Mural Potret Maestro Bali Hiasi Jalan Menuju Kampus ISI Denpasar

Mural Potret Maestro Bali Hiasi Jalan Menuju Kampus ISI Denpasar

Rayakan Lima Tokoh Besar Seni Bali

Foto: Mural potret lima maetro seni Bali menghiasi tembok utara pada jalan menuju kampus ISI Denpasar

INSTITUT Seni Indonesia (ISI) Denpasar (Bali) tengah aktif dalam upaya mengembangkan platform pendidikan seni-desain dan budaya yang berfokus pada praktik kemaestroan. Dalam konteks ini, peran maestro menjadi sangat penting sebagai tokoh puncak bidang seni yang menginspirasi dalam menghadirkan karya-karya monumental.

Sedayung dengan upaya tersebut, ISI Denpasar bersama Origami (Organisasi Gabungan Mahasiswa Seni) menghadirkan karya mural potret lima tokoh maestro seni Bali. Karya seni komunal ini menghiasi tembok utara pada jalan menuju kampus ISI Denpasar. Mural dibuat serangkaian kegiatan pameran seni ORIGAMI #8 di Nata-Citta Art Space (N-CAS) ISI Denpasar, 27 – 30 Desember 2023.

Koordinator tim mural, I Komang Merta Sedana, S.Sn, yang akrab disapa Manggen mengatakan, mural Maestro ini merupakan inisiatif tim Origami dengan asistensi dari Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana. Lima maestro seni yang diabadikan dalam mural, yakni maestro lukis Nyoman Gunarsa, maestro lukis dan arsitektur I Gusti Nyoman Lempad, maestro tari I Ketut Mario, maestro karawitan I Wayan Beratha, dan maestro tari Ida Bagus Oka Wirjana (Blangsinga).

“Lima maestro Bali ini kami pilih atas pertimbangan kontribusi yang besar dalam perkembangan seni dan budaya di Bali serta Indonesia. Karya-karya mereka tidak hanya menginspirasi, tetapi juga membantu melestarikan warisan seni dan tradisi lokal,” ungkap Manggen.

Foto: Mural potret lima maetro seni Bali menghiasi tembok utara pada jalan menuju kampus ISI Denpasar

Manggen menjelaskan bahwa mural dengan panjang sekitar 50 meter dan tinggi 3 meter ini melibatkan kolaborasi 72 anggota Origami, terdiri dari 9 alumni dan 63 mahasiswa ISI Denpasar. Proses pembuatan mural dilakukan secara bergantian mulai tanggal 27 Desember 2023 hingga 3 Januari 2024.

Menurut alumni Program Studi Seni Murni ini, mural ini bukan hanya sekadar karya seni visual, tetapi juga merupakan bentuk seni jalanan yang dapat diakses dan dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Karakter seni yang bersifat publik ini membantu menyampaikan pesan dengan lebih mudah, sementara juga memberikan wawasan kepada generasi muda tentang seniman-seniman Bali yang telah mencapai prestasi di tingkat global.

“Kreasi mural Maestro ini merupakan wujud komitmen kami untuk memperkaya lingkungan kampus dengan seni dan sekaligus memberikan penghormatan kepada para maestro yang telah berkontribusi besar dalam perkembangan seni di Indonesia” ujar alumni ISI Denpasar Angkatan 2006 ini.

Selain mural potret lima mestro seni Bali, Manggen bersama tim mural juga melukis sejumlah karakter lain. Salah satunya, karater boneka ikonik muralis Wild Drawing (WD). WD merupakan seniman mural mumpuni kelahiran Bali yang karya-karyanya menjadi perhatian dunia.

Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana menyatakan apresiasi dan dukungan terhadap kreatifitas Origami dalam menghadirkan karya seni yang monumental ini. Beliau berharap bahwa melalui kegiatan seperti ini, semakin banyak generasi muda yang dapat terinspirasi dan belajar dari jejak perjalanan para maestro Bali yang telah memberikan kontribusi besar dalam dunia seni.

