ISI Denpasar Mebarung Dengan Sanggar Gita Asmara –Vancouver Canada

ISI Denpasar Mebarung Dengan Sanggar Gita Asmara –Vancouver Canada

Sanggar Gita Asmara –Vancouver Canada saat menampilkan tari Legong Kuntul

Sanggar Gita Asmara –Vancouver Canada saat menampilkan tari Legong Kuntul

Kiriman: Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A. (Dosen PS Pedalangan).

Denpasar- Pascasarjana ISI Denpasar tidak henti-hentinya mengadakan kegiatan bertaraf internasional. Setelah menggelar seminar dan workshop internasional pada tanggal 15 dan 16 Juli lalu, pasca kembali menggelar kegiatan bertaraf internasional yaitu mebarung seni antara ISI denpasar dengan Sanggar Gita Asmara –Vancouver Canada. Acara diselenggarakan pada tanggal 16 malam, setelah pagi harinya diadakan workshop tari modern. Acara mebarung kali ini melibatkan mahasiswa Jurusan Karawitan ISI Denpasar semester IV berkolaborasi dengan mahasiswa tari. Adapun tabuh dan tari yang dibawakan adalah tabuh lelambatan Lokarya, Tari Wiranjaya, Kebyar Ding, dan Jauk Manis. Sementara Sanggar Gita Asmara menampilkan tabuh Pisan Bhaskara karya I Wayan Sudirana, Tari Legong Kuntul, Tari Sphinx yaitu tari kontemporer barat kolaborasi dengan musik kontemporer Bali yang dibawakan oleh Justin A. Chamber, Tabuh Sekar Susun dan Tari Wiranjaya.

Justin A. Chamber dalam Tari Sphinx

Justin A. Chamber dalam Tari Sphinx

Yang sangat mencuri perhatian selama acara mebarung adalah, penampilan dari sanggar anak-anak Gangsa Dewa pimpinan Ketut Suryatini,M.Sn yang merupakan dosen Karawitan ISI Denpasar. Bocah-bocah usia belasan ini sangat piawai memainkan alat musik gender. Tepuk tangan sebagai ekspresi kagun menghujani penampilan mereka yang memainkan 3 judul gamelan. Menurut Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A ditampilkannya anak-anak dalam mebarung kali ini merupakan cerminan budaya Bali bahwa seni di Bali telah ada dan ditrasfer sejak anak-anak. Ditambahkannya bahwa kegiatan bertaraf internasional ini dapat terwujud karena realisasi dari networking ISI Denpasar yang telah terjalin lama baik lokal maupn internasional. “Kerjasama internasional penting, berharap lewat kegiatan mebarung dengan gamelan asing, ISI tidak hanya jago kandang,tapi juga dapat belajar kekurangan, sehingga output kegiatan ini mampu merubah maindset untuk mampu bebicara nasional hingga internasional” ungkap Prof. Rai.

Penampilan ISI Denpasar

Penampilan ISI Denpasar

Sementara Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum  yang hadir dalam acara mebarung menyambut baik jalinan kerjasama yang diwujudkan dengan berbagai kegiatan. Pihaknya akan terus mendukung segala bentuk kegiatan yang mempu mengharumkan nama lembaga khususnya dan Indonesia umumnya di kancah internasional. Karena dengan memiliki relasi atau bersentuhan dengan orang lain, kita akan dapat sharing sebagai masukan untuk kemajuan isi, sehingga ISI Denpasar semakin dikenal dan eksis dlm kancah internasional.

Dari Ujian Perdana Pasca ISI Denpasar: Lewat Musik Gus Teja Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan

Dari Ujian Perdana Pasca ISI Denpasar: Lewat Musik Gus Teja Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan

Gus Teja memainkan suling, terbuat dari bambu yang masih hidup.

Gus Teja memainkan suling, terbuat dari bambu yang masih hidup.

Kiriman: Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A (Dosen PS Pedalangan).

