keturunan bangsawan seringkali menghadapkan dirinya pada situasi dimana benturan budaya dan logika yang dimilikinya memunculkan konflik batin, yang cenderung membuatnya dianggap sebagai anak yang berani melanggar aturan dalam keluarganya. Sosok Kartini memang tidak digambarkan sebagai sosok perempuan yang hanya diam ketika ia dihadapkan pada situasi dimana “haknya” sebagai seorang manusia tidak pernah diperhitungkan. Namun, perlakuan terhadap perempuan yang ia rasakan pada saat itu, membuatnya tergerak untuk memiliki kekuatan sendiri untuk berani menyuarakan apa yang ia inginkan atas hidup dan kodratnya sebagai seorang perempuan sehingga mampu dianggap sama dengan laki-laki. Konteks marginalisasi yang muncul dalam film “Kartini” banyak dipengaruhi oleh faktor budaya dan pola pikir yang berlaku dalam suatu system kemasyarakatan yang saat itu masih sangat tertutup untuk memberikan ruang gerak yang sama terhadap perempuan, jika dibandingkan dengan kaum laki-laki saat itu. Perjuangan sosok Kartini dalam film ini, digambarkan memiliki keinginan yang sangat kuat untuk berjuang atas marginalisasi terhadap perempuan di era itu melalui pemikiran-pemikiran cerdas yang ia miliki. Perjalanan hidup sosok “Kartini” dalam memperjuangkan persamaan hak dan martabat perempuan Indonesia setidaknya mampu diperdengarkan kepada khalayak luas, sehingga film “Kartini” dapat difungsikan sebagai media eduakasi bagi kaum perempuan yang saat ini masih mengalami ketidakadilan dalam konteks marginalisasi, untuk lebih berani memperjuangkan hak-hak yang memang seharusnya mereka peroleh.

Kata Kunci: Kartini, Perjuangan Perempuan, Marginalisasi

Selengkapnya dapat unduh disini

PENCIPTAAN GENDING KEKEBYARAN ( ERA 1915-1960)

Kiriman : I Nyoman Kariasa (Dosen Jurusan Karawitan FSP ISI Denpasar) 

Abstrak

Gending-gending kekebyaran mewarnai kreativitas penciptaan musik gamelan dewasa ini. Perkembangan penciptaan tersebut tidak bisa lepas dari tonggak era 1915-1960-an. Gamelan gong kebyar yang lahir awal abad 20 tersebut berhasil mendominasi penciptaan musik gamelan dan bahkan mampu “menampung” segala jenis gaya musik gamelan lain yang ada sebelumnya. Bahkan dewasa ini Gong Kebyar mampu “mempengaruhi” ensamble-ensamble lain yang nota bena memiliki chiri chas tersendiri, hingga akhirnya  melahirkan gaya “kekebyaran”.

Dalam tulisan ini akan disampaikan kronologis penciptaan musik kekebyaran dalam gamelan Gong Kebyar yang menjadi tonggak-tonggak sejarah penciptaan yang tersebar luas di masyarakat. Adapun tonggak-tonggak tersebut dibagi dalam beberapa era yang memiliki genre dan konsep estetika dipandang dari jenis, bentuk dan gaya musiknya. Dalam penulisan kronologis ini, akan dibahas era atau  tahun-tahun penting  yang terjadi penciptaan gending kekebyaran yang menumental dan banyak menginspirasi pada penciptaan era berikutnya. Era-era  tersebut disamping membicarakan karya-karya menumental, juga disampaikan sekilas tentang seniman penciptanya.

Kata Kunci : Penciptaan, Era, Gong Kebyar. 