“Karya mural ini menjadi langkah yang sangat positif dalam mendukung upaya pengembangan dan peningkatan apresiasi terhadap seni, desain, dan budaya di ISI Denpasar. Semoga melalui kegiatan seperti ini, mahasiswa dan masyarakat umum dapat semakin terinspirasi oleh nilai-nilai dan kontribusi luar biasa yang telah diberikan oleh para maestro Bali dalam dunia seni,” ujar Guru Besar Sejarah Seni ini. (ISIDps/Humas-RT)

ISI Denpasar Hadirkan Tiga Maestro dalam Workshop “Lampah Laku Lelangit” FKI+ XII, 2023

ISI Denpasar Hadirkan Tiga Maestro dalam Workshop “Lampah Laku Lelangit” FKI+ XII, 2023

Foto: Seniman Tari Kecak I Ketut Rina menjadi narasumber Workshop Tari Kecak dalam “Lampah Laku Lelangit” FKI+ XII, 2023, Kamis (26/10).

INSTITUT Seni Indonesia (ISI) Denpasar (Bali) memperkaya Festival Kesenian Indonesia+ (FKI+) XII Tahun 2023 dengan menghadirkan tiga maestro seni dalam Lampah Laku Lelangit (Workshop bersama Maestro). Tiga maestro seni, yakni seniman Tari Kecak I Ketut Rina, seniman Tari Topeng I Ketut Wirtawan, dan fotografer profesional I Gusti Agung Wijaya Utama.

Foto: Seniman Tari Topeng I Ketut Wirtawan menjadi narasumber Workshop Tari Topeng dalam “Lampah Laku Lelangit” FKI+ XII, 2023, Kamis (26/10).

Workshop “Lampah Laku Lelangit” diadakan pada Kamis, 26 Oktober 2023. Workshop ini berlangsung di tiga lokasi berbeda, yaitu Workshop Tari Kecak di Nretya Mandala ISI Denpasar, Workshop Tari Topeng di Wantilan ISI Denpasar, dan Workshop fotografi di Studio Fotografi ISI Denpasar.

Tidak hanya melibatkan mahasiswa ISI Denpasar, workshop ini juga dihadiri oleh sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seni di Indonesia yang ikut serta dalam FKI+ XII Tahun 2023. Para narasumber membagikan pengetahuan dan pengalaman dalam bidang seni yang telah mereka geluti selama bertahun-tahun. Ini merupakan kesempatan berharga bagi para mahasiswa untuk mendalami seni dari maestro-maestro berpengalaman dan memperluas wawasan mereka dalam seni tari dan fotografi.

Workshop bersama maestro seni ini merupakan salah satu dari berbagai kegiatan yang diadakan dalam rangkaian Festival Kesenian Indonesia+ XII Tahun 2023 yang berlangsung 24-27 Oktober 2023. Festival ini menjadi wadah bagi seniman dan mahasiswa seni untuk berkolaborasi, berkembang, dan merayakan keanekaragaman seni dan budaya Indonesia.

Foto: Fotografer profesional I Gusti Agung Wijaya Utama menjadi narasumber Workshop Fotografi dalam “Lampah Laku Lelangit” FKI+ XII, 2023, Kamis (26/10).

ISI Denpasar (Bali) Gelar Pasamuan Mestro Nusantara FKI+ XII 2023

ISI Denpasar (Bali) Gelar Pasamuan Mestro Nusantara FKI+ XII 2023

Maestro Perlu Penempaan Diri Seutuhnya

Foto: Rektor ISI Denpasar (Bali) Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana bersama partisipan Pasamuan Mestro Nusantara di Studio Media Rekam ISI Denpasar, Rabu (25/10).

INSTITUT Seni Indonesia (ISI) Denpasar (Bali) menggelar Pasamuan Mestro Nusantara (Diskusi Kelompok Terpumpun Maestro Nusantara). Kegiatan serangkaian Festival Kesenian Indonesia+ XII Tahun 2023 (FKI+ XII 2023) dilaksanakan di Studio Media Rekam ISI Denpasar, Rabu, 25 Oktober 2023.

Pasamuan diikuti olah pimpinan perguruan tinggi seni Indonesia partisipan FKI+ XII 2023 dan masing-masing satu maestro dari tiap perguruan tinggi tersebut. Hadir, diantaranya Rektor ISI Denpasar (Bali) Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana, Rektor Institut Kesenian Jakarta Dr. Indah Tjahjawulan, M.Sn, Rektor ISI Surakarta Dr. I Nyoman Sukerna, S.Kar., M.Hum, dan Rektor Institut Seni Budaya Indonesia Tanah Papua Dr. I Dewa Ketut Wicaksana, S.Sp, M.Hum. Pasamuan diikuti pula oleh maestro seni Nusantara, yakni Anak Agung Gede Rai, Djadja Tjamdra Kirana, I Putu Oka Mahendra, Wirtawan, Ni Ketut Arini, Ni Nyoman Tjandri, Gusti Ngurah Serama Semadhi, Dr. Lili Suparli, S.Sn., M.Sn., Dr. RM. Singgih Sanjaya, M.Hum., Rizaldi S.Kar., M.Hum., Dr Sono Gumira Ajidarma, S.Sn., M.Hum., Nazurlis Koto, Basuki Teguh Yuwono, S.Sn., M.Sn., dan I Made Djirna.