Gianyar- Kerusakan hutan yang membabi buta menjadi ispirasi Gus Teja yang berstatus sebagai mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar untuk menciptakan karya tugas akhir S2 berjudul Mualas Mangke, yang dipentaskan pada 9 Juni 2013 bertempat di hutan bambu, Desa Junjungan, Ubud -Gianyar. Mualas Mangke adalah sebuah garapan musik kontemporer yang dilatarbelakangi oleh kasus kerusakan hutan yang sangat memprihatinkan. Mualas Mangke berasal dari kata “mue” yang berarti “muka”, “alas” berarti “hutan” dan “mangke” berarti sekarang atau saat ini”. Garapan yang berdurasi sekitar 45 menit ini menggabungkan alat-alat musik dengan sound scape (alat non musical instruments) serta Gus Teja menciptakan karya original yaitu suling yang terbuat dari batang bambu yang masih hidup. Mualas Mangke disajikan secara audio dan visual.

Diawali dengan alunan suling yang mengisahkan trentang keindahan hutan nan asri, sejuk dan rindang. Kemudian disusul dengan kisah pengerusakan hutan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan besi, palu, gergaji listrik sebagai nada keras yang mempu menggambarkan kendisi rusaknya hutan oleh manusia.

gus teja 4 2013Klimaks dari garapan ini memunculkan lom-loman (alat peledak terbuat dari bambu) yang mempu mencerminkan suasana mencekam, serta ketakutan, hingga berbagai binatang yang salah satunya burung beterbangan pergi meninggalkan hutan. Sebagai intropeksi, Gus Teja muncul kembali diakhir cerita dengan mengalunkan suling sebagai tanda keprihatinan terhadap alam. Garapan ini merupakan ekspresi keprihatinan Agus Teja Sentosa terhadap kerusakan hutan yang semakin menggila. “Semoa melalui garapan ini semakin menyadarkan manusia betapa pentingnya lingkungan bagi kehidupan” ungkap Gus Teja.

gus teja 1 2013Sebelumnya pada hari yang sama Gus Teja menampilkan garapan musik sebagai iringan tari yang berjudul Nara Dewi bertempat di Pura Desa Adat Junjungan. Karya musik yang diciptakan tahun 2005 ini juga bagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar magister seni. Menurut Direktur Pascasarjana ISI Denpasar. Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., apapun karya ciptanya agar mahasiswa pasca tidak lari dari identitas tradisi. Untuk mahasiswa dari seni pertunjukkan akan menampikan 2 karya yaitu 1 hasil karya cipta baik tari, tabuh ataupun seni pertunjukkan bersifat tradisi, sebelum menampilkan karya kontemporernya yang tetap memunculkan local genius.

Program Pascasarjana ISI Denpasar Akan Gelar Ujian Tugas Akhir

Program Pascasarjana ISI Denpasar Akan Gelar Ujian Tugas Akhir

gus teja 5 2013 1Kiriman: Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A. (Dosen Pedalangan ISI Denpasar).

Denpasar-  Pascasarjasa ISI Denpasar yang berdiri sejak 2 April 2011, telah menerima 2 angkatan mahasiswa. Mahasiswa pada angkatan pertama berjumlah 46 mahasiswa. dari 46 mahasiswa sebanyak 40 mahasiswa telah dinyatakan lulus ujian proposal. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Seni, mahasiswa pasca harus melewati beberapa test dan peryaratan, diantaranya telah memenyelesaikan semua mata kuliah, lolos test TOEFL, dan persyaratan administrasi lainnya. Dalam proses penciptaan dan pengkajian, mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih sendiri dosen pembimbing utama. setelah lolos ujian proposal mahasiswa wajib mengikuti ujian tugas akhir sesuai dengan minatnya. Bagi mahasiswa dengan minat penciptaan akan menghasilkan karya cipta sementara mahasiswa dengan minat pengkajian menghasilkan karya tulis tesis.

Dari 40 mahasiswa yang lolos ujian proposal, sebanyak 13 mahasiswa yang siap untuk mengikuti ujian tugas akhir. Mereka yang mengambil minat penciptaan adalah Agus Teja Sentosa (Judul TA: Mualas Mangke), I Gede Jaya Putra (Trasformasi Kehidupan Manusia Dalam Konteks Kekinian), Agung Wijaya (Kritik Sosial Materialis Dalam Karya Inastalasi Fotografi Ekspresi), Ni Luh Putu Rostina S (Tari Kontemporer Labuhan Sait), I Nyoman Yoga Tri Semarawima (Perilaku Manusia Modern Dalam Ekspresi Seni Lukis), Wayan Arissusila (Refleksi Fenomena Edonistik Dalam Kriya), Gede Wi Suparno (Paraphilia Seksual Diungkapkan Dalam Karya Seni Lukis), A.A. Gede Trisnasuryadinata (Gerak Ikan Dalam Seni Lukis), I Made Hendra Mahajaya (Eksistensi Air Dalam Kehidupan Manusia Sebagai Sumber Penciptaan Seni Lukis), A.A. Gede Mahendra (Antawacana Wayang Kulit Dalam Seni Lukis), serta I Made Putra Wijaya (Tari Kontemporer Penginte). Sedangkan dua orang mahasiswa pascasarjana mengambil minat pengkajian yaitu Dewa Putu Ardana (Keben di Banjar Tangguhan Peken Bangli: Perspektif Kajian Seni) dan I Bagus Wijna Bratanatyam (Karakteristik Tokoh Sugriwa Dalam Wayang Kulit Ramayana Gaya Sukawati).

