Pemanfaatan Limbah Batu Padas Sebagai Benda Kerajinan Patung Di Desa Batubulan Gianyar Bali

Oleh: Drs. I Nyoman Parnama Ricor.

Dalam kancah kesenirupaan kata “kreatif” senantiasa menjadi tuntutan pelakunya. Tujuannya bermacam-macam, seperti kebebasan ekspresi, penemuan baru, peningkatan kualitas karya, pencarian diri, bahkan politik, ekonomi, dll. Maka dari itu dalam perguruan tinggi seni di Indonesia diselipkan mata kuliah “Eksperimen Kreatif”. Seni Rupa ITB telah  melaksanakan kuliah ini tahun 70 an. Hasil karya yang muncul banyak ditunjukkan oleh seniman patung Drs. G. Sidharta  Soegijo dengan karya-karya yang mempergunakan beragam media dan hasilnya sangat mengagumkan (Rizki A.Z. 1997: 4).  Perkembangan selanjutnya pada perguruan tinggi seni lainnya juga melengkapi kurikulumnya dengan Mata Kuliah Eksperimen Kreatif seperti FSRD ISI Denpasar.

Terkait dengan hal diatas para seniman dan perajin hendaknya mempunyai keselarasan visi dengan misi yang berbeda sesuai media yang dipakai. Hasil yang diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi yang menyeimbangkan dan melestarikan alam.

Desa Batubulan Kabupaten Gianyar yang dekat dengan Kota Denpasar merupakan jalur wisata yang terkenal dengan pergelaran tari barong yang disuguhkan kepada wisatan asing di Bali. Hampir setiap hari ada pementasan tari barong di desa ini. Desa ini juga dikenal masyarakat luas sebagai pembuat seni kerajinan patung dari bahan batu padas dan batu hitam. Berbagai bentuk dan ukuran produk kerajinan patung dengan mudah dapat dilihat di sepanjang jalan di Desa Batubulan.  Kedua profesi di atas seolah telah menjadi trade mark penduduk dan desa Batubulan.

Dari pengamatan peneliti, beberapa tahun terakhir ini terlihat ada perubahan yang terjadi pada pembuatan patung tersebut. Para perajin patung mendaur ulang kembali serpihan-serpihan batu padas sisa pahatan. Kreatifitas perajin dalam memanfaatkan kembali sisa-sisa hasil pahatan merupakan langkah yang perlu dihargai karena mereka akhirnya dapat menekan harga pembelian bahan baku. Dengan harga bahan baku yang relatif lebih murah dari batu padas asli maka produk akhirnya dapat dijual lebih murah sehingga bisa lebih bersaing dengan produk sejenis.

Pemanfaatan kembali (daur ulang) limbah batu padas ini memberi dampak positif terhadap lingkungan pekerja. Karena bahan ini dianggap beban di tempat kerja, maka banyak perajin patung menjualnya sebagai bahan campuran pembuatan tanah liat genteng dengan harga murah. Namun sekarang hal tersebut tidak terjadi lagi. Proses daur ulang membawa dampak yang positif terhadap lingkungan dan kesejahtraan perajin.

Bertolak dari paparan di atas penulis akhirnya meneliti bagaimana proses daur ulang limbah batu padas tersebut sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan baku benda kerajinan seperti patung dan benda kerajinan lainnya. Disamping itu penulis ingin melihat bagaimana daya saing benda kerajinan ini  yang terbuat dari bahan baku daur ulang dengan benda kerajinan yang terbuat dari batu padas asli (tanpa daur ulang).

Pengertian Seni Patung

Karya seni patung dapat digolongkan menjadi dua yaitu seni patung sebagai media ekpresi jiwa siseniman patung, bentuknya bisa realis sampai ke abstrak. Seni patung untuk seni, sifatnya indivual. Kedua seni patung sebagai media kerajinan yang tujuannya untuk komsumsi pasar, dibuat oleh perajin, karyanya dapat digandakan, pembuatannya merupakan tuntutan pasar. Maka dari itu wujud visualnya merupakan cerminan kebutuhan pasar.  Selain pemilahan di atas jenis patung juga dapat dilihat dari jenis bahan yang digunakan, bentuk, fungsi dan sebagainya.

Seni patung merupakan perwujudan dalam bentuk tiga dimensi artinya bentuk yang mempunyai volume (suatu bentuk yang memiliki ukuran tinggi, lebar dan panjang) baik padat maupun hampa, dapat dilihat dari segala sudut, memiliki serba muka (multi surface). dapat dilihat dari segala sudut muka, samping, belakang, atas, atau bawah.

Bentuk pada seni patung merupakan perwujudan seni rupa yang paling kongkrit dapat diterima oleh indra manusia. Bentuk patung adalah utuh tidak ada sudut yang luput penglihatan, tidak ada bagian terkecilpun tersembunyi. Herbert Read mengatakan bahwa seni adalah kesatuan utuh yang serasi dari semua elemen, estetis, garis, ruang, warna, terjalin dalam satu kesatuan yang disebut bentuk (Soedarso, SP (ed), 1992).

Loading...