Foto: Pasamuan Mestro Nusantara di Studio Media Rekam ISI Denpasar, Rabu (25/10).

Pasamuan membahas berbagai aspek seni Nusantara dan menjadi forum diskusi antara para maestro seni dan pimpinan perguruan tinggi seni. Diskusi mencakup perkembangan seni, tantangan, inovasi, dan upaya kolaborasi dalam mendorong seni dan budaya Nusantara ke tingkat lebih tinggi.

Kemaestroan bukan jalan instan, tetapi kesadaran menempa diri seutuhnya. Kemaestroan juga tertaut dengan aktivisme dan tanggung jawab sosial. Dua hal terlontar dari maestro-maestro yang hadir pada Pasamuan yang berlangsung guyub dan teduh itu.

Secara khusus, pasamuan juga mendiskusikan perumusan platform keilmuan seni, desain dan kebudayaan. Platform dimaksud, yakni platform seni-desain dan budaya berbasis sistem kebudayaan dan platform seni-desain dan budaya berbasis praktik kemaestroan. Perumusan platform ini merupakan langkah penting dan mencerminkan komitmen yang mendalam untuk melestarikan, menghormati, dan mendorong pertumbuhan seni dan budaya di Indonesia serta pemahaman mendalam tentang akar budaya dan tradisi seni Nusantara. (ISIDps/Humas)

Foto: Pasamuan Mestro Nusantara di Studio Media Rekam ISI Denpasar, Rabu (25/10).

Foto: Rektor ISI Denpasar (Bali) Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana menyerahkan sertifikat penghargaan kepada narasumber Pasamuan Mestro Nusantara, Basuki Teguh Yuwono, S.Sn., M.Sn di Studio Media Rekam ISI Denpasar, Rabu (25/10).

Foto: Rektor ISI Denpasar (Bali) Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana menyerahkan sertifikat penghargaan kepada narasumber Pasamuan Mestro Nusantara, Dr. RM. Singgih Sanjaya, M.Hum, di Studio Media Rekam ISI Denpasar, Rabu (25/10).

Gong Legendaris ISI Denpasar

Gong Legendaris ISI Denpasar

Gong Legendaris adalah sebuah wadah untuk merangkul seniman-seniman tua yang purna tugas, praktisi, seniman akademisi, dari keluarga besar ISI Denpasar, juga merupakan pencipta, pengabdi seni yang mendedikasikan diri untuk kemajuan seni dan budaya Bali.. Terbentuknya Gong Legendaris ISI Denpasar merupakan jawaban akan kerinduan untuk mengenang kenangan lama dari para maestro era tahun 1980an. Wadah Gong Legendaris ini, juga terkait dengan Program Tri Darma Perguruan Tinggi dalam aspek Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar. 

Para Penabuh Gong Legendaris ISI Denpasar
Dokumentasi ISI Denpasar, tahun 2023

Gong legendaris ISI Denpasar dinyatakan lahir pada 7 Pebruari 2022 ketika melakukan pertunjukan pertamanya di Pinda (Wawancara dengan Kaprodi Karawitan, I Nyoman Kariasa). Group Gong Legendaris ISI Denpasar merupakan gabungan generasi ke generasi penabuh di kalangan ISI Denpasar. Para senior yang memasuki purna tugas; I Nyoman Windha, S.Skar.,MA, I Wayan Suweca, S.SKar M.Si, I Nyoman Sudiana, S.SKar.,M, I Wayan Suweca, SSKar,M.Mus, Ni Ketut Suryatini, S.Skar.,M.Si, berpadu dengan para dosen tetap ISI Denpasar Prof Dr,I Wayan Rai,S.,MA, Prof. Dr. I Komang Sudirga, S.Sn.,M.Hum, Dr. I Wayan Suarta, S.SKar.,M.Si, Dr. I Gede Yudarta, S.SKar.,M.Si, Dr. I Ketut Garwa, S.Sn.,M.Sn, Dr. I Made Kartawan, S.Sn.,MA, I Nyoman Kariasa, S.Sn.,M.Sn, I Gusti Ketut Sudana, S.Skar.,M,Si I Gede Mawan, S.Sn.,M.Sn,  I Kadek Andika Putra, S.Sn.,M.Sn, Ni Putu Hartini, S.Sn.,M.Sn, Putu Tiodore Adi Bawa, S.Sn.,M.Sn I Nyoman Mariyana, S.SN.,M.Sn, para pegawai dilingkungan ISI Denpasar, I Nyoman Japayasa, S.Sn, I Wayan Suena, S.Sn, I Ketut Budiyana, S.Sn,  Kadek Astawa, S.Sn, I Made Rai Widana, S.Sn, seniman praktisi I Wayan Budana, dan ikut berpartisifasi juga para mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar. 