Mereka yang bisa menempuh ujian tugas akhir hingga deadline 30 Juli 2013 berpeluang untuk mengikuti wisuda pada 28 Juli 2013. Menurut Direktur Pascasarjana ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A, yang membedakan lulusan pascasarjana ISI Denpasar adalah memiliki pola pikir yang lebih mendalam dibandingkan karya S1, yang dituangkan dalam karya cipta dan tulisan. Prof. Rai menambahkan bahwa apapun karya ciptanya agar mahasiswa pasca tidak lari dari identitas tradisi. Untuk mahasiswa dari seni pertunjukkan akan menampikan 2 karya yaitu 1 hasil karya cipta baik tari, tabuh ataupun seni pertunjukkan bersifat tradisi, sebelum menampilkan karya kontemporernya yang tetap memunculkan local genius. Sementara bagi mahasiswa seni rupa dan desain juga menampilkan 2 junis karya, yaitu beberapa karya ciptaan sebelumnya dan memamerkan karya cipta terbaru. Setelah itu mereka akan mempersentasikan seminar hasil yang terbuka untuk umum.

Perkembangan Fungsi Suling Dalam Komposisi Kekebyaran

Perkembangan Fungsi Suling Dalam Komposisi Kekebyaran

Oleh: I Gede Yudarta, SSKar., M.Si (Dosen PS. Seni Karawitan)

Gamelan Gong KebyarMengamati perkembangan seni karawitan Bali khususnya seni karawitan kekebyaran dewasa ini, telah terjadi pergeseran atau perubahan fungsi beberapa instrumen yang terdapat dalam barungan gamelan gong kebyar. Salah satu perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya fungsi instrumen suling dalam barungan gamelan tersebut.

Suling sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Musik adalah flute tradisional yang umumnya terbuat dari bambu (Banoe, 2003:). Secara fisik, suling yang terbuat terbuat dari bambu memiliki 6-7 lobang nada pada bagian batangnya dan lubang pemanis (song manis) pada bagian ujungnya. Sebagai salah satu instrumen dalam barungan gamelan Bali, terdapat berbagai bentuk ukuran dari yang panjang, menengah dan pendek. Dilihat dari ukurannya tersebut, suling dapat dibedakan jenisnya dalam beberapa kelompok yaitu: Suling Pegambuhan, Suling Pegongan, Suling Pearjan, Suling Pejangeran dan Suling Pejogedan (Suharta, 2005:16). Dari pengelompokan tersebut masing-masing mempunyai fungsi, baik sebagai instrumen pokok maupun sebagai pelengkap. Penggunaan suling sebagai instrumen pokok biasanya terdapat pada jenis barungan gamelan Gambuh, Pe-Arjan, Pejangeran dan Gong Suling. Sedangkan pada beberapa barungan gamelan lainnya termasuk gamelan gong kebyar suling berfungsi sebagai instrumen ”pemanis” lagu dan memperpanjang suara gamelan, sehingga kedengarannya tidak terputus (Sukerta, 2001:215). Dalam fungsinya itu, suling hanya menjadi instrumen pelengkap dalam arti bisa dipergunakan ataupun tidak sama sekali.

Sebagai salah satu alat musik tradisional, suling tergolong alat musik tiup (aerophone) dimana dalam permainan karawitan Bali dimainkan dengan teknik ngunjal angkihan yaitu suatu teknik permainan tiupan suling yang dilakukan secara terus menerus dan memainkan motif wewiletan yang merupakan pengembangan dari nada-nada pokok atau melodi sebuah kalimat lagu.