Selengkapnya dapat unduh disini

BINGKAI KEARIFAN LOKAL DALAM FILM SEMESTA

Kiriman : I Nyoman  Payuyasa (Program Studi Produksi Film dan Televisi, FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

Indonesia memiliki berbagai macam bentuk nilai kearifan lokal yang tersebar di berbagai wilayah. Di tengah perkembangan arus modern ini kearifan lokal adalah salah satu hal yang dapat dipandang sebagai sebuah benteng dari krisis modernitas dan kerusakan alam. Dewasa ini berbagai masalah kerusakan alam seperti perubahan iklim yang tak menentu, polusi udara yang tak bisa terbantahkan, dan pemanasan global tengah terjadi. Fenomena ini kemudian tervisualkan dengan baik dalam sebuah film berjudul “Semesta”. Film ini mengangkat cara-cara positif yang dapat dilakukan masyarakat untuk membantu memelankan dampak perubahan iklim. Film “Semesta” memberikan sebuah potret pembelajaran tentang betapa pentingnya memaksimalkan kearifan lokal, tradisi, dan kepercayaan untuk menjaga lingkungan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, dalam film dokumenter “Semesta” terdapat beberapa kearifan lokal, tradisi, dan kepercayaan yang dapat membantu memelankan kerusakan alam dan perubahan iklim seperti kearifan lokal Nyepi di Bali, aturan-aturan tradisi adat di Sungai Utik, Kalimantan Barat, ajaran dan tatanan hidup dari gereja di Nusa Tenggara Timur, tradisi Sasi di Papua Barat, dan penceramahan tentang pelestarian lingkungan dan gajah khususnya di Aceh.

Kata Kunci : Kearifan Lokal, Film “Semesta”

Selengkapnya dapt unduh disini

Fenomena “Iklan Sisipan” Pada Program Sinetron “Ikatan Cinta” RCTI

Kiriman : Ni Kadek Dwiyani (Jurusan Televisi dan Film, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar)

Abstrak

Secara umum, pengertian iklan adalah suatu bentuk informasi yang dilakukan oleh seseorang, instansi/ lembaga, atau perusahaan, yang isinya berupa pesan yang menarik tentang sebuah produk atau jasa yang ditujukan kepada khalayak. Adapun media yang digunakan untuk memasarkan iklan adalah media televisi (TV). Iklan televisi mengambil peran penting, dalam Membangun dan mengembangkan citra positif bagi suatu perusahaan dan produk yang dihasilkan sehingga terbentuk opini publik yang positif terhadap perusahaan atau produk tersebut. Iklan TV saat ini telah berkembang secara pesat dalam proses pemasaraanya, dimana selain iklan regular yang biasanya muncul pada jeda program TV, sekarang juga ditayangkan sebagai iklan sisipan saat tayangan program TV sedang berlangsung. RCTI merupakan salah satu stasiun Tv dengan program sinetron “Ikatan Cinta” yang cukup banyak memiliki durasi iklan sisipan, yang akhirnya memiliki dampak yang sangat besar akan keutuhan cerita yang tentunya berpengaruh pada tingkat kepuasan penonton. 

Kata kunci: Iklan Sisipan, Program Sinetron Ikatan Cinta, RCTI

Selengkapnya dapat  unduh disini

TARI REJANG SABUH MAS Tarian Wali Garapan Baru

Kiriman : I Wayan Budiarsa (Program Pascasarjana Program Studi Seni Program Doktor ISI Denpasar)

Abstrak  

Tari Rejang Sabuh Mas merupakan tarian Wali garapan baru rerejangan yang terinspirasi dari tarian rejang yang muncul sebelumnya. Tarian ini tidak terlepas dari beberapa unsur media yang membentuk terwujudnya garapan suatu karya seni tari pada umumnya seperti gerak, ruang, waktu, dan energi. Penataannya menggunakan unsur koreografi, pola gerak, tata rias dan busana yang sangat sederhana karena lebih menonjolkan ritual magis (pemujaan) saat dalam penyajiannya. Garapan ini terwujud karena adanya upacara Karya Agung Mamungkah, Padudusan Agung, Tawur Agung, Pedanan, Mapedagingan, Ngenteg Linggih, Ngusaba Dalem Pura Dalem Alas Arum Batuan Gianyar pada 26 Desember 2017, dan telah menjadi identitas masyarakat Banjar Pekandelan, Desa Batuan-Gianyar. Penggarapannya menerapkan metode  ngerencana, nuasen, makalin, nelesin, dan ngebah. Tari Rejang Sabuh Mas diiringi dengan gamelan Semara Pagulingan saih pitu.

Kata Kunci: Tari Rejang, Sabuh Mas, Garapan Baru, Batuan, Gianyar

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...