Sebagai materi pembuka ditampilkan Tabuh Kutus Pelayon yg diciptakan oleh alm Bapak I Wayan Beratha Tahun 1983. Materi kedua, Tari Sekar Jagat karya Ibu Swasti Wijaya Bandem, tahun 1986, ditarikan oleh mahasiswa Prodi Tari ISI Denpasar. Penampilan ketiga, Tari Palawakya penampilan ke-empat, dimainkan Tabuh Kebyar Dang Citta Utsada, yang diciptakan tahun 1983 oleh Alm Bapak I Wayan Beratha. Tabuh Kebyar Dang ini, juga ditarikan oleh Dosen Prodi Tari, Gusti Ayu Ketut Swandewi, S.ST.,M.Si, Ni Komang Sekar Marhaeni, S.SP, M.Sn, Ni Made Astari, A.A Ayu Mayun Hartati, S.ST.,M.Sn dan seniman praktisi dan dilanjutkan dengan penampilan  Tari Oleg Tamulilingan karya I Ketut Marya alias I Mario yang digarap tahun 1952. Penampilan kelima, Tari Teruna Jaya diciptakan pada tahun 1915 oleh Pan Wandres di sempurnakan oleh I Gede Manik. 

Penampilan Kebyar Dang Citta  Utsada ISI Denpasar
Dokumentasi ISI Denpasar, tahun 2023

Selain itu juga ditampilkan Bondres lawakan yang dibawakan oleh Kaprodi Pendidikan Seni, I Wayan Budiarsa, S.Sn.,M.Sn bekerja sama dengan Prodi musik I Ketut Sumarjana, S.Sn.,M.Sn, Ni Putu Tisna Andayani, S.S., M.Hum, dan Prodi Pedalangan; , Dr. I Gusti Made Darma Putra, S.Sn., M.Sn, Sang Nyoman Adi Santika, S.Sn.,M.Sn 

Penampilan Prodi Musik dan Pedalangan ISI Denpasar
Dokumentasi ISI Denpasar, tahun 2023

Penampilan Prodi Musik dan Pedalangan ISI Denpasar
Dokumentasi ISI Denpasar, tahun 2023

Dalam penampilan ini diselipkan tentang ISI Denpasar sebagai salah satu perguruan tinggi seni terbaik dengan akreditasi A yang siap menerima mahasiswa barunya. Juga dalam kesempatan ini, diinformasikan tentang keberadaan prodi masing-masing dengan keunggulan yang dimilki dan peluang kerja yang ditawarkan. Hal ini terkait dengan visi ISI Denpasar menjadi pusat penciptaan, pengkajian, penyaji dan pembinaan seni yang unggul berwawasan kebangsaan demi memperkaya nilai-nilai kemanusiaan sesuai perkembangan zaman. 

Penulis: I Nyoman Mariyana,S.Sn.,M.Sn

ANSEL ADAMS Sang Maestro Fotografi Hitam Putih

ANSEL ADAMS Sang Maestro Fotografi Hitam Putih

Ansel Adams (20 Februari 1902-22 April 1984).