Terkait dengan fungsi suling dalam seni karawitan kekebyaran, hingga saat belum diketahui secara pasti kapan instrumen suling masuk sebagai bagian barungan gamelan tersebut. Munculnya gamelan gong kebyar sebagai salah satu bentuk ensambel baru dalam seni karawitan Bali pada abad XIX, tidak dijumpai adanya penggunaan suling dalam komposisi-komposisi kekebyaran yang diciptakan. Penyajian komposisi ”kebyar” yang dinamis, menghentak-hentak serta pola-pola melodi yang ritmis tidak memungkinkan bagi suling untuk dimainkan di dalamnya. Sebagai salah satu contoh, dalam komposisi ”Kebyar Ding”, yang diciptakan pada tahun 1920-an tidak terdengar tiupan suling. Ini dapat dijadikan salah satu indikator bahwa pada awal munculnya gamelan gong kebyar, suling masih berfungsi sebagai instrumen sekunder dan belum menjadi bagian yang penting dalam sebuah komposisi.

Sebagai salah satu tonggak penting perkembangan fungsi suling dalam komposisi kekebyaran, dapat disimak dari salah satu komposisi yaitu Tabuh Kreasi Baru Kosalia Arini, yang diciptakan oleh I Wayan Berata dalam Mredangga Uttsawa tahun 1969, dimana dalam komposisi tersebut mulai diperkenalkan adanya penonjolan permainan suling tunggal. Terjadinya perkembangan fungsi suling tersebut merupakan salah satu fenomena yang sangat menarik dimana suling yang pada awalnya memiliki fungsi sekunder yaitu instrumen pendukung, berkembang menjadi instrumen primer yaitu instrumen utama.

Sebagaimana terjadi dalam perkembangan komposisi tabuh kekebyaran saat ini, suling memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan komposisi kekebyaran dimana melodi yang dimainkan tidak hanya terpaku pada permainan laras pelog lima nada, namun oleh para komposer sudah dikembangkan sebagai jembatan penghubung hingga mampu menjangkau nada-nada atau melodi menjadi lebih luas melingkupi berbagai patet seperti tembung, sunaren bahkan mampu memainkan nada-nada selendro. Dari pengembangan fungsi tersebut komposisi tabuh kekebyaran yang tercipta pada dua dekade belakangan ini menjadi lebih inovatif dan kaya dengan nada atau melodi.

Adanya pengembangan fungsi instrumen suling dalam komposisi kekebyaran terkadang menimbulkan fenomena yang lebih ekstrim dimana dalam sebuah karya komposisi instrumen ini muncul sebaga alat primer dan vital, tanpa kehadiran instrumen tersebut sebuah komposisi tidak akan dapat dimainkan sebagaimana mestinya.

Fungsi Gamelan Gong Gede Batur (3)

Fungsi Gamelan Gong Gede Batur (3)

Oleh Pande Mustika (Dosen PS Seni Karawitan)

Fungsi Ritual

Gamelan Gong GedeGamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur, sebagai salah satu wujud budaya, yang kehadirannya masih didukung oleh masyarakat Bali khususnya masyarakat Desa Pakraman Batur. Berfungsi sebagai persembahan dalam berbagai keperluan pada kehidupan masyarakatnya, yaitu sebagai persembahan untuk keperluan upacara agama khususnya upacara dewa yadnya.

Adapun upacara puja wali yang dapat diiringi barungan gamelan Gong Gede adalah :

Upacara puja wali di Pura Jati dilaksanakan tiga hari sebelum purnama kasa dengan penyajian gamelan Gong Gede yang lebih diistilahkan sebagai tedun terompong.

Upacara puja wali pada purnama karo, merupakan puja wali yang dilaksanakan tepat di depan pelinggih Padmasana di Pura Ulun Danu Batur dengan penyajian gamelan Gong Gede yang komplit atau tedun Trompong, dan lama kegiatan selama tiga hari.

Upacara puja wali pada purnama kelima dilangsungkan tiga hari di Pura Kental Gumi atau di Pura Ulun Danu, dengan disajikan gamelan Gong Gede lengkap atau tedun trompong.

Upacara puja wali pada purnama kaulu dilangsungkan di Pura Ulun Danu selama tiga hari, dengan disajikan gamelan Gong Gede atau tedun terompong.

