BULAN MENARI #8

BULAN MENARI #8

Bulan Menari #8 Institut Seni Indonesia Denpasar Fakultas Seni Pertunjukan Program Studi Tari yang di adakan pada Sabtu, 28 September 2019 pukul 19:30 WITA di Wantilan ISI Denpasar

BULAN MENARI SAJIKAN “PANGRAKSA JIWA”

BULAN MENARI SAJIKAN “PANGRAKSA JIWA”

Sumber : bali-travelnews.com

Wangi dupa diatas canang, menebar aura memberi spirit gerak tari seorang anak. Alunan tembang klasik menggema di seluruh wantilan, hingga mengetuk ruang hati yang hadir tuk sejenak berpikir. Penari cilik itu menari, bukannya tanpa makna. Tariannya penuh ekspresi, mengolah tempo yang datar, seakan sadar pada isi alam. Ia memainkan kain putih, melilit, membentuk garis lurus,

Wangi dupa diatas canang, menebar aura memberi spirit gerak tari seorang anak. Alunan tembang klasik menggema di seluruh wantilan, hingga mengetuk ruang hati yang hadir tuk sejenak berpikir. Penari cilik itu menari, bukannya tanpa makna. Tariannya penuh ekspresi, mengolah tempo yang datar, seakan sadar pada isi alam. Ia memainkan kain putih, melilit, membentuk garis lurus, dan terkadang saling merespon dengan seorang wanita setengah baya. Anak itu kemudian melepas kain, lalu tidur dipangkuan wanita itu.

Itulah garapan tari berjudul “Pangraksa Jiwa” yang disajikan pada acara ‘Bulan Menari’ di Wantilan Insititut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, belum lama ini. Tari ini menampilkan penari cilik bernama I Made Manipuspaka, yang menari sendiri (tunggal) mengekplorasi alunan dari kidung suci itu. Garapan ini menjadi unik, ketika dua pendukung lainnya, yakni Ida Ayu Wayan Prihandari dan Sri Supriyatini melantunkan tembang yang memiliki makna sama, namun dengan bahasa yang berbeda (bahasa bali dan bahasa Jawa).

Garapan tari karya Ida Ayu Wayan Arya Satyani, S.Sn., M.Sn itu idenya dari sebuah kidung pada upacara “kepus pungsed” (pupus pusar) sebuah tradisi yang ada di daerah Karangasem. “Ini adalah tradisi di desa kami yang diyakini karya Danghyang Dwijendra saat ada di Karangasem. Di Jawa, kidung ini juga biasa dinyanyikan untuk doa Sunan Kalijaga, sehingga saya semakin tertarik untuk mengangkatnya ke dalam sebuah seni pertunjukan tari,” jelasnya.

Meski tampak sederhana, namun garapan ini memiliki makna mendalam. Perbedaan hanya sebagai warna dan keindahan saja, namun jika semua perbedaan itu bersatu padu akan menjadi sebuah kekuatan. “Adakah jiwa ini berbeda, jika ia bermula dan berpulang pada yang Esa. Kidung Pangraksa Jiwa atau Kidung Rumekso Ing Wengi atau Kidung Hikayat Nabi  adalah doa keselamatan. Ruh toleransi yang ditanamkan pada sang jiwa. Maka kuatlah Ia,” papar Dayu Ani puitis.

Bulan Menari, sebuah ajang seni bulanan yang digagas Program Studi Seni Tari ISI Denpasar, juga menampilkan karya I Ketut Sutapa, SST., M.Sn. dengan judul  Kait Kiat, karya Anak Agung Bagus Suendra Diputra dengan judul Akwayan, karya I Nyoman Swandana Putra, SSn berjudul Gongseng Mas dan karya I Nyoman Kharisma Aditya Hartana (ucup) berjudl Conversation. (BTN/bud)

Bulan Menari #7

Bulan Menari #7

Bulan Menari #7 yang diadakan pada tanggal Rabu, 28 Agustus 2019 Pukul 19:30 WITA di Wantilan ISI Denpasar

ISI Denpasar komit mantapkan Bulan Menari

ISI Denpasar komit mantapkan Bulan Menari

Sumber : bali.antaranews.com

Denpasar (ANTARA) – Institut Seni Indonesia Denpasar berkomitmen memantapkan Bulan Menari dalam pelaksanaannya yang ke-6 untuk memberi ruang kreativitas bagi segenap civitas akademika, alumni, bahkan para seniman dari luar Bali.

“Selain sebagai ruang kreativitas, Bulan Menari juga wujud kepedulian Jurusan Seni Tari terhadap lembaga melalui kreativitas dan yang terpenting lagi, muara dari Bulan Menari berpengaruh pada akreditasi,” kata Ketua Jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Sulistyani, SSKar, MSi disela-sela kegiatan Bulan Menari ke-6 Juli 2019, di Denpasar, Minggu (28/7) malam.

Pihaknya sengaja membatasi penampilan atau karya civitas akademika setiap kali Bulan Menari digelar, supaya setiap bulannya karya tersebut mendapatkan jatah tampil. Usai pementasan juga rutin dilakukan dialog terkait garapan masing-masing untuk menyeimbangkan keilmuan dengan praktik. 

Pada Bulan Menari VI, ditampilkan empat buah garapan, salah satunya “Mulih kemulan”. Garapan Kadek Karnia Arta ini menceritakan fase kehidupan manusia kembali ke titik nol.

“Dalam Bulan Menari ini, semua civitas dilatih untuk tampil, menambah pengalaman, kreativitas, memperdalam tradisi, dan berlatih berbicara mempertanggungjawabkan apa yang kita garap. Semoga semakin banyak civitas yang tertarik,” ujar Sulistyani seraya mengucapkan terima kasih kepada pimpinan institusi dan fakultas atas dukungan kegiatan ini hingga berlangsung keenam kalinya. 

Pada kesempatan yang sama, Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, SSKar, MHum, mengapresiasi dan berkomitmen mendukukung pengembangan Bulan Menari ke depan.

“Kami lihat dari awal digelar hingga kini, Bulan Menari ini disambut antusias. Penyelenggaraanya juga konsisten, jadi perlu kita tingkatkan dan kelola ke arah yang lebih baik,” ujar Prof Arya.

Bulan Menari ini lahir dari ide bersama para sesepuh tari, salah satunya Prof Dr I Wayan Dibia sembari membahas rencana pendirian gedung black box, yakni gedung multifungsi untuk tari maupun karawitan.

Ide ini, lanjut Rektor Arya, disambut dengan inisiasi civitas jurusan tari untuk lebih menggariahkan iklim akademis di kampus.

“ISI Denpasar sebagai lembaga pendidikan harus menyeimbangkan pelajaran teori dengan praktik. Bulan Menari ini sekaligus menjadi ajang mengasah kemampuan untuk menghadapi even-even yang lebih besar di luar kampus,” ucapnya sembari mengatakan penampilan terbaik tergantung dari intensitas latihan.

Loading...