Penulis : I Made Saryana

Ansel Adams

Ansel Adams

Sebuah lukisan yang terjual dengan harga ratusan juta bahkan milyaran rupiah itu sudah menjadi sesuatu yang biasa, akan tetapi ketika harga sebuah foto ada yang terjual mencapai ratusan juta, hal itu adalah sesuatu yang luar biasa. Salah satu fotografer  Amerika terkemuka yaitu Ansel Adams  rata-rata karyanya terjual 300 jt (Tetone and Snake River, Grand Teton National Park 1942). Harga termurah 80 jt (Duves, Oceano, CA 1963). Bahkan salah satu karyanya ada yang terjual 150.000 US atau sekarang setara Rp. 1.350.000.000;

Ansel Adams adalah seorang fotografer yang paling harum namanya di dunia fotografi dan karya-karyanya sangat diburu para kolektor. Karya seni foto yang paling banyak dibuat dan paling berkesan dipandang oleh setiap mata pengamat fotografi adalah karya-karya foto pemandangannya, bercitarasa tinggi, hingga dijuluki karya fotografi pemandangan yang termahal di dunia. Siapapun melihat karya Ansel Adams pasti sepakat dengan harga mahal, sangat luar biasa, indah, detail termasuk kontras dan pencahayaan tidak ada cacatnya ini adalah pencapaian tertinggi dalam sejarah perkembangan seni fotografi dunia.

Ansel Adams lahir di San Fransisco, ayahnya Hitchcock Adams adalah seorang pengusaha. Sedangkan ibunya Olive Bray seorang ibu rumah tangga. Adams kecil sudah menampakan kecerdasannya dan tergolong anak yang hiperaktif dan memiliki gangguan kesulitan membaca, sehingga pendidikannya hanya setara SLTP. Satu-satunya kegembiraan Adams kecil adalah menikmati alam, dekat jembatan The Golden Gate. Hampir setiap hari ia terlihat bermain-main di sana  seusai les piano yang dijalaninya. Sejak belasan tahun Adams sudah senang memotret dan dalam usia 17 tahun dia telah bergabung dengan sebuah klub pencinta alam, sierre club.

Tahun 1927 sangat menentukan karier Adams, karena ia menghasilkan serial foto ”Monolith, the Face of Half Dome” di Taman Nasional Yosemit. Tahun 1930 berjumpa fotografer Paul Strand juga Alfred Stieglietz  sejak itu Ansel Adams bertekad menciptakan karya foto tanpa manipulasi (straight photography) tidak ada dodging atau burning. Kemudian 1932 Adams bersama Edward Weston mendirikan grup f/64, kelompok fotografer yang memotret hanya dengan bukaan diafragma 64 untuk mendapatkan ketajaman gambar yang maksimal.

Popularitas Ansel Adams sebagai Fotografer terkemuka dari Amerika Serikat ini, didapat dari usahanya yang sangat keras di bidang fotografi hitam putih. Karya-karyanya dibuat dengan penuh pemikiran serta pengalamannya di laboratorium bertahun-tahun, kesabaran dan keuletan di lapangan (bekerja 18 jam sehari) dan tidak pernah libur, sehingga menghasilkan karya yang spektakuler dan memiliki citarasa yang tinggi. la sangat intens dalam mempelajari sifat-sifat film dan kertas hitam putih. Pendalamannya yang merupakan gabungan antara teori dasar fotografi dan pengalaman empiris itu akhirnya membuahkan teori sistem zone (zone system) yang banyak dianut para fotografer hitam putih di seluruh dunia. Ansel Adams memberikan seluruh penemuannya kepada kita semua tanpa sedikitpun dirahasiakannya. Dengan sistem zona ini Ansel Adams tidak pernah butuh koreksi pencetakan, mencetak karya Adams adalah mencetak durasi persis sama pada semua fotonya dan negatif film Adams adalah hasil final.

Sistem Zona adalah sebuah teori fotografi hitam putih, di mana dalam sistem ini tiap nada di alam punya korelasi dengan sebuah kepekatan dalam foto hitam putih. Maka setiap fotonya dapat dilihat warna putih dan hitam tampil menawan sejajar dengan aneka gradasi abu-abu pada lembar yang sama. Sistem zona dapat juga diartikan sebagai pengukuran pencahayaan suatu obyek foto hitam putih dalam beberapa zone atau nilai terang-gelap dalam ukuran “stop”, di mana satu stop sama dengan kelipatan dua dari ukuran sebelum dan sesudahnya. Perbedaan stop dapat dilakukan dengan diafragma maupun kecepatan rana (dalam detik).