Upacara puja wali pada purnama kedasa dilangsungkan di Pura Ulun Danu Batur yang merupakan puncak upacara. Menurut Jero Gede Duuran dan Jero Gede Alitan mengatakan upacara ini disebut upacara Bhatara Turun Kabeh yang dilangsungkan selama 11 hari sampai 14 hari dengan penyajian barungan gamelan Gong Gede (tedun trompong) dengan gamelan bebonangan. Pada saat terakhir upacara (penyineban) gamelan Gong Gede turun dari bale gong (tempat penyimpenan) tempat penyajiannya menuju madia mandala untuk mengiringi tarian baris perang-perangan, metiti suara dan menampilkan tabuh-tabuh lelambatan klasik.

Gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur merupakan bagian integral dari ritual keagamaan yang memiliki ciri-ciri sebagai seni ritual. Pada prinsipnya eksistensi gamelan Gong Gede menunjukkan ciri-ciri seni ritualistik seperti itu. Selain sebagai seni tirual, penyajian gamelan Gong Gede juga pendukung suasana yang dapat dijadikan salah satu ciri (cihna) sedang berlangsungnya upacara keagamaan.

Fungsi Sosial

Dalam hubungannya dengan masyarakat berfungsi sebagai pengemban seni (karawitan), barungan Gong Gede hampir setiap bulan purnama di undang (tuwur) oleh krama yang melaksankan piodalan (Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem, dan Pura-pura lainnya) di desa pekraman Batur. Jero gambel yang melaksanakan tugasnya tidak menerima upah dalam bentuk uang (ngayah).

MAKNA GAMELAN GONG GEDE BATUR

Makna gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur sebagai ungkapan emosional dari pelaku seni yang diungkapkan lewat bahasa musik mempunyai makna sebagai berikut: makna religius, makna pelestarian budaya, makna keseimbangan.

Makna Religius

Pertunjukan gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur sebagai salah satu karya seni, sebagai ungkapan yang dapat dilihat dari penyajian karawitan (tabuh), tidak sekedar sebagai ungkapan estetik tetapi juga mempunyai makna religius. Dalam konteks religius, semua unsur masyarakat terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing yang dilandasi dengan perasaan tulus yang disebut dengan ngayah.

Barungan gamelan Gong Gede dalam mengiringi upacara keagamaan (ritual) memiliki makna religius. Penabuh gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur sebelum melaksanakan tugasnya selalu diperciki Tirta untuk mendapatkan keselamatan.

Makna Pelestarian Budaya

Derasnya aliran informasi dalam era globalisasi terutama di bidang seni (khususnya seni karawitan) membawa dampak positif dan negatif, hal ini mengakibatkan banyak hilangnya keaslian watak dan kemandirian budaya yang dimiliki. Kesadaran untuk melestarikan warisan budaya yang luhur (Gong Gede) memberi makna hidup dan rasa kemuliaan. Untuk menghadapi tantangan harus ada kemauan yang murni sesuai dengan pandangan hidup masyarakat Batur.

Makna Keseimbangan

Dalam pelaksanaan upacara tertentu Kehadiran gamelan Gong Gede sudah menjadi kebutuhan. Keterikatan gamelan Gong Gede dengan ritual keagamaan melahirkan perilaku-perilaku sosial yang mengarah kepada pembentukan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pedoman bagi warga masyarakatnya.

Barungan gamelan Gong Gede dipandang sangat penting karena dapat memenuhi kebutuhan warga masyarakat secara moral dan spiritual sehingga terwujud rasa kesehimbangan. Keseimbangan yang mencakup persamaan dan perbedaan dapat terefleksi dalam beberapa dimensi. Refleksi keseimbangan yang banyak ditemukan dalam kesenian Bali adalah refleksi estetis yang dapat menghasilkan bentuk-bentuk simetris yang sekaligus asimetris atau jalinan yang harmonis sekaligus disharmonis yang lazim disebut dengan rwa bhineda. Dalam konsep rwa bhineda terkandung pula sernangat kebersamaan, adanya saling keterkaitan, dan kompetisi mewujudkan intraksi dan persaingan. Konsep rwa bhineda oleh seniman Pengrawit dituangkan dalam gamelan Bali (Gong Gede). Hal ini dapat diamati pada sistem pelarasan ngumbang-isep dan instrumen yang berpasangan (lanang wadon).

Loading...