Tari Asal Bali Utara Berduel Mesra Di Bali Selatan

Jun 11, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman: Kadek Suartaya, S.Skar., Msi., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Pada tahun 1950-an, di Bali Utara menguak dua karya seni pentas yaitu tari Tarunajaya dan tari Wiranjaya. Kedua ungkapan cipta seni tari ini bersaing sengit merengkuh kedigjayaannya. Tari Tarunajaya merupakan kebanggaan masyarakat Dangin Enjung (Buleleng Timur) sedangkan tari Wiranjaya adalah maskot seni pentas kebyar masyarakat Dauh Enjung (Buleleng Barat). Dalam gelanggang gamelan mebarung Gong Kebyar yang gencar digelar saat itu, khususnya saat pertemuan antara para seniman Dangin Enjung versus Dauh Enjung, Tarunajaya dan Wiranjaya ditampilkan dengan sarat euforia, heboh, dan bergengsi.

Namun setelah lebih dari setengah abad rivalitas dua karya tari seniman Bali Utara itu senyap, Sabtu (19/2) malam lalu, tari Wiranjaya dan Tarunajaya berduel di Jaba Pura Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar. Adalah ISI Denpasar dalam kesempatan ngayah melakukan pengabdian masyarakat di Sukawati–berkaitan dengan sebuah piodalan–menyajikan gamelan serta aneka tari klasik dan kreasi. Di antara puspa ragam tari yang disuguhkan adalah tari Tarunajaya dan tari Wiranjaya. Penonton yang penuh sesak menyimak dengan antusias seluruh pementasan. Penampilan Wiranjaya dan Tarunajaya diapresiasi penuh gairah.

Pada awal pemunculannya dulu, Tarunajaya dan Wiranjaya memang sempat bersanding dan bersaing ketat. Tetapi dalam perjalanannya kemudian, masyarakat Buleleng dan Bali pada umumnya lebih mengenal tari Tarunajaya sementara tari Wiranjaya sendiri redup dan tenggelam. Kukuhnya eksistensi tari Tarunajaya di tengah masyarakat pecinta seni tak lain dari peran sekolah kesenian Konservatori Karawitan (Kokar) Bali dan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar. Masyarakat penonton masa kini umumnya hanya mengenal tari Tarunajaya style Kokar/ASTI  tersebut.

Sejatinya, tari Tarunajaya dan Wiranjaya lahir dari rahim yang sama yaitu tari Kebyar Legong, sebuah seni pentas gaya bulelengan ciptaan Pan Wandres dari Desa Jagaraga. Disebut Kebyar Legong karena tari yang menggabungkan elemen-eleman tari klasik Bali ini, dikagumi sebagai seni pentas tari yang luwes-dinamis bak Legong yang diiringi Gong Kebyar. Ada pula dugaan ia disebut Kebyar Legong karena pada sebuah koreografinya memasukkan secara kental penggalan tari Legong Keraton, tari klasik yang berkembang di Bali Selatan. Namun yang pasti, Kebyar Legong yang di  masa lalu selalu ditampilkan dalam tradisi gamelan mebarung di Bali Utara tersebut, menjadi stimulasi kegairahan berkesenian dan sumber inspirasi utama lahirnya tari Tarunajaya di Dangin Enjung dan Wiranjaya di Dauh Enjung.

Tersebutlah  seniman tabuh dan tari I Gede Manik, penari pertama dari tari Kebyar Legong. Pada suatu saat, Gede Manik menunjukkan jati dirinya sebagai seorang kreator tari. Berorientasi dari tari Kebyar Legong yang sering dibawakannya, ia menggagas karya tari Kebyar Legong versi lain, lebih pendek durasinya namun tetap menunjukkan karakteristik tari yang dinamis. Tari yang bernuansa gelora taruna nan heroik ini tidak mempunyai nama, hanya dikenal sebagai tari kebyar Dangin Enjung. Pada suatu hari, tahun 1950, ketika ditampilkan di depan Bung Karno dan tamu-tamunya di sebuah hotel di Denpasar, presiden yang dikenal sebagai penyayang seni itu tak menyembunyikan ekspresi takjubnya terhadap pentas tari yang begitu energik dengan dukungan tatabuhan gamelan yang gegap membuncah. Soekarno kemudian memberi nama karya tari tersebut Tarunajaya, taruna yang digjaya.

Tari Tarunajaya memesona penonton hingga kini. Ekspresi estetik yang disajikan dan gelora optimistik yang dipancarkan masih menggugah,  berhasil menembus selera estetik masyarakat Bali secara lintas zaman. Simaklah, betapa dinamisnya ungkapan estetik pada tari yang dibalut dengan busana ornamentik ini. Betapa berbinarnya semangat pantang menyerah yang terasa dalam tampilan gerak, mimik dan ayunan lincah iringan gamelannya. Demikian juga penampilan tari Tarunajaya di Wantilan Pura Desa Sukawati, malam itu, mengundang decak kagum penonton. Dosen ISI, I Wayan Suweca, yang dikenal sebagai maestro kendang tampil virtuoso mengomandoi iringan tari ini. Ayu Larasari, Juara I Tari Tarunajaya Se-Bali 2011, bersama tiga rekannya menggebrak dengan daya pukau nan menyengat.

Keperkasaan Tarunajaya di tengah masyarakat Bali masa kini rupanya menggedor rasa jengah Wiranajaya. Dibawakan oleh enam orang mahasiswi ISI, malam itu, Wiranjaya  tak kalah membuncah. Tari yang diciptakan tahun 1958 oleh Ketut Merdana dan Putu Sumiasa dari Desa Kedis, Busungbiu, Buleleng ini bertutur tentang para kesatria Pandawa yang sedang berlatih memanah. Kendati tata busananya bernuansa pewayangan, tetapi struktur dan konstruksi koreografi serta iringannya tampak dan terasa mirip dengan Tarunajaya. Walau terasa mirip dengan “kompetitor“nya—karena memang keduanya bersumber dari embrio Kebyar Legong–daya pesona Wiranajaya tak kalah menggigit. Penonton dibuat terkagum-kagum.

Tari Asal Bali Utara Berduel Mesra Di Bali Selatan, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...