Skala nada (tones) atau gradasi foto dalam sistem zona ini  dibagi menjadi 10 tingkatan zone, yaitu dari zone 0-zone 9. Yang disebut zone nol (0) adalah hitam total maksimal yang bisa dicapai kertas foto, sedangkan zone 9 adalah putih total pada kertas foto yang belum pernah tersinari sama sekali. Zone 0-3 biasa disebut zone bayangan, zone 4-6 adalah zone menengah yang biasanya menjadi “terjemahan” warna merah, biru atau hijau, sedangkan zone 7-9 adalah zone highlight atau zone terang untuk pantulan warna atau tekstur yang sangat tipis. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah pembagian masing-masing zone :

Dark Zone

Zone 0        : Hitam pekat tanpa tekstur.

Zone I         : Hitam pekat yang terdapat pada foto yang kita miliki.

Zone II       : Hitam dengan tekstur tipis mulai terlihat.

Texture Zone

Zone III     : Zone hitam dengan tekstur yang tersajikan dengan baik, misalnya rambut yang hitam, kain warna gelap, dan lain-­lain.

Zone IV     :   Abu-abu gelap dengan tekstur yang baik sekali, misalnya warna kulit orang Ambon dan Papua.

Zone V    :  Abu-abu netral (grey card 18%) merupakan patokan lightmeter kamera  dalam pengukuran cahaya (guide exposure).

Zone VI     : Abu-abu dengan tekstur penuh.

Zone VII  : Abu-abu muda dengan tekstur penuh dan merupakan nada terakhir dari abu-abu sebelum masuk dalam nada putih. Misalnya, highlight/bagian yang paling terang dari kain warna muda.

Light Zone

Zone VIII   : Putih dengan tekstur seperti kertas putih, cat putih atau salju.

Zone IX     :  Putih, tanpa tekstur.

Zone X       : Putih bersih dan merupakan putih yang terakhir dari skala nada.

Urutan dari setiap tingkat nada ke tingkat nada yang lain, dibedakan dengan perbedaan pencahayaan 1 stop, baik perbedaan dengan f-stop (diafragma) maupun dengan kecepatan rana (shutter speed) di kamera.

Selain menemukan  sistem zona Ansel Adams juga menghasilkan banyak buku  yang sangat terkenal dan dapat membantu masyarakat dalam mengapresiasi masalah fotografi. Adapun buku-buku tersebut antara lain: The John Muir Trail (1938), Michael and Anne in Yosemite Valley (1941), Born Free and Equal (1944), Illustrated Guide to Yo­semite Valley (1946), Camera and Lens (1948), The Negative .(1943), Yosemite and the High Sierra (1948), The. Print (1950), My Camera in Yosemite Valley (1950), My Camera in the Na­tional Parks (1950), The Land of Little Rain (1950), Natural Light Photography (1952), Death Val­ley (1954), Mission San Xavier dal Bac (1954), The Pageant of History in Northern California (1954), dan Artificial Light Pho­tography (1956). The Islands of Hawaii, (1958), Yosemite Valley (1959), Death Valley and the Creek Called Furnace (1962), These We Inherit: The Parklands of America (1962), Polaroid Land Photography Manual (1963), An Introduction to Ha­waii (1964), Fiat Lux: The Uni­versity of California (1967), The Tetons and the Yellowstone (1970), Ansel Adams (1972), Si­ngular Images (1974), Ansel Adams: Images 1923-1974, Photographs of the Southwest (1976), The Portfo­lios of Ansel Adams (1977), Po­laroid Land Photography (1978), Yosemite and the Range of Light (1979), The Camera (1980), The Negative (1981), den The Print (1983). Sedangkan buku otobiogra­finya tidak selesai dikerjakan karena ia keburu meninggal pa­da tahun 1984. Namun, buku­nya diselesaikan Mary Street Alinder dan, terbit tahun 1985.

Keberhasilan Adams dalam dunia fotografi yang tercermin melalui karya-karyanya juga tidak luput dari kritikan. Ada beberapa orang yang mengkritik karyanya dengan mengatakan bahwa karya Adams bagus karena objek yang difotonya memang indah. Namun sesungguhnya tidaklah demikian sebab kenyataannya banyak fotografer lain yang memotret objek yang sama dengan pencahayaan dan sudut pemotretan yang dirangcang semirip mungkin dengan karya Adams, tetapi hasilnya tidak sebagus karya-karya Adams. Kritikan lain adalah adalah dari Henri Cartier Bresson seorang fotografer kondang yang mengatakan ”Betapa miskinnya objek foto yang dipilih Adams, padahal dunia ini sangat beraneka ragam”, tapi yang dipotretnya hanyalah karang dan pohon.

